Di usia dua puluh sembilan (29) tahun, saat Beliau akan memperoleh kemuliaan dan kekuasaan sebagai seorang raja dunia, Beliau menolaknya seolah-olah membuang ludah. Pada tengah malam, di malam purnama bulan âsàlha ketika bintang âsàlha dalam posisi segaris dengan bulan di tahun 97 Mahà Era, Beliau meninggalkan istana yang sebanding dengan kemegahan istana seorang raja dunia. Tetapi ketika Beliau meninggalkan istana-Nya itu, keinginan untuk berpaling dan melihat Kota Kapilavatthu muncul dalam pikiran-Nya.
Segera setelah munculnya pikiran itu, tempat di sekeliling Bodhisatta berputar seperti roda tembikar seolah-olah bumi berkata kepadanya, “O Bodhisatta mulia, kebajikan dan jasa yang telah Engkau miliki membuat-Mu tidak perlu berbalik untuk melihat apa pun yang Engkau inginkan; objek yang ingin Engkau lihat akan menampakkan dirinya di depan-Mu.”
Demikianlah Bodhisatta melihat Kota Kapilavatthu dari tempat-Nya berdiri tanpa perlu berpaling. Tempat di mana kuda Kanthaka berhenti ditandai dengan didirikannya stupa yang dinamai Kanthaka Nivattana. Beliau kemudian melanjutkan perjalanannya dengan penuh keagungan di atas punggung kuda Kanthaka.
Sepanjang perjalanan yang dilalui Bodhisatta, semua dewa dan brahmà berbaris di depan dan di belakang, di kiri dan kanan, beberapa memegang enam puluh ribu obor (enam ratus obor menurut Komentar Buddhavamsa); yang lain memberi penghormatan dengan karangan bunga yang terbuat dari bunga-bunga harum, bubuk cendana, pengusir serangga ekor yak, spanduk, dan pita. Mereka berbaris menyanyikan lagu-lagu surgawi dan memainkan segala jenis alat musik surgawi.
Sang Bodhisatta mulia, yang seperti dijelaskan di atas, telah melepaskan keduniawian dengan segala kemegahan melewati tiga kerajaan—Sàkiya, Koliya, dan Malla—dalam satu malam yang meliputi jarak sejauh tiga puluh yojanà, akhirnya tiba di tepi Sungai Anomà.
Kuda istana Kanthaka memiliki kecepatan yang memungkinkannya untuk berlari di sekeliling Gunung Cakkavàla di subuh hari dan tiba kembali tepat saat makan pagi disiapkan untuknya. Namun demikian, harus dimengerti bahwa pada waktu itu bunga-bunga harum yang ditebarkan oleh para dewa dan brahmà, nàga dan garuda, dan lain-lain dari angkasa menutupi seluruh permukaan tanah hingga setinggi perut kuda sehingga ia harus berjalan dengan susah payah, berjuang dan berjuang melewati lautan bunga seolah-olah melewati rawa-rawa, karena itulah ia hanya dapat berlari sejauh tiga puluh yojanà dalam semalam.
Selanjutnya===>>>
<<<===Sebelumnya
salam ceria...
0 komentar:
Posting Komentar