Kamis, 12 Juli 2012

Putri Mara Datang Merayu Buddha


Selanjutnya Màra merenungkan, “Walaupun aku telah mengikuti Buddha untuk mencari kesalahan-Nya, namun aku tidak berhasil menemukan kesalahan yang terkecil pun dari Pangeran Siddhattha yang dapat dicela. Sekarang, Pangeran Siddhattha telah lari dari kekuasaanku di tiga alam.

” Demikianlah ia termenung dan merasa patah hati duduk jongkok sendirian di jalan utama tidak jauh dari Buddha dan membuat goresan enam belas garis di atas tanah yang menggambarkan enam belas kejadian. Arti dari enam belas garis itu adalah sebagai berikut:

1. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis pertama.

2. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Moralitas dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kedua.

3. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Melepaskan keduniawian dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis ketiga.

4. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Kebijaksanaan dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis keempat.

5. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Usaha dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kelima.

6. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Kesabaran dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis keenam.

7. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Kejujuran dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis ketujuh.

8. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Tekad dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kedelapan.

9. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Cinta kasih dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kesembilan.

10. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Kesempurnaan Ketenangseimbangan dalam kehidupan lampauku. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kesepuluh.

11. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk memperoleh pengetahuan mengenai pikiran dan kehendak makhluk-makhluk lain (indriyaparopariyatti Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kesebelas.

12. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk memperoleh pengetahuan mengenai sifat dan watak makhluk-makhluk lain (àsayànusaya Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kedua belas.

13. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk mencapai Welas asih yang luar biasa (Mahàkarunàsamàpatti Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis ketiga belas.

14. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk memperoleh Kemampuan untuk melakukan Keajaiban Ganda (Yamaka-Pàtihàriya Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis keempat belas.

15. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk memperoleh pengetahuan yang tanpa halangan (anàvarana Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis kelima belas.

16. “Tidak seperti Pangeran Siddhattha ini, aku tidak memenuhi Sepuluh Kesempurnaan dalam kehidupan lampauku untuk memperoleh Kemahatahuan (Sabbannuta Nàna) yang tidak lazim bagi makhluk-makhluk biasa. Oleh karena itu, aku tidak dapat disamakan dengan Pangeran.” Dengan pikiran seperti ini, Màra menarik garis keenam belas.

Pada waktu itu, tiga putri Màra—Tanhà, Arati, dan Ràga—melihat ke sekeliling, berpikir, “Kita tidak melihat ayah kita (Màra). Di manakah ia sekarang?,” dan mereka melihatnya termenung berjongkok dan menggoreskan garis-garis di atas tanah, kemudian mereka segera mendekati ayah mereka dan bertanya, “Ayah, mengapa engkau begitu bersedih dan patah hati?” “Putri-putriku,” jawab Màra, “Petapa Gotama ini telah lari dari kekuasaanku di tiga alam.

Walaupun aku telah mengikutinya selama kurun waktu tujuh tahun untuk mencari kesalahan-Nya, namun aku tidak berhasil mendapat kesempatan sedikit pun untuk mencela-Nya. Oleh karena itulah aku begitu sedih dan patah hati.” “Ayah, jangan khawatir. Kami akan membujuk Petapa Gotama ini dan membawa-Nya ke hadapanmu, ayah,” janji tiga putri tersebut.

Kemudian Màra berkata, “Putriku, tidak seorang pun di dunia ini yang mampu membujuk Petapa Gotama ini. Petapa Gotama ini memiliki keyakinan yang sangat kokoh dan tidak tergoyahkan.” “Ayah, kami perempuan. Kami akan menjerat-Nya dengan nafsu dan segera membawa-Nya ke hadapanmu. Jangan kecewa dan bersedih.”

Setelah berkata demikian, tiga putri ini mendekati Buddha dan berkata dengan nada membujuk, “Yang Mulia Petapa, izinkan kami melayani-Mu, bersujud dengan hormat di kaki-Mu dan memuaskan segala kebutuhan-Mu.” Buddha mengabaikan mereka, dan tetap menikmati kebahagiaan Nibbàna dalam Phala Samàpatti tanpa membuka mata-Nya.

Kemudian, tiga putri Màra berdiskusi, “Para laki-laki memiliki selera yang berbeda. Beberapa menyukai perempuan yang muda dan halus; yang lain menyukai perempuan yang sedang dalam tahap pertama kehidupannya. Yang lain lagi menyukai perempuan yang sedang dalam tahap pertengahan. Jadi mari kita menciptakan perempuan dalam berbagai usia dan memikat petapa ini.”

Demikianlah, masing-masing dari mereka menciptakan seratus perempuan:

1. yang muda,
2. yang menjelang kehamilan,
3. yang telah melahirkan satu kali,
4. yang telah melahirkan dua kali,
5. yang dalam usia pertengahan,
6. yang dalam usia yang sangat dewasa dan matang, semuanya cantik-cantik.

Kemudian mereka mendekati Buddha enam kali dan merayu seperti sebelumnya, “Yang Mulia Petapa, izinkan kami melayani-Mu, bersujud dengan hormat di kaki-Mu, dan memuaskan segala kebutuhan-Mu.” Sama seperti sebelumnya, Buddha mengabaikan mereka, dan tetap menikmati kebahagiaan Nibbàna dalam Phala Samàpatti tanpa membuka mata-Nya.

Kemudian Buddha berkata, “Pergilah, dewi. Melihat manfaat apakah engkau mencoba menguji-Ku seperti ini? Perbuatan ini hendaknya dilakukan kepada mereka yang belum terbebas dari nafsu (ràga), kebencian (dosa), dan kebodohan (moha). Sedangkan Aku, Aku telah melenyapkan nafsu, Aku telah melenyapkan kebencian, Aku telah melenyapkan kebodohan.” Kemudian Buddha mengucapkan dua bait berikut seperti yang terdapat dalam Dhammapada:

Yassa jitam nàvajiyati
Jitamassa no yàti kosi loke
Tam Buddhaÿananta gocaram
Apadam kena padena nessatha
Yassa jàlini visattikà
tanhà natthi kuhin ci netave
tam Buddhaÿananta gocaram
apadam kena padena nessatha.

“Buddha, yang telah menaklukkan kotoran batin, tidak ada lagi yang harus ditaklukkan. Tidak ada kotoran apa pun yang telah ditaklukkan mengikuti Buddha. Buddha yang memiliki ketidakterbatasan pemahaman melalui kebijaksanaan, yang tidak memiliki faktor-faktor kotoran seperti nafsu (ràga), dengan cara apakah engkau akan membawa-Nya.

Buddha yang tidak memiliki faktor-faktor seperti kemelekatan (taõhà), yang bagaikan jerat yang dapat menariknya ke dalam kelahiran kembali, yang memiliki sifat seperti racun yang ganas; atau yang dapat melekati segala hal. Buddha yang memiliki ketidakterbatasan pemahaman melalui kebijaksanaan, yang tidak memiliki faktor-faktor kotoran seperti nafsu, dengan cara apakah engkau akan membawa-Nya.”

Setelah mengucapkan puji-pujian terhadap Buddha mereka berkata, “Ayah kita berkata benar. Petapa Gotama ini, yang memiliki ciri-ciri seperti Arahaÿ dan Sugata, tidak dapat dibujuk dengan menggunakan nafsu,” mereka kembali ke ayah mereka, Màra.

Selanjutnya===>>>
<<<===Sebelumnya

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute