Bahkan pada waktu Bodhisatta pergi melepaskan keduniawian, Màra mencoba mencegah-Nya dengan mengatakan, “Oh, Pangeran Siddhattha, pada hari ketujuh sejak hari ini roda pusaka akan muncul. Jangan pergi.”
Tetapi Bodhisatta menjawab dengan tegas, “Oh, Màra, Aku tahu bahwa roda pusaka akan datang kepada-Ku. Tetapi, Aku tidak ingin menjadi raja dunia. Pergilah Engkau! Jangan datang lagi! Aku akan berusaha mencapai Kebuddhaan, dan mengguncangkan sepuluh ribu alam semesta.”
Sejak saat itu, Màra mengikuti Bodhisatta selama enam tahun mencari kesempatan untuk menyingkirkan-Nya dengan pikiran, “Jika pikiran-pikiran indria kàma vitakka atau pikiran-pikiran kebencian vyàpàda vitakka, atau pikiran-pikiran kejam vihiÿsà vitakka, muncul dalam batin-Nya, aku akan membunuh-Nya pada saat itu juga.”
Namun sampai saat ini, selama enam tahun, Màra tidak berhasil menemukan pikiran-pikiran seperti ini dalam diri Bodhisatta.
Setelah enam tahun berlalu, Màra berpikir, “Pangeran Siddhattha memiliki semangat yang sangat tinggi. Dukkaracariya yang Beliau praktikkan juga sangat keras. Setiap saat Beliau dapat menjadi Buddha. Bagaimana jika aku mendekati-Nya dan memberikan nasihat, supaya Beliau berhenti latihan.”
Kemudian Màra mendekati Bodhisatta dan menasihati-Nya. (Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, Buddha memberikan khotbah kepada para bhikkhu, khotbah yang berjudul Padhàna Sutta, menjelaskan bagaimana Màra membujuk-Nya dengan cara berpura-pura baik dan bagaimana Bodhisatta dengan tegas mengusirnya.)
Mendekati Bodhisatta yang terus menerus mengembangkan appànaka Jhàna di Hutan Uruvelà di dekat Neranjarà dengan cita-cita mencapai Nibbàna, Màra berkata:
“O Sahabatkku Pangeran Siddhattha, seluruh tubuh-Mu begitu kurus karena kehilangan daging dan darah. Kecantikan dan warna kulitnya telah memudar. Kematian-Mu telah mendekat; kesempatan untuk tetap hidup sangatlah kecil, hanya satu dibandingkan seribu.
O Pangeran Siddhattha, mohon Engkau menjaga diri-Mu sehingga Engkau dapat berumur panjang. Umur yang panjang adalah hal yang paling berharga. Jika Engkau berumur panjang. Engkau dapat banyak melakukan kebajikan. Engkau dapat mengembangkan kebajikan dengan menjalani sãla atau melakukan upacara-upacara pengorbanan.
Apalah gunanya menjalani hidup seperti ini di dalam hutan dan mempraktikkan penyiksaan diri dengan begitu menderita dan begitu lemah tanpa mengetahui apakah Engkau dapat bertahan hidup atau mati. (Tidak ada manfaatnya bagi-Mu). Untuk mencapai tujuan-Mu, Nibbàna, cara-cara tradisional sangat sulit dijalani; dan tidaklah layak menjalani jalan seperti itu.”
Demikianlah Màra berkata, terlihat seolah-olah penuh welas asih, seolah-olah ia berniat baik kepada Bodhisatta, dan seolah-olah ia mengasihani Bodhisatta. (Orang biasa pasti termakan oleh bujukan Màra.)
Namun, mendengarkan kata-kata yang penuh welas asih dari Màra, Bodhisatta berkata dengan tegas kepada Màra; sebagai berikut:
“Wahai Màra, Engkau yang mengikat para makhluk—dewa, brahmà, dan manusia—agar mereka tidak dapat terbebaskan dari samsàra! Engkau datang demi keuntunganmu pribadi dan dengan maksud-maksud tersembunyi bertujuan untuk mengganggu dan mencelakakan makhluk-makhluk lain.” (Dengan kata-kata ini Bodhisatta mengusir Màra yang bermaksud jahat terhadap-Nya.)
“Aku tidak berkeinginan sedikit pun untuk melakukan kebajikan-kebajikan yang mengarah kepada lingkaran penderitaan, vattagàmi. Engkau boleh berkata begitu kepada mereka yang menginginkan jasa-jasa vattagàmi. (Dengan kata-kata ini Bodhisatta menjawab pernyataan Màra, “Jika Engkau berumur panjang, Engkau dapat melakukan banyak kebajikan.)”
“Wahai Màra, ada makhluk-makhluk yang tidak memiliki keyakinan (saddhà) sama sekali terhadap Nibbàna; ada yang memiliki keyakinan tetapi usahanya (viriya) lemah; ada yang memiliki keyakinan dan usaha yang kuat tetapi tidak memiliki kebijaksanaan (pannà), Engkau sebaiknya berbicara kepada mereka dan mendorong mereka untuk berumur panjang.
Sedangkan Aku, Aku memiliki keyakinan bahwa, jika Aku berusaha keras, Aku akan mencapai Nibbàna bahkan dalam kehidupan ini juga ketika jasmani-Ku lenyap. Aku memiliki api semangat yang berkobar-kobar yang mampu membakar rumput-rumput kering dan sampah-sampah kotoran batin menjadi abu. Aku memiliki kebijaksanaan yang seperti bom milik Sakka yang dapat menghancurkan gunung karang kebodohan (avijjà) menjadi berkeping-keping.
Aku juga memiliki perhatian (sati) dan konsentrasi (samàdhi), perhatian yang memungkinkan Aku untuk menjadi Buddha yang tidak lupa akan apa yang pernah dilakukan dan diucapkan di waktu-waktu lalu; dan konsentrasi yang tetap berdiri kokoh dalam menghadapi angin badai, bagaikan pilar batu berukir yang tidak tergoyahkan oleh badai.
Dengan memiliki lima kualitas, Aku akan mencapai pantai seberang Nibbàna. Aku bekerja keras bahkan dengan mempertaruhkan hidup-Ku. Kepada orang seperti Aku, untuk apakah Engkau membicarakan mengenai umur panjang dan untuk apa membujuk-Ku untuk hidup lebih lama? Sebenarnya, tidak ada gunanya hidup bahkan selama satu hari sebagai manusia bagi mereka yang berusaha dengan rajin dan tidak pernah menyerah.
Yang memiliki Pandangan Cerah melalui Appanà samàdhi dan yang melihat dengan jelas timbul dan lenyapnya kelompok-kelompok jasmani dan batin.” (Dengan kata-kata ini Bodhisatta melawan Màra yang menakut-nakuti-Nya dengan mengatakan, “O Pangeran Siddhattha, kematian-Mu sudah mendekat, kesempatan-Mu untuk tetap hidup sangatlah kecil, hanya seperseribu.)
“Wahai Màra. Angin di dalam tubuh-Ku ini yang disebabkan oleh latihan appànaka Jhàna mampu mengeringkan air di Sungai Gangà, Yamunà, dan lain-lain, bagaimana mungkin tidak dapat mengeringkan sedikit darah di dalam diri-Ku, dengan pikiran yang terpusat ke Nibbàna? Sebenarnya, cukup kuat untuk mengeringkannya.
Ketika darah dalam tubuh-Ku, yang banyaknya kira-kira empat ambana, mengering karena tiupan angin dalam latihan meditasi untuk mencapai Nibbàna, cairan-cairan empedu yang terdiri dari dua jenis, yang tercampur (baddha) dan tidak tercampur (abaddha); dan dahak, yang juga banyaknya empat ambana yang membungkus segala yang dimakan dan ditelan sehingga tidak menimbulkan bau-bau yang menjijikkan; dan air seni dan unsur-unsur gizi, yang juga lebih kurang empat ambana, akan mengering.
Jika darah, cairan-cairan empedu, dahak, air seni, dan unsur-unsur gizi ini mengering, tentu saja daging akan menyusut. Ketika darah, cairan-cairan empedu, dahak, air seni, dan daging itu menyusut, pikiran-Ku menjadi lebih jernih.
Keletihan demikian tidak akan membuat-Ku mundur karena Engkau tidak mengetahui bahwa pikiran-Ku sangat sungguh-sungguh, Engkau berbicara mengenai ‘keinginan untuk hidup’ (jivitanikanti), dengan berkata “O Pangeran Siddhattha, seluruh tubuh-Mu begitu kurus karena kekurangan daging dan darah” dan seterusnya).
Tidak hanya pikiran-Ku menjadi lebih jernih, tetapi perhatian-Ku yang bagaikan pusaka raja dunia, kebijaksanaan-Ku yang bagaikan senjata pemotong intan dan konsentrasi-Ku yang tidak tergoyahkan bagaikan Gunung Meru, menjadi lebih berkembang dan kokoh.”
“Walaupun darah dan daging-Ku menyusut, pikiran-Ku lebih ceria dan menjadi lebih jernih dan mencapai tahap di mana perasaan-perasaan yang tiada bandingnya yang dialami oleh para Bodhisatta mulia, manusia-manusia luar biasa (Mahàpurisa).
Meskipun seluruh tubuh-Ku mengering sampai hampir terbakar dan meskipun Aku benar-benar kelelahan, pikiran-Ku tidak pernah memikirkan objek-objek indria seperti kota kerajaan dan istananya, Yasodharà, Ràhula, empat puluh ribu pelayan perempuan dan lain-lain. Wahai Màra, selidiki dan lihatlah sendiri kesucian dan keteguhan hati-Ku yang tiada bandingnya, seseorang yang telah memenuhi Kesempurnaan.” (Dengan kata-kata ini Bodhisatta menunjukkan kesungguhan usaha-Nya.)
Selanjutnya===>>>
<<<===Sebelumnya
salam ceria...
0 komentar:
Posting Komentar