Sabtu, 03 Desember 2011

Udancani Jataka

“Hidup bahagia tadinya adalah milikku,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai godaan dari seorang gadis yang gemuk (atau kasar). Kejadian ini akan diceritakan dalam Culla-Nārada-Kassapa-Jātaka189 di Buku Ketiga Belas.


Saat menanyai bhikkhu tersebut, Sang Buddha mendapat pengakuan darinya bahwa benar ia sedang jatuh cinta, dan mencintai gadis gemuk itu. “Bhikkhu,” kata Sang Guru, “ia akan menyesatkan dirimu. Demikian juga di masa yang lampau ia membuat engkau menjadi jahat, dan engkau dipulihkan hingga dapat merasa bahagia kembali oleh ia yang bijaksana dan penuh kebaikan di kehidupan yang lampau.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.

Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, terjadilah hal-hal seperti yang diceritakan dalam Culla-Nārada-Kassapa-Jātaka. Namun dalam kesempatan ini, Bodhisatta tiba di sore hari dengan membawa buah-buahan di tempat pertapaannya, membuka pintu dan berkata kepada putranya, “Di hari-hari biasa, engkau selalu membawakan kayu dan makanan, serta menyalakan perapian. Mengapa hari ini engkau tidak melakukan satu pun dari hal tersebut di atas, melainkan duduk termenung disini dengan menyedihkan?”

“Ayah,” kata anak muda itu, “ketika engkau pergi mengumpulkan buah-buahan, seorang gadis datang kemari, yang mencoba memikat saya dengan rayuan. Namun, saya tidak akan pergi sebelum berpamitan denganmu, jadi saya membuatnya pergi ke sana, duduk menunggu kedatanganku. Sekarang saya berharap untuk bisa pergi.”

Melihat anaknya terlalu kasmaran untuk bisa melepaskan gadis itu, Bodhisatta mengizinkannya pergi, berkata, “Saat ia menginginkan daging , ikan, biji-bijian, garam atau beras, maupun hal-hal lainnya untuk dimakannya, dan membuat engkau ke sana kemari atas perintahnya, ingatlah pada pertapaan ini dan kembalilah kemari.”

Maka anak tersebut pergi bersama gadis itu ke tempat tinggal penduduk; setibanya di rumah, gadis itu membuat anak muda tersebut berlari ke sana kemari untuk mengambilkan semua barang yang ia inginkan.

“Saya lebih seperti budaknya jika begini,” pikirnya, dan segera kembali ke tempat ayahnya, memberi hormat padanya, berdiri dan mengulangi syair berikut ini: —

Hidup bahagia tadinya adalah milikku,
hingga aku jatuh cinta padanya,
Kendi yang mengkhawatirkan dan menjemukan,
istriku  membuat saya menjalankan perintahnya
dengan berlari ke sana kemari.

Bodhisatta memuji anak muda tersebut, menasihatinya untuk berbaik hati dan bermurah hati, mengajarinya mengembangkan empat kediaman luhur dan cara-cara meditasi. Tak lama kemudian, anak muda itu telah memperoleh kesaktian dan pencapaian meditasi, dan tanpa terputus dari keadaan baik tersebut, bersama ayahnya, ia terlahir kembali di alam brahma.

Setelah uraian tersebut berakhir, dan Empat Kebenaran Mulia telah dibabarkan (di akhir khotbah, bhikkhu tersebut mencapai tingkat kesucian Sotāpanna), Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Gadis gemuk di saat ini merupakan gadis gemuk di masa itu; bhikkhu muda ini adalah anak tersebut dan Saya sendiri adalah sang ayah di masa itu.”

salam ceria...

CULLA SUTASOMA JĀTAKA

“Dengarkanlah saya, teman-teman,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang kesempurnaan dalam pelepasan (keduniawian).


Cerita pembukanya berhubungan dengan Mahānāradakassapa-Jātaka97.

Dahulu kala, kota yang sekarang menjadi Benares bernama Sudassana dan di sana hiduplah Raja Brahmadatta. Ratu utamanya melahirkan Bodhisatta. Wajahnya cerah sempurna seperti bulan purnama, dan oleh karenanya ia diberi nama Soma.

Ketika ia beranjak remaja, dikarenakan kegemarannya akan jus buah dan kebiasaannya mengambil sarinya, orang-orang mengenalnya sebagai Sutasoma (penyuling buah soma). Ketika dewasa, ia diajarkan semua cabang ilmu pengetahuan di Takkasilā, dan sekembalinya dari sana, payung putih diberikan kepadanya oleh ayahnya, dan ia pun memerintah kerajaan dengan benar, memiliki daerah kekuasaan yang sangat luas, memiliki enam belas ribu istri, dengan Candadevī sebagai ratu utamanya.

Seiring berjalannya waktu ketika ia dikaruniai dengan keluarga besar, ia menjadi tidak puas dengan kehidupan rumah tangga dan pergi ke hutan, dengan memiliki keinginan untuk menjalankan kehidupan petapa.

Suatu hari, ia memanggil tukang pangkasnya dan menyapanya demikian, “Jika melihat sehelai rambut putih di kepalaku, kamu harus memberitahukannya kepadaku.” Tukang pangkas tersebut setuju untuk melakukannya dan akhirnya ia melihat sehelai rambut putih dan memberitahu raja tentang itu.

Raja berkata, “Kalau begitu, cabutlah rambut itu dan letakkan di tanganku.” Tukang pangkas itu mencabutnya dengan menggunakan pinset emas dan meletakkannya di tangan raja. Ketika melihatnya, Sang Mahasatwa berseru, “Badanku adalah mangsa bagi penuaan,” dan dalam ketakutan ia mengambil rambut putih itu dan turun dari teras ia duduk di sebuah dipan yang dapat terlihat oleh pandangan banyak orang.

Kemudian ia memanggil delapan puluh ribu pejabat istananya yang dikepalai oleh panglima, enam puluh ribu brahmana yang dikepalai oleh pendeta kerajaan, penduduk kerajaan dan orang-orang lainnya, dan berkata kepada mereka, “Rambut putih sudah muncul di kepalaku. Saya sekarang adalah seorang lelaki tua dan kalian semua harus tahu bahwa saya akan menjadi seorang petapa,” dan ia mengucapkan bait pertama berikut:

Dengarkanlah saya, teman-teman dan rakyat
yang berkumpul di sini, pejabat kerajaanku;
Uban telah muncul di kepalaku,
sekarang saya akan menjalankan kehidupan petapa.

Ketika mendengar ini, dalam kegundahan, mereka mengucapkan bait berikut:

Kata-kata yang demikian tak berdasar seperti ini di dalam ucapan,
Anda menyebabkan panah tertancap di hatiku:
Ingatlah akan tujuh ratus wanita kerajaanmu, Paduka;
Apa yang akan terjadi dengan mereka jika Anda pergi?

Kemudian Sang Mahasatwa mengucapkan bait ketiga:

Kesedihan mereka akan segera terhibur oleh hal lain,
mereka masih muda dan cantik; saya telah bertekad
pada pelepasan keduniawiaan, sekarang saya
akan menjalankan kehidupan petapa.

Karena tidak bisa lagi menjawab raja, para pejabat kerajaannya pergi menjumpai ibunya dan memberitahunya tentang hal ini. Ibunya datang dengan tergesa-gesa dan setelah menanyakan kepada raja, “Apakah ini benar apa yang mereka katakan, Putraku, bahwa kamu ingin menjalankan kehidupan petapa?” ia mengucapkan dua bait berikutnya:

Hari di saat saya disebut sebagai Ibu oleh seorang anak sepertimu
adalah suatu ketidakberuntungan; Karena tanpa memedulikan air mata
dan ratap tangisku, wahai Sutasoma, kamu telah bertetap hati
menjalankan kehidupan petapa.

Hari di saat saya melahirkan dirimu
adalah suatu ketidakberuntungan; Karena tanpa memedulikan air mata
dan ratap tangisku, wahai Sutasoma, kamu telah bertetap hati
menjalankan kehidupan petapa.

Ketika ibunya meratap demikian, Bodhisatta tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ibunya tinggal sendirian, sambil menangis. Kemudian mereka memberitahu ayahnya. Ayahnya datang dan mengucapkan satu bait berikut:

Kebenaran apa ini yang menuntunmu menjadi
Ingin untuk meninggalkan kerajaan dan rumahmu?
Meninggalkan kedua orang tuamu sendirian di sini,
untuk menjalankan kehidupan petapa?

Ketika mendengar ini, Sang Mahasatwa terdiam. Kemudian ayahnya berkata, “Anakku Sutasoma, meskipun kamu tidak memiliki cinta kepada orang tuamu, tetapi kamu memiliki banyak putra dan putri yang masih kecil. Mereka tidak akan bisa hidup tanpa dirimu. Maukah kamu baru menjadi petapa di saat mereka telah tumbuh dewasa?” dan ia mengucapkan bait ketujuh berikut:

Tetapi kamu memiliki banyak anak,
dan semuanya masih muda;
Di saat Anda tidak terlihat lagi,
betapa sedih mereka nantinya!

Mendengar ini, Sang Mahasatwa mengucapkan satu bait kalimat:

Ya, saya memiliki banyak anak,
dan mereka masih muda; Saya telah bersama
dengan mereka dalam waktu yang lama,
sekarang saya harus pergi.

Demikianlah Sang Mahasatwa memaparkan kebenaran kepada ayahnya. Dan ketika mendengar pemaparannya tentang kebenaran tersebut, raja pun terdiam. Kemudian mereka memberitahu ketujuh ratus wanita kerajaannya. Setelah turun dari istana, mereka datang ke hadapannya, dan dengan memegang kakinya, mereka meratap tangis dan mengucapkan bait ini:

Hatimu pastinya telah menghancurkan rasa sedih,
atau Anda pastinya tidak mengenal belas kasih,
sehingga Anda hendak menjalankan kehidupan petapa,
dan meninggalkan kami semua di sini, meratap tangis.

Ketika mendengar ratapan mereka di saat mereka bersujud di kakinya dan menangis dengan keras, Sang Mahasatwa mengucapkan satu bait berikut:

Hatiku tidak menghancurkan rasa sedih,
Meskipun saya merasa kasihan atas penderitaanmu,
tetapi saya tetap harus menjadi petapa,
agar saya dapat memperoleh kebahagiaan surgawi.

Kemudian mereka memberitahukannya kepada permaisuri; meskipun dibebani oleh kandungannya, tetapi ia tetap datang, tepat pada waktunya. Ia menghampiri Sang Mahasatwa dan setelah memberi hormat kepadanya, berdiri di satu sisi dan mengucapkan tiga bait berikut:

Hari di saat saya diperistri olehmu adalah suatu ketidakberuntungan;
karena tanpa memedulikan air mata dan ratap tangisku,
wahai Sutasoma, kamu telah bertetap hati
menjalankan kehidupan petapa.

Hari di saat saya diperistri olehmu adalah suatu ketidakberuntungan;
karena kamu akan meninggalkanku mati dalam kesedihan,
wahai Sutasoma, kamu telah bertetap hati
menjalankan kehidupan petapa.

Waktu persalinanku sudah dekat, dan saya akan merasa gembira
jika kamu tetap tinggal bersama denganku, sampai anakku lahir,
sebelum hari itu, saya akan melewati
hari menyedihkan yang dirampas olehmu.

Kemudian Sang Mahasatwa mengucapkan satu bait berikut:

Waktu persalinanmu sudah dekat, sampai bayi itu lahir,
saya tidak bisa tinggal bersama denganmu;
Saya akan meninggalkan anak kerajaan ini
dan pergi menjalankan kehidupan petapa.

Ketika mendengar perkataannya ini, permaisuri tidak dapat mengendalikan kesedihannya, dan memegang dadanya dengan kedua tangan, ia berkata, “Untuk selanjutnya, tidak ada lagi kejayaan kita.” Kemudian sembari mengusap air matanya, ia meratap tangis dengan kuat. Sang Mahasatwa mengucapkan satu bait berikut untuk menghibur dirinya:

Ratuku, yang terkasih Candā,
dengan mata seperti bunga biru100,
janganlah meratap tangis karena diriku,
naiklah kembali ke istanamu:
Saya akan tetap pergi tanpa ada yang menjaga dirimu.

Karena tidak tahan dengan kata-katanya, permaisuri naik ke istana dan duduk di sana, sambil menangis. Kemudian putra sulung Bodhisatta yang melihat kejadian ini berkata, “Mengapa ibuku duduk di sini, sambil menangis?” dan ia mengucapkan bait kalimat berikut dalam bentuk sebuah pertanyaan:

Siapa yang telah mengganggumu, Ibuku terkasih,
mengapa Anda menangis dan menatap diriku dalam?
Haruskah saya habiskan mereka,
sanak keluargaku yang jahat padamu, untuk dirimu?

Kemudian permaisuri mengucapkan bait berikut:

Tidak ada bahaya, Putraku terkasih, yang dapat menyentuh kepalanya,
ia yang hidup memberikan penderitaan ini kepadaku:
Karena, ketahuilah, orang itu adalah ayahmu yang mengatakan,
‘Saya akan tetap pergi tanpa ada yang menjaga dirimu.’

Mendengar perkataan ibunya, ia berkata, “Ibu, apa ini yang Anda katakan? Jika memang ini kejadiannya, kita akan menjadi tidak berdaya,” dan dengan ratap tangis, ia mengucapkan bait ini:

Saya, yang dahulu berkeliaran di taman
melihat gajah-gajah liar terlibat dalam pertarungan,
jika ayahku harus menjalankan kehidupan petapa,
apa yang harus kulakukan, orang malang yang tidak beruntung?

Kemudian di saat melihat mereka berdua sedang menangis, adiknya yang berusia tujuh tahun menghampiri ibunya dan berkata, “Ibu dan Abangku terkasih, mengapa kalian menangis?” Dan setelah mendengar penyebabnya, ia berkata, “Baik, berhentilah menangis; saya tidak akan membiarkannya menjadi seorang petapa,” dan ia menghibur mereka berdua.

Setelah turun dari istana tersebut bersama dengan perawatnya, ia pergi menjumpai ayahnya dan berkata, “Ayah, mereka memberitahuku bahwa Anda akan meninggalkan kami meskipun dengan menentang kehendak kami, dan mengatakan bahwa Anda akan menjadi seorang petapa. Saya tidak mengizinkanmu menjadi seorang petapa,” dan dengan memegang ayahnya dengan erat pada bagian leher, ia mengucapkan bait ini:

Ibu dan abangku sedang menangis,
menginginkanmu untuk tetap tinggal,
saya juga akan menahanmu dengan memegang tanganmu,
tidak akan membiarkanmu pergi di luar kehendak kami.

Sang Mahasatwa berpikir, “Anak ini adalah satu sumber hambatan bagi diriku; dengan cara apakah saya harus menghindarinya?” Kemudian setelah melihat pengasuhnya, ia berkata, “Bu, lihatlah permata ini. Ini akan menjadi milikmu jika kamu dapat membawa anak ini pergi, sehingga ia tidak menjadi satu hambatan bagiku.”

Demikian, karena ia tidak dapat menghindari anak yang memegang tangannya itu, ia menjanjikan pengasuh tersebut sogokan dan mengucapkan bait berikut:

Pengasuh, bawalah anak kecil ini,
mainlah dengannya di tempat lain;
Kalau tidak, ia akan merusak kebahagiaanku
dan menghalangi diriku dalam jalanku menuju ke alam surga.

Perawat tersebut mengambil sogokannya, membawa anak itu ke tempat yang lain untuk menghibur dirinya, dan dengan meratap demikian ia mengucapkan bait ini:

Bagaimana jika saat ini saya langsung menolak
—saya tidak memerlukannya—permata berkilau ini?
Karena jika Anda menjadi seorang petapa,
apalah gunanya permata ini bagiku?

Kemudian panglima raja berkata, “Menurutku, raja ini telah berpikiran bahwa ia hanya memiliki harta kekayaan yang sedikit di dalam rumahnya. Saya akan membuatnya tahu bahwa ia memiliki jumlah yang banyak,” setelah berdiri, ia memberi hormat kepada raja dan mengucapkan bait ini:

Perbendaharaanmu dipenuhi dengan banyak harta,
Anda telah mengumpulkan kekayaan, wahai raja, dalam jumlah besar;
Seluruh dunia dikuasai olehmu,
ambillah mereka sesuka hatimu, jangan menjadi petapa.

Mendengar ini, Sang Mahasatwa mengucapkan bait ini:

Perbendaharaanku dipenuhi dengan banyak harta,
saya telah mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar;
Seluruh dunia dikuasai olehku,
saya tinggalkan semuanya itu untuk menjadi petapa.

Ketika ia pergi setelah mendengar ini, seorang saudagar kaya bernama Kulavaddhana berdiri dan dengan memberi hormat kepada raja, mengucapkan bait ini:

Saya telah mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar,
wahai raja, di luar batas semua kekuatan mampu menghitung yang besar:
Lihatlah, saya memberikan semuanya kepadamu,
ambillah mereka sesuka hatimu; jangan menjadi petapa.

Ketika mendengar ini, Sang Guru mengucapkan satu bait berikut:

Wahai Kulavaddhana, saya tahu,
kamu akan memberikan kekayaanmu kepadaku;
Akan tetapi saya telah bertekad pada pelepasan keduniawiaan,
sekarang saya akan menjalankan kehidupan petapa.

Setelah Kulavaddhana mendengar ini dan pergi, ia kemudian menyapa adiknya Somadatta, “Adik, saya merasa tak puas, seperti ayam dalam kandang, ketidakpuasanku terhadap kehidupan rumah tangga telah membuat diriku menjadi lebih baik. Hari ini juga saya akan menjadi seorang petapa; Gantilah diriku untuk memimpin kerajaan ini,” dan dengan mengalihkannya kepada dirinya, ia mengucapkan bait ini:

Wahai Somadatta, saya merasa yakin,
ketidakpuasan atas keduniawian telah mencuri indraku
di saat memikirkan perbuatan burukku yang menyerang dari segala arah:
Hari ini saya akan menjadi seorang petapa.

Setelah mendengar perkataannya, Somadatta juga ingin menjadi seorang petapa, dan untuk menjelaskan ini, ia mengucapkan bait berikutnya:

Sutasoma terkasih, pergi dan tinggallah
di dalam bilik kecil petapa jika itu membahagiakanmu;
Saya juga senang untuk menjadi seorang petapa,
hidup tidak terpisah darimu.

Kemudian untuk menolak ini, Sutasoma mengucapkan setengah bait berikut:

Anda tidak boleh pergi, atau di seluruh ruangan,
kehidupan rumah akan menjadi terhenti.

Ketika mendengar ini, orang-orang bersujud di kaki Sang Mahasatwa dan berkata, dengan meratap:

Jika Sutasoma harus menjadi seorang petapa,
apa yang akan terjadi dengan kami?

Kemudian Sang Mahasatwa berkata, “Jangan bersedih. Walaupun saya telah lama bersama dengan kalian, tetapi saya harus berpisah dari kalian, tidak ada yang kekal dalam segala yang terkondisi,” dan untuk mengajarkan kebenaran kepada orang banyak tersebut, ia berkata,

Seperti air yang melewati saringan,
demikianlah singkatnya hari-hari kita yang berlalu dengan cepat:
Dengan kehidupan yang demikian terbatas,
hendaknya tidak boleh ada ruang untuk kelalaian.

Seperti air yang melewati saringan,
demikianlah singkatnya hari-hari kita yang berlalu dengan cepat:
Dengan kehidupan yang demikian terbatas,
hanya orang dungu yang memberi ruang untuk kelalaian.

Terikat erat oleh nafsu-nafsu keinginan, mereka akan terjatuh dikarenakannya;
Orang-orang yang demikian akan memperbesar jumlah penghuni alam neraka,
meramaikan alam hewan dan alam hantu kelaparan,
serta melipatgandakan jumlah penghuni alam semidewa (asura).

Demikian Sang Mahasatwa memaparkan kebenaran kepada orang banyak tersebut, dan dengan naik ke atas Istana Bunga (Pubbakapāsāda), ia berdiri di tingkat ketujuh.

Dengan sebilah pedang ia memotong rambutnya dan berteriak, “Sekarang saya bukanlah siapa-siapa bagi kalian. Pilihlah seorang raja,” dan setelah mengucapkan kata-kata ini, ia membuang rambut, ikat kepala, dan semuanya ke tengah kerumunan orang banyak tersebut.

Orang-orang menangkap benda-benda itu, dan mereka meratap dengan keras ketika berguling-guling di tanah. Timbullah gumpalan debu di tempat ini sampai pada ketinggian yang hebat, dan orang-orang yang berdiri dibelakang melihatnya dan berkata, “Raja pasti telah memotong rambut, ikat kepala dan semuanya, dan melemparkannya ke tengah kerumunan. Oleh karenanya, timbul gumpalan debu di dekat istana,” dan dengan meratap demikian, mereka mengucapkan bait ini:

Gumpalan debu di sana,
lihat bagaimana ia timbul di dekat Istana Bunga kerajaan;
Raja kebenaran yang termashyur, pemimpin kita,
telah memotong rambutnya dengan sebilah pedang.

Sang Mahasatwa mengutus seorang pelayan mempersiapkan segala barang perlengkapan seorang petapa untuk dibawa kepadanya, dan meminta seorang tukang pangkas untuk memangkas rambut dan janggutnya. Setelah membuang jubah bagusnya di kursi, ia menggunting potongan kain berwarna, mengenakan kain berwarna kuning ini, mengikat sebuah patta yang terbuat dari tanah liat di bahu kirinya, dan dengan peralatan seorang pengemis di tangannya ia melangkah maju mandur dari tingkat paling atas tersebut, kemudian turun dari istana, melangkah ke luar di jalan, tetapi tidak seorang pun mengenali dirinya di saat ia pergi.

Kemudian ketujuh ratus wanita kerajaannya yang naik ke menara dan tidak menemukan dirinya, hanya melihat bundelan perhiasannya, turun kembali dan memberitahukan enam belas ribu istri raja, dengan berkata, “Raja Sutasoma, Pemimpin terkasih kalian, telah menjadi seorang petapa,” dan dengan kerasnya meratap tangis, mereka pergi keluar.

Pada waktu ini orang-orang mengetahui bahwa dirinya telah menjadi seorang petapa, dan seluruh kota menjadi sangat kacau, dan orang-orang berkata, “Mereka mengatakan, raja kita telah menjadi seorang petapa,” dan mereka berkumpul bersama di depan pintu istana dengan meneriakkan, “Raja pasti ada di sini atau di sana,” mereka berlari ke semua tempat yang sering dikunjungi dirinya, dan ketika tidak menemukan raja mereka berkeliaran ke sana dan ke sini, dengan mengucapkan ratapan mereka di dalam bait berikut:

Di sini adalah istana emasnya,
semuanya dihias dengan karangan bunga yang harum,
dikelilingi oleh begitu banyak wanita yang cantik,
raja akan sering sekali pulang kembali.

Di sini adalah istana emasnya,
semuanya dihias dengan karangan bunga yang harum,
dikelilingi oleh begitu banyak wanita yang cantik,
raja kami akan dapat menguasai dengan segala kebesarannya
dengan sanak keluarga ada di sampingnya.

Ini adalah kebunnya yang terang
dengan bunga-bunga di sepanjang musim
yang selalu berubah-ubah, dikelilingi oleh begitu banyak…

Danau birunya ditumbuhi oleh bunga teratai,
dihuni oleh burung-burung liar,
yang terlihat dari sini,
dikelilingi oleh begitu banyak …

Demikianlah orang-orang mengucapkan ratapan tersebut dalam berbagai tempat yang berbeda ini, dan kemudian setelah kembali ke halaman istana, mereka mengucapkan bait berikut:

Raja Sutasoma, sedih untuk dikatakan,
telah meninggalkan takhtanya demi bilik kecil petapa;
Dan, dengan berpakaian serba kuning,
pergi berjalan seperti gajah yang tersesat sendirian.

Kemudian mereka berangkat dengan meninggalkan semua perkakas rumah tangganya, dan dengan menggandeng tangan anak-anaknya, mereka pergi berduyun-duyun ke tempat Bodhisatta, dan bersama mereka juga ikut orang-orang tua dan anak-anaknya beserta enam belas ribu gadis penari.

Kota menjadi terlihat seperti sebuah tempat yang tidak berpenghuni, dan di belakang mereka tersebut, terdapat para penduduk desa.

Bodhisatta beserta dengan rombongannya yang mencakup panjang dua belas yojana pergi menuju ke arah pegunungan Himalaya. Kemudian Sakka, yang mengetahui tentang pelepasan kehidupan duniawi oleh dirinya, memanggil Vissakamma dengan berkata, “Teman Vissakamma, Raja Sutasoma akan pensiun dari kehidupan duniawi. Ia harus memiliki sebuah tempat untuk tinggal. Akan ada satu kumpulan yang besar dari mereka.” Dan ia mengutusnya dengan berkata, “Pergi dan bangunlah sebuah tempat pertapaan, dengan panjang tiga puluh yojana dan lebar lima yojana, di tepi Sungai Gangga di negeri Himalaya.” Ia pun melakukan demikian dan menyediakan di dalam tempat pertapaan tersebut semua yang dibutuhkan dalam kehidupan petapa, ia juga membuat jalan setapak yang mengarah lurus ke sana, dan kemudian kembali ke alam dewa.

Sang Mahasatwa masuk ke dalam tempat pertapaan itu dengan melewati jalan tersebut; setelah ia yang pertama bertahbis, ia menahbiskan yang lainnya menjadi petapa, dan akhirnya terdapat sejumlah besar yang ditahbiskan, demikian banyaknya sehingga ruang yang luasnya tiga puluh yojana itu terisi oleh mereka.

Tentang bagaimana tempat pertapaan itu dibangun oleh Vissakamma, bagaimana sejumlah besar orang tersebut ditahbiskan, dan bagaimana tempat pertapaan Bodhisatta tersebut direncanakan—semuanya ini akan dimengerti dalam hubungannya dengan Hatthipāla-Jātaka103.

Dalam kelanjutan kisah ini, jika ada satu pikiran akan nafsu keinginan atau pikiran buruk lainnya muncul di dalam pikiran siapa saja, maka Sang Mahasatwa akan mendatangi dirinya dengan terbang melalui udara dan dengan duduk bersila di angkasa, dengan memberikan nasihat, akan menyapanya dalam dua bait berikut:

Jangan timbulkan dalam pikiran akan nafsu masa lalu, dengan wajah tersenyum;
Kalau tidak, tempat kebahagiaan yang indah itu
akan membangkitkan kesenangan indriawi dan membunuhmu.

Jangan lengah, tebarkanlah cinta kasih kepada semua orang, siang dan malam;
Maka kamu akan mendapatkan alam brahma, tempat mereka
yang menjalankan kediaman luhur akan muncul.

Dan rombongan resi ini yang mengikuti nasihatnya tersebut mengalami kelahiran di alam brahma, dan kisah ini akan diceritakan semuanya seperti di dalam Hatthipāla-Jātaka.

Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata: “Bukan hanya kali ini, Para Bhikkhu, tetapi di masa lampau juga Sang Tathāgata (Tathagata) melakukan pelepasan agung terhadap keduniawian,” dan Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, ayah dan ibu adalah anggota dari kerajaan yang agung, Candā adalah Ibunya Rāhula (Rahula), putra sulung adalah Sāriputta, adiknya adalah Rahula, pengasuh adalah Khujjuttarā, Kulavaddhana, sang saudagar kaya, adalah Kassapa, panglima adalah Moggallāna, Pangeran Somadata adalah Ānanda, Raja Sutasoma adalah diriku sendiri.”

salam ceria...

Siluman Ular Putih

Ini adalah kisah yang sangat populer dari daerah Hangzhou dalam Periode Lima Dinasti. Ular Putih Bai Suzhen dan Ular hijau Xiaoqing dari Gunung Emei, memiliki kekuatan sihir merubah diri menjadi wanita muda dan cantik.


Mereka datang untuk menemukan seorang pria bernama Xu Xian yang pernah menyelamatkan hidup Ular Putih di Danau Barat kota Hangzhou pada kehidupan sebelumnya. Ular Putih jatuh cinta kepada Xu Xian pada pandangan pertama. Beberapa lama kemudian mereka segera menikah.

Dengan menulis resep, Ular Putih Bai Suzhen membantu suaminya di toko obat herbal yang mereka buka. Pasien yang kurang mampu diberikan pengobatan dan obat – obatan secara gratis. Toko dengan cepat menjadi terkenal. Suatu hari seorang rahib bernama Fa Hai melihat pasangan ini dan memperingatkan Xu Xian bahwa istrinya adalah siluman ular putih.

Saat Festival Perahu Naga, ada kebiasan untuk setiap rumah tangga menanam tanaman seperti calamus dan mugwort Tiongkok dengan tujuan mengusir roh – roh. Tentu ini berbahaya bagi Bai Suzhen dan Xiaoqing, karena mereka adalah roh yang menjelma jadi manusia. Dengan alasan sedang hamil, Bai Suzhen meminta kepada suaminya untuk tinggal dirumah.

Xu Xian menemani istrinya di rumah pada hari itu dan Dia menyiapkan sebotol anggur dengan realgar. Realgar tidak hanya untuk mengusir roh, tapi juga diangggap dapat bermanfaat bagi wanita hamil. Di bawah bujukan suaminya, Bai Suzhen tidak bisa mencari alasan lagi untuk menolak dan berpikir, dengan kemampuan sihirnya mampu membuatnya kebal dari efek realgar.

Dia kemudian meminumnya, tapi dia tidak mampu bertahan, dia menderita sakit dan gelisah, berlari ke tempat tidur dan menutup tirainya. Khawatir akan keadaan Bai Suzhen, Xu Xian bergegas ke tempat tidur dan membuka tirai. Bai Suzhen tidak lagi disana, di tempat tidur itu dia melihat Ular Putih besar melingkar. Xu Xian sangat terkejut, dia jatuh ke lantai dan meninggal.

Ketika efek realgar memudar, Bai Suzhen secara berlahan –lahan kembali ke bentuk manusia. Ia amat sedih ketika menemukan Xu Xian meninggal di samping tempat tidur. Tapi dia tahu bahwa ada Ganoderma , sebuah tanaman herbal dari Gunung Kunlun, dapat mengembalikan hidup suaminya. Ia terbang ke Gunung Kunlun untuk mencuri tanaman langit tersebut, disana dia bertemu Bangau putih dan penjaga langit yang bertanggung jawab menjaga Ganoderma.

Mereka berjuang mencegah dia mengambil Ganoderma dan Bai Suzhen kalah dalam pertempuran, tiba-tiba sebuah suara memerintahkan mereka untuk berhenti. Itu adalah suara Dewa Selatan. Bai Suzhen memohon sambil menangis meminta Dewa mau membantunya. Kagum dengan ketulusan dan ketekunan Bai Suzhen, akhirnya diberikan padanya Ganoderma tersebut.

Xu Xian segera hidup kembali setelah Bai Suzhen memberikan Ganoderma kepadanya. Tapi dia masih ingat dan takut, pada ular yang dia lihat di tempat tidur istrinya.
Bai Suzhen mengarang cerita untuk menenangkan suaminya., ia mengatakan kepadanya, Ular yang ia lihat ternyata adalah seekor naga turun dari surga. Pemandangan itu pertanda baik. Suaminya menyesal dia tidak sadar pada waktu itu, kalau tidak, dia akan membakar dupa kepada naga.

Xiaoqing menambahkan, ia juga telah melihat sesuatu yang menyerupai ular putih atau naga terbang dari tempat tidur ke jendela dan kemudian menghilang. Xu Xian berkurang kecurigaannya oleh cerita-cerita ini.

Xu Xian ingat pada Fa Hai dan pergi ke Kuil Jinshan untuk menemuinya. Fa Hai menyarankan Xu Xian menjadi rahib untuk melupakan istrinya. Fa Hai bisa mengurus roh. Bai Suzhen bertarung dengan Fa Hai di Kuil Jinshan, Dia meminta pasukan makhluk bawah air untuk membantunya dan menciptakan banjir.

Fa Hai juga memiliki kekuatan sihir dan meminta tentara langit untuk menyelamatkan kuil. Karena Bai Suzhen hamil, dia terlalu lemah untuk bertarung lebih keras, Dia menyerah dan menunggu waktu setelah melahirkan.

Xu Xian pergi menemui putranya dan membawa sebuah topi sihir dari Fa Hai untuk putranya. Topi sihir tersebut menangkap Ular Putih. Fa Hai memenjarakan Ular Putih dalam Pagoda Leifeng.

Ular Hijau, Xiaoqing tidak mampu menghadapi Fa Hai sendirian, meloloskan diri dan berlatih kekuatan sihir dengan lebih keras. Setelah anak Bai Suzhen tumbuh dewasa. Ia membalas dendam menghancurkan Pagoda Leifeng dan menyelamatkan ibunya. Akhirnya Ular Putih Bai Suzhen bersatu kembali dengan suami dan anaknya.

Karena kisah ini begitu populer, ia telah banyak ditampilkan dalam bentuk opera, film, novel, komik, kartun dan game PC. Bagian awal dan akhir cerita, telah banyak ditulis ulang.

salam ceria...

Jumat, 02 Desember 2011

Ikut Ke Alam Baka

Alkisah seorang saudagar kaya mempunyai empat orang istri. Suatu ketika tiba saatnya hendak menemui ajalnya. Saudagar hendak mengajak istri nya pergi mati bersamanya. Saudagar tentu memilih istri keempatnya, istri yang paling cantik dan paling ia sayangi.

lalu ia bertanya pada istri ke 4 " istri ku, maukah kau ikut bersama ku?" mendengar penuturan suaminya istri ke 4 berpikir dirinya masih muda dan cantik, untuk apa ikut mati bersamanya. Bila suaminya mati, tentu dia masi bisa menikah dengan pria lain. Lalu berkata pada suaminya " Maafkan aku suamiku, aku tidak bisa ikut kau pergi."

Saudagar begitu bersedih, lalu melirik istri ke 3. Dipikir - pikir, yah... tak ada istri ke 4 masi ada yang ke 3. wajah juga masih lumayan cantiklah. Kemudian berkata pada istri ke 3 "Istri ku, maukah kau ikut aku dan menemani ku?" Istri ke 3 dengan santun berkata " Maafkan saya suami ku, saya mungkin tidak bisa menemanimu ke akhirat. Tapi jangan khawatir, saya akan selalu mendoakan mu dirumah. Pagi sore memasang dupa untuk mu. "

Mendengar itu Saudagar kembali bersedih, lalu diliriknya istri ke 2. " Istri ku, maukah kau ikut dengan ku ?" lalu istri ke 2 menjawab " Saya tidak bisa ikut kamu ke alam baka, tapi saya bisa mengantar mu sampai kuburan." Akhirnya pilihan terakhir jatuh pada istri pertama. Yah.. walaupun sudah penuh keriput dan sedikit peot, tapi lumayanlah daripada tidak ada. Lalu dengan agak segan menanyakan kesediaan istri pertama.

Tanpa disangka oleh Saudagar, ternyata istri pertama menjawab " Baiklah suami ku, saya mau ikut dengan mu. kemana pun kau pergi."

Tahukah anda siapa gerangan para istri Saudagar ini ?

Istri Ke Empat mewakili harta yang kita miliki didunia ini. Suatu hari ketika tiba kita menutup mata, mereka seketika akan meninggalkan kita dan menjadi milik yang lain.

Istri ke Tiga adalah saudara, orang tua dan sanak family kita. Ketika kita meninggal mereka hanya bisa menyembahyangi dan mengenang kita. Tetap tidak bisa menemani kita menemui Raja Neraka.

Istri ke Dua adalah badan kasar kita. Ketika kita meninggal nanti, badan kasar ini juga tidak kita bawa mati. Hanya sampai di kuburan saja sudah tidak melekat pada kita.

Istri Pertama adalah Roh sejati kita, Jasa pahala dan Dosa. Ketika seseorang meninggal, tidak ada satupun barang didunia yang akan dibawanya. Hanya amal dan dosa yang mengikuti roh suci kita ke alam baka.

Berapa besar pun rumah yang anda miliki, tetap hanya akan tidur di satu ranjang saja.
Berapa banyak pun beras yang anda hasilkan dari ladang anda tetap nasi yang anda makan tak lebih dari dua liter sehari
Berapa banyak pun istri cantik dan anak - anak lucu yang anda miliki, tentu tidak bisa anda bawa mati.
Sadarilah segala hal yang berbentuk didunia ini hanyalah palsu belaka.

salam ceria...

Urat Nadi Naga

Pada jaman Tiongkok kuno, hiduplah seorang master Feng Shui (hongshui) yang sangat piawai namun berhati jahat, dia mencurahkan seluruh hidupnya untuk mencari “urat nadi naga" yang legendaris seperti yang disebutkan dalam buku-buku kuno.


Suatu hari ia melakukan sebuah perjalanan ke sebuah tempat yang terpencil. Setelah menaiki satu bukit ke bukit yang lain, dibawah terik matahari dan sulit mendapatkan air, ia benar-benar kecapekan dan kehausan.

Akhirnya ia dari kejauhan melihat sebuah bangunan yang hampir roboh dikelilingi tembok, dengan bergegas ia berlari ke bangunan tersebut dan mengetuk pintunya.

Setelah menunggu agak lama, seorang wanita tua membuka pintu. Langsung ia memohon sambil mengusap keringat yang bercucuran di keningnya karena tersengat matahari sepanjang hari, ”Nenek, bolehkah saya minta seteguk air untuk minum?” Wanita tua itu melihat wajah master Feng Shui yang penuh semangat, dan nadi leher yang tenggelam oleh panas matahari. “Tunggulah”, katanya, lalu ia membalikkan badannya, pergi perlahan meninggalkan Master Feng Shui itu tanpa mempersilahkan masuk.

Setengah hari telah berlalu, baru saja si Master Feng Shui itu telah hilang kesabarannya, wanita tua itu kembali dengan membawa semangkok air ditangannya. Segera saja Master Feng Shui itu meraih mangkok dari tangan nenek tua itu dan seketika hendak meneguk habis air dalam mangkok itu, namun ia menemukan beberapa sekam mengapung diatas air. Ia menjadi sangat marah, namun karena ia begitu haus, dengan enggan ia meniup sekam itu ke pinggir mangkok dan meminumnya dengan perlahan.

Ia berpikir: ”Orang tua ini sungguh sangat tidak ramah, dan juga pelit; ia bahkan tak memberiku semangkok air yang bersih. Biarlah, aku akan memberinya pelajaran...” Master Feng Shui memutuskan hatinya dengan bulat, dan berkata pada wanita tua itu:”Nenek, terima kasih airnya, tetapi saya tak punya apapun untuk menggantinya. Saya adalah seorang master Feng Shui, bagaimana kalau saya memilihkan tempat pemakaman yang paling sesuai untuk nenek, sehingga dapat beristirahat dengan tenang bila kelak waktunya telah tiba.”

Wanita itu mengikuti master Feng Shui ke sebuah bukit yang terdekat, dan master itu mengeluarkan penunjuk arah Feng Shui nya. Setelah lama melakukan pengukuran dan pengamatan, akhirnya ia menggambar sebuah tanda silang di tanah dan berkata pada wanita tua itu,”Inilah tempat yang paling menguntungkan, nenek dapat beristirahat disini bila waktumu tiba.” “Bagus”, kata nenek menerima saran Master Feng Shui itu, dan berkata,”Anda sebaiknya lekas-lekas pergi sebentar lagi akan ada badai.”

Sepuluh tahun kemudian, si master Feng Shui itu melewati lagi tempat yang dulu ditunjuknya. Ia teringat wanita tua yang dulu ditemuinya serta tempat pemakaman yang ditunjuknya untuk wanita tua itu. Sebenarnya tempat yang dipilihkan dia merupakan sebuah tempat terlarang dan membawa sial. Dengan kata lain, ketika wanita tua itu dimakamkan disana, keluarga yang ditinggalkannya akan tertimpa malapetaka. Master Feng Shui itu telah sampai dilokasi pemakaman, dengan cepat ia mengenali batu nisan yang berdiri ditempat yang dulu ia pilihkan untuk pemakaman nenek tua itu.

Si Master Feng Shui itu melihat sekeliling dan mendapati bangunan rusak yang dulu dia lihat sudah tidak ada lagi disana, kemudian dia menuruni bukit itu, tempat yang dulu terpencil itu kini telah berubah menjadi sebuah kota kecil yang sibuk. Ia menuruni bukit dan mengetuk pintu rumah yang paling mewah dikota itu. Seorang anak muda membukakan pintu dengan hangat dan mempersilakannya masuk.

Master Feng Shui itu menanyakan bangunan yang telah rusak dan perihal nenek tua yang dulu ditemuinya. Pemuda itu dengan antusias bertanya:”Andakah master Feng Shui itu? Nenek meninggal sesaat anda pergi, dan mengatakan perihal anda sebelum meninggal. Dia bersikeras meminta untuk dikuburkan ditempat yang anda pilihkan, dia bilang karena anda telah memilihkan dengan susah payah.”

Pemuda itu membawakan semangkok air sambil berkata, ”Minumlah air ini dengan pelan-pelan, jangan meminumnya dengan tergesa-gesa, anda baru saja menempuh perjalanan jauh dibawah terik matahari. Itulah yang selalu nenek katakan. Saya berharap anda tidak marah seperti 10 tahun yang lalu ketika ia memberi anda air untuk diminum.

Nenek selalu menaruh beberapa butir sekam kedalam air setiap kali pengembara datang dan meminta air, agar orang tersebut tidak meminumnya dengan tergesa-gesa sehingga tidak membahayakan keselamatannya. Begitu mendengar perkataan ini, si Master Feng Shui ini hampir saja pingsan. Sungguh sangat disayangkan, sudah sangat terlambat untuk memperbaikinya.

Akan tetapi, melihat kehidupan keluarga ini demikian makmur, si Master Feng Shui ini tak habis pikir. Ia berkata pada dirinya sendiri,”Apakah aku telah melakukan kesalahan saat itu? Sungguh tidak mungkin.”

Dengan ditemani si pemuda itu, Master Feng Shui kembali mengunjungi lokasi pemakaman nenek tua itu. Ia mengeluarkan kompas Feng Shui nya, dan dengan cermat diukurnya berulang-ulang. “Mustahil, mustahil”, gumam Master Feng Shui itu yang semakin penasaran. Mungkinkah ini “urat nadi naga” yang telah dia impikan selama bertahun-tahun? Pemuda itu lalu menceritakan peristiwa yang terjadi 10 tahun yang lalu. “Tak lama setelah anda pergi, tempat ini dihajar angin topan, hujan lebat terjadi selama 3 hari tanpa henti. Banjir bandang menghanyutkan semuanya termasuk bangunan yang rusak itu.”

“Ketika banjir telah surut, keluarga kami harus membangunnya mulai dari nol lagi. Seperti yang anda lihat, tempat asli dari bangunan tua itu sekarang telah berubah menjadi rumah yang paling menonjol. 10 tahun yang lalu, hanya ada beberapa rumah disini, sekarang tempat ini telah menjadi sebuah kota kecil yang indah, terimakasih untuk anda ….”

“Lama sebelum nenek saya meninggal, perlu dilakukan sesuatu untuk menemukan kembali lokasi yang telah anda pilihkan untuknya. Nenek bilang, keluarga kami akan menjadi sangat beruntung bila nenek dimakamkan dilokasi ini,” lanjut pemuda itu.

Sebenarnya perhitungan si Master Feng Shui ini sedikit pun tidak meleset, tempat dimana ia menggambar tanda silang benar-benar bukan tempat yang memberi keberuntungan. Akan tetapi, banjir telah merubah topografi disekitar tempat itu, dan merubahnya menjadi “urat nadi naga”.

Sebagaimana terdapat sebuah perkataan,”Yang mendiami tanah penuh berkah adalah dia yang telah diberkahi dan begitu pula sebaliknya. Apa yang telah ditakdirkan untuk menjadi miliknya, maka dia akan mendapatkan apa yang patut dia dapatkan. (The Epoch Times/tnm)

Urat Nadi Naga – menurut teori Feng Shui, garis energi yang terletak disisi rantai pegunungan disebut sebagai urat nadi naga, dan lokasi yang paling menguntungkan berada di akhir barisan pegunungan itu.

salam ceria...

Asal Usul Buddha Maitreya

Dahulu kala hidup seorang pemuda pertapa yang memiliki keluhuran budi pekerti. Wajahnya sangat rupawan, dia sengaja hidup sangat sederhana. Semenjak terlahir memiliki kesadaran bervegetarian. Bisa dikatakan asal usul pemuda tersebut dalam kehidupan sebelumya adalah seorang bodhisatva. Yang sengaja dilahirkan kembali kedunia untuk menyelamatkan umat manusia.


Suatu kali saat melakukan perjalanan ke suatu tempat. Pertapa muda tersebut terjebak dihutan yang sudah kering karena dampak kemarau yang berkepanjangan. Karena tidak menemukan buah2an dan sayuran, akhirnya si pertapa muda tergeletak lemas.

Sambil menahan lapar selama 7 hari lamanya. Selama dihutan yang kering tersebut dia sangat tersiksa tergolek lemas. Siang hari tersiksa oleh terik matahari. Rasa dingin menusuk tulang dimalam harinya. Sambil merintih menahan perihnya perut akibat kelaparan dan kehausan.

Didekat tempat peristirahatan pertapa muda tersebut tinggallah ratu kelinci dan anaknya semata wayang. Ratu kelinci tersebut tergugah dengan ketulusan pertapa muda tersebut. Lalu mengatakan pada anaknya.
Ratu kelinci : "nak pertapa muda ini adalah titisan bodhisatva yang agung...dikehidupan kali ini mengemban misi untuk menyelamatkan kehidupan seluruh umat manusia( mahluk).....dia tidak boleh mati muda akibat kelaparan....."

Anak kelici: "maksud ibunda apa"?

Ratu kelinci :" ibu akan mengorbankan diri melompat diperapian ditempat pertapa itu beristirahat ....agar pertapa dapat makan tubuh ibu dan memiliki lagi tenaga untuk menyelamatkan umat manusia(mahluk)... Setidaknya pengorbanan ibu berguna untuk seluruh umat manusia(mahluk)...kamu jaga diri baik2 karena ibu tidak dapat bersamamu dan menjagamu lagi...."

Singkat cerita setelah berpamitan Ratu Kelinci sengaja bunuh diri , melompat keperapian mempersembahkan tubuhnya untuk pertapa muda tersebut....

Lalu si anak kelinci berkata: "Ibunda melakukan pengorbanan yang amat luhur dan mulia untu seluruh umat manusia(mahluk) , hal yang demikian agung mana boleh hanya ibunda yang melakukan... Saya juga wajib melakukannya...

Lalu tdk lama kemudian anak kelinci pun menyusul Ratu Kelinci melompat dalam perapian. Percakapan mereka teryata didengar oleh pertapa muda tersebut. Lalu pertapa muda tersebut menangis dan berpikir. Tuhan mengapa didunia ini engkau membiarkan Ratu Kelinci dan anaknya yang mulia . Bunuh diri melompat kedalam perapian, berkorban demi hamba yang hina ini. Hamba tidak pantas menerima persembahan ini...(Karena kesadarannya mempertahankan vegetariannya)... Lalu menyusul juga pertapa muda tersebut melompat keperapaian dan bunuh diri....

Saudara sedharma.... siapakah Ratu kelinci tersebut....? Dia adalah Sidharta Gautama pada satu kali kehidupan sebelumnya. Lalu siapakah anak kelinci tersebut...? Dia adalah pangeran Rahula , putra kandung semata wayang pangeran Sidharta Gautama.... Lalu siapakah pertapa muda tersebut...? Dia adalah reinkarnasi Buddha Maitreya...

Semoga cerita ini menginspirasi kita semua untuk mempertahankan ikrar vegetarian kita sampai titik darah penghabisan.... Dalam menerobos dan menghadapi segala rintangan.

salam ceria...

Zhong Li Quan

Zhong Li Quan adalah dewa tertua kedua dalam Delapan Dewa, selain juga pemimpin mereka. Ia juga dikenal sebagai Han Zhong Li atau Zhong Li dari Han karena dilahirkan pada zaman Dinasti Han. Ia memiliki kipas dari daun palem yang dapat membangkitkan orang mati. Ia memiliki nama famili yang unik dan sangat jarang yaitu Zhong Li.


Berasal dari Yantai, konon Zhong Li Quan adalah panglima perang dinasti Han yang memilih hidup bertapa di usia lanjutnya. Saat ia lahir, suatu cahaya yang sangat menyilaukan menerangi kamarnya. Sejak itu, ia tidak berhenti menangis sampai tujuh hari setelah kelahirannya.

Sumber lainnya mengatakan ia seorang wakil panglima yang lari ke daerah pegunungan saat kalah dalam perang melawan bangsa Tibet.
Di sana ia ditahbiskan oleh lima dewaTaoisme untuk menjadi calon dewa. Beberapa ratus tahun kemudian, dialah yang mengajari Li Dong Pin untuk menjadi dewa.

Dalam kisah lainnya dia diceritakan bertemu dengan seorang pendeta Tao di hutan yang setelah diminta, memberikan resep untuk menjadi dewa. Tidak lama setelah meninggalkannya, Zhong Li Quan hendak melihat gubuk pendeta itu untuk terakhir kalinya dan terkejut saat mendapati gubuk tersebut telah lenyap. Ada pula legenda yang mengatakan bahwa ia membagikan uang logam perak pada fakir miskin saat bencana kelaparan tiba.

Satu hari, dinding gubuknya rubuh saat ia sedang bermeditasi dan menemukan lambang dari batu pualam yang berisi resep menjadi dewa. Ia mengikuti petunjuk tersebut dan berubah menjadi dewa dalam selubung asap putih yang menjulang tinggi.
Zhong Li Quan biasa digambarkan sebagai seorang yang tinggi besar berperut buncit dan bertelanjang dada dengan kumis dan janggut yang panjang.

salam ceria...

Li Tie Guai

Li Tie Guai adalah salah satu dari Legenda Delapan Dewa. Konon Lao Tze mengajarkan ilmu - ilmu Tao kepada Li. Setelah Li mencapai keabadian sehingga rohnya bisa meninggalkan tubuhnya, beliau hendak melakukan perjalanan menuju gunung Hua Shan. Sebelum berangkat, Li berpesan pada muridnya agar membakar tubuhnya bila dalam 7 hari beliau tidak kembali.


Namun setelah 6 hari muridnya mendapat kabar kalau ibunya jatuh sakit . Muridnya bingung antara menunaikan tugas sebagai murid atau kembali pada ibunya. Akhirnya muridnya memutuskan untuk kembali pada ibunya. Namun sebelum pergi, dia membakar dahulu badan Li. Pada hari ke tujuh Li pulang dan menemukan tubuhnya telah menjadi abu.

Dengan terpaksa Li memasuki tubuh seorang pengemis yang baru saja meninggal. Tubuh pengemis tersebut pincang dan cacat. Li tidak ingin hidup dengan tubuh barunya. Namun Lao Tze meminta Li untuk menerima nasib dan kemudian memberinya sebuh tongkat besi untuk membantunya berjalan. Benda lain yang dibawa Li adalah labu yang berisi ramuan ajaib.

Li kadang-kadang digambarkan dengan temperamen tinggi dan keras kepala, tapi murah hati terhadap orang miskin, orang sakit dan yang membutuhkan. Dengan menggunakan obat khusus dari labu-Nya, dia dapat mengurangi penderitaan orang lain. Ia sering digambarkan sebagai seorang pria tua jelek dengan wajah kotor, jenggot kumal, dan rambut berantakan yang diikat dengan pita emas.

Dia berjalan dengan bantuan sebuah tongkat besi dan sering memikul labu miliknya di bahu atau dipegang ditangan. Dia juga sering digambarkan sebagai tokoh lucu, turun ke bumi dalam bentuk seorang pengemis dan menggunakan kemampuannya untuk memperjuangkan nasib yang membutuhkan dan tertindas.

Badan pincang Li menunjukan kepada manusia bahwa badan kasar ini tidaklah abadi. Tidak ada hal didunia ini yang bisa dipertahankan selamanya. Bila tak ada yang bisa dipertahankan, apa pula yang harus diperebutkan?

salam ceria...

Zhang Guo Lao

Zhang Guo Lao berarti "si tua Zhang Guo" adalah salah satu dari Delapan Dewa. Ia adalah seorang pendeta Tao yang hidup di zaman Dinasti Tang. Saat masa pemerintahan Ratu Wu (608-705), ia mengaku telah hidup beberapa ratus tahun. Ratu Wu pernah mengundangnya untuk turun gunung, tetapi ia berpura-pura mati.


Ia juga pernah memerintah sebagai Menteri bagi Kaisar Yao di kehidupan sebelumnya. Suatu ketika, kaisar Xuanzong menjadikannya pejabat dengan gelar Menteri Guanglu Biru Keperakan .

Zhang Guo Lao hidup sebagai seorang tabib dan ahli nujum di gunung Tiáo in di propinsi Heng . Ia senang membuat minuman dari tanaman dan tumbuhan obat. Anggota Delapan Dewa senang minuman buatannya yang dipercaya mengandung obat penyembuh. Selain penjelmaan dari kelelawar putih, ia menunggangi keledai ajaib yang dapat berjalan ribuan mil per hari secara terbalik (menghadap ke belakang).

Keledai tersebut dapat dilipat seperti kertas dan disimpan di dalam sakunya. Untuk mengembalikannya, cukup diperciki air segenggam penuh. Biasanya ia membawa bulu burung phoenix atau buah tho(buah panjang umur). Simbol dari Zhang Guo Lao adalah tambur ikan, sebuah instrumen yang mampu menghasilkan suara bising. Salah satu yang paling eksentrik dari Delapan Dewa, ada jurus kungfu yang dibuat untuk menghormatinya, seperti tendangan saat salto ke belakang, dan kayang hingga bahu menyentuh tanah.

Pada tahun ke-23 masa periode Gai Yüan, pemerintahan kaisar Xuanzong (735) ia dipanggil ke Luoyang, dan dijadikan Pemimpin Akademi Pemerintah dengan gelar "Guru Besar". Pada masa itu ada seorang pendeta Tao bernama Yue Fa Shan yang disukai kaisar karena keahliannya memanggil arwah. Sang kaisar menanyakan siapa itu Zhang Guo Lao. Jawabnya,"Jika saya memberitahu Anda, maka saya akan mati, kecuali Anda berjanji datang ke Zhang Guo Lao secara pribadi dan memohon untuk memaafkannya, maka saya dapat hidup kembali."

Setelah Xuanzong bersedia, maka Yue Fa Shan menjawab bahwa Zhang adalah "penjelmaan kelelawar putih yang sudah ada sejak awal kehidupan." Pendeta tersebut langsung mati di tempat. Setelah Xuanzong meminta maaf, Zhang memerciki wajah sang pendeta dengan air, sehingga ia hidup kembali. Tak lama kemudian, Zhang jatuh sakit dan meninggal sekitar tahun 742-746 di gunung Tiáo. Ketika muridnya membuka kembali kuburnya, mereka mendapati kubur tersebut kosong.

salam ceria...

Legenda Bunga Mawar

Dahulu pohon mawar hanya terdiri dari daun hijau yang lebat dan tidak berbunga. Lalu kenapa sekarang bisa berbunga dengan cantik? Ada sebuah cerita yang sangat mengharukan.


Dahulu kala, di perkampungan bunga mawar, ada sebuah gunung. Di atas gunung ada sebuah sumber air, mereka menamakannya “sumber air emas”, dan puncak gunung ini diberi nama “Gunung Air” .

Di kaki Gunung Air ini ada sebuah desa. Di desa ini hiduplah seorang pemuda dan pemudi yang hidup serba susah. Si pemuda bernama Liu Lang yang sudah yatim piatu. Saat kedua orang tuanya meninggal, mewariskan sebuah kampak. Sumber hidupnya mencari kayu di hutan.

Si pemudi bernama Chui Yin. Ketika orang tuanya meninggal mewarisinya sebuah cangkul dan sebuah bakul, mata pencahariannya adalah mencari obat-obat rumput di hutan.

Mereka berdua setiap sore pulang dari hutan. Si pemuda memikul kayu dan yang pemudi memikul obat-obat rumput. Mereka berdua selalu saling menjaga, saling memperhatikan dan saling mencintai. Tidak berapa lama kemudian mereka menjadi sepasang suami istri.

Pada suatu hari Liu Lang sedang mencari kayu dibagian barat gunung sedangkan Chui Yin mencari obat-obat rumput di sebelah timur.

Setelah memotong kayu Liu Lang merasa kelelahan dan tertidur diatas kayunya. Ia bermimpi. Dalam mimpinya tercium aroma bunga yang sangat harum. Dia lalu bangkit dan mengikuti aroma bunga itu. Setelah berjalan beberapa saat di melihat sebuah pintu berbentuk bulan sabit.

Dia berpikir, sejak kecil saya telah mengeliling seluruh Gunung Air ini, tetapi tidak pernah melihat ada sebuah taman. Terdorong rasa penasaran dia mendorong pintu. Setelah pintu terbuka dia sangat terkejut, dibalik pintu itu adalah sebuah taman yang besar.

Di dalam taman ini ditumbuhi berbagai jenis bunga yang sangat indah, hembusan angin disini penuh dengan aroma bunga yang wangi semerbak. Dia tidak tahu bahwa taman bunga ini adalah milik Dewi Ibunda Ratu di langit.

Setiap tahun di bulan Mei ketika seluruh bunga bermekaran, Dewi Ibunda Ratu selalu membawa peri-peri turun dari langit datang ketempat ini bertamasya sambil menikmati panorama ditaman bunga ini.

Liu Lang sepanjang jalan menikmati pemandangan ini sambil memuji, tidak terasa dia telah berada ditengah taman bunga, dia melihat ada sebuah pot bunga besar yang terbuat dari Kristal.

Di dalam pot kristal ini tumbuh sejenis bunga. Kelopak bunga ini sangat cantik berwarna merah menyala sangat menarik. Bunga ini sangat mirip dengan Chui Yin ketika dia tersenyum, sayang bunga yang sangat cantik ini hanya tumbuh 1 kuntum saja,.

Liu Lang memperhatikan bunga ini dengan cermat.
"Oh…. Bukankah ini bunga mawar? Seluruh Gunung Air penuh dengan pohon mawar, tetapi tidak pernah berbunga, kenapa pohon mawar disini dapat berbunga? Berbunga dengan sangat cantik. Oh ya saya akan memetik bunga ini membawa pulang menghadiahkannya kepada adik Chui Yin, dia pasti akan sangat senang," ujarnya lirih.

Liu Lang memetik bunga mawar ini, ketika membalikkan badan akan meninggalkan tempat itu, dia melihat ada 2 orang prajurit dari langit yang memakai baju besi. Salah seorang yang memegang tombak menghardiknya.

”Hai… Sungguh berani manusia dari bumi, berani memetik bunga dari surga!”
Setelah berkata demikian menangkap Liu Lang membawanya pergi.

Sedangkan ditempat yang lain, Chui Yin ketika hendak pulang tidak bertemu dengan Liu Lang. Dia lalu segera naik kepuncak gunung mencarinya, ketika sampai di puncak dia mendengar suara Liu Lang.

”Adik Chui Lin, saya berada disini,” terdengar teriakan Liu Liang.

Ketika Chui Yin mengangkat kepalanya melihat, terlihat kedua tangan Liu Lang terikat dibelakang, disampingnya ada dua orang prajurit sedang berdiri ditepi jurang. Melihat keadaan ini Chui Yin dengan terisak lari menuju ketempat Liu Lang. Kedua prajurit dari langit segera menghardik.

”Dia melakukan kesalahan besar, berani memasuki taman bunga Dewi Ibunda Langit, dan memetik bunga mawar dari surga yang hanya sekuntum saja. Sekarang kami akan membawa pergi, dia akan menerima hukumannya yaitu kerja paksa seumur hidupnya,” kata prajurit itu.

Mendengar perkataan kedua prajurit dari lari, Chui Yin menjadi panik, sambil menangis dia memohon :”Saya mohon jangan bawa dia pergi, kembalikan abang Liu Lang saya.” Dengan senyum mengejek kedua prajurit ini berkata :”Ha…ha…ha.. kembalikan abang Liu Langmu, boleh saja, jika seluruh Gunung Air ini bisa dipenuhi bunga mawar yang bermekaran?” setelah berkata demikian, prajurit yang memegang tombak mengangkat tombaknya menunjuk ke jurang terlihat sebuah kilat menyambar Chui Yin melihat hal itu jatuh pingsan.

Entah sudah berapa lama dia tidak sadar. Ketika tersadar dia memandang keatas gunung, Liu Lang sudah tidak berada disana. Teringat hal itu dia menangis lagi.

Chui Yin adalah seorang yang sangat pengasih dan pemberani. Berharap untuk membuat Liu Lang bisa pulang dan membuat pohon mawar di seluruh gunung ini bisa berbunga, setiap malam ketika bintang bersinar dengan gemerlap dia akan naik kegunung mengambil seember demi seember air, di sumber air emas dan menyirami seluruh pohon mawar yang ada digunung itu,.

Sampai tengah malam dengan kecapekan dia pulang ke rumahnya. Di perjalanan batu-batu tajam membuat kedua telapak kakinya terluka berdarah, duri-duri pohon mawar melukai seluruh badannya. Keringat bercucuran dan kaki berdarah, keringat bercampur darah menetesi setiap jalan di gunung ini.

Setelah 10 kali musim semi berlalu, hari ini ketika Chui Yin hendak naik ke gunung, ketika membuka pintu rumahnya hendak keluar, Wah! Terlihat seluruh gunung penuh dengan bunga merah segar yang bermekaran, seperti barisan semut, seperti nyala api. Bunga mawar seluruhnya bermekaran! Dengan gembira Chui Yin memetik sekuntum bunga mawar sambil lari ke atas gunung . Dia berteriak dengan gembira.

”Abang Liu Lang.. abang Liu Lang seluruh bunga mawar sudah bermekaran,” teriaknya.

Dia lari ke puncak gunung dan berteriak ke jurang, pada saat itu sebuah suara petir berbunyi dengan keras. Seberkas cahaya yang sangat menyilaukan mata dan terlihat sebuah bayangan orang, ketika Chui Yin membuka matanya melihat dengan jelas. Dia melihat Liu Lang yang dirindukannya siang dan malam berdiri didepannya.

Dia jatuh ke pelukan Liu Lang dengan bahagia. Liu Lang meraba seluruh badan Chui Yin yang penuh luka, hatinya sangat sakit, air mata menetes tidak berhenti bagaikan kalung mutiara yang putus talinya. Menetes jatuh ke wajah Chui Yin dan bunga mawar yang bermekaran.

Setelah itu setiap musim semi, di gunung ini bunga mawar akan bermekaran sangat indah. Untuk memperingati sepasang suami istri yang berjasa membuat bunga mawar ini bermekaran, akhirnya penduduk setempat menamakan gunung sebagai Gunung Chui Yin, dan menamakan Sumber air Emas ini sebagai Sumber Air Liu Lang, dan mendirikan sebuah menara untuk memperingati mereka berdua.

Setelah Liu Lang dan Chui Yin meninggal mereka menjelma menjadi dewa dan dewi. Di atas langit sebagai dewa yang mengurus bunga, mengurus seluruh bunga yang tumbuh di muka bumi ini. Setiap tahun ketika bunga mawar bermekaran digunung ini mereka akan turun ke bumi menikmatinya. Di malam yang sunyi mereka berdua akan berdiri diatas menara menikmati pemadangan bunga yang indah ini.

salam ceria...

Jembatan Delapan Dewa

Dahulu kota Xiangthan tidak semewah sekarang, Yuhu dikelilingi pengunungan tinggi. Di sebelah barat Yuhu ada sebuah pengunungan yang bernama gunung panjang umur, kenapa dinamakan gunung panjang umur? Karena diatas gunung tinggal seorang kakek marga Zheng yang sudah sangat tua.


Rambut dan jenggotnya semua sudah putih, tetapi badannya masih sangat sehat, tidak ada benar-benar mengetahui umur kakek ini, ada yang mengatakan dia sudah berumur lebih dari 140 tahun, ada yang mengatakan bahkan lebih tua dari itu.

Dia sendirian tinggal diatas gunung, mendirikan sebuah gubuk, setiap hari dia pergi mencari kayu bakar, berburu, bercocok tanam semuanya dapat dilakukannya, sayuran yang ditanamnya sangat subur. Setiap dia pergi berburu pasti mendapat binatang buruan, sehingga persediaan pangannya tidak habis dimakan sendiri. Tetapi dia sendiri sangat hemat, sisa makanannya akan dibagi kepada fakir miskin.

Setiap ada yang datang kerumahnya meminta bantuannya, seperti tetangga, teman, waluapun kenal atau tidak, dia akan sebisa mungkin membantu mereka. Terkadang karena membantu orang lain, dia sendiri tidak ada makanan lagi, maka dia akan pergi kehutan mengambil sayuran dan buah-buah hutan untuk dimakan

Pada suatu malam, ketika bulan purnama, dia sedang menganyam sepatu jerami. Tiba-tiba angin bertiup dengan kencang, dijalan dia melilhat ada 8 orang sedang menuju kearahnya, diantara mereka ada seorang wanita, orang yang berjalan paling depan adalah seorang kakek yang berjenggot putih, ditangannya memegang sebuah pancing, dia menyapa kakek Zheng, “Sobat tua, kami kebetulan lewat daerah ini, bolehkah kami masuk kerumahmu beristirahat sebentar melepaskan lelah?”
Kakek Zheng dengan gembira menjawab, “ Dengan senang hati, tetapi gubuk saya terlalu kecil, saya takut tidak muat untuk kalian semua.” Kakek jenggot putih menjawab, “Tidak masalah, kami berdesakan sedikit pasti muat.

”Setelah berkata demikian 8 orang ini masuk kedalam rumah, sungguh heran gubuk kecil ini yang biasanya hanya ada 3 orang saja sudah kelihatan sangat sempit, tetapi ketika 8 orang ini masuk dan duduk didalam gubuk kelihatan masih lapang, kakek Zheng merasa heran.

Pada saat ini seseorang yang bajunya compang camping, wajahnya hitam, memegang tongkat karena kakinya pincang sedang berkata, “Sobat tua, kami sudah lapar, apakah ada makanan yang bisa engkau sediakan untuk kami?” Kakek Zheng segera berkata, ‘”Ada!Ada! kelihatannya kalian semua datang dari tempat yang jauh, sudah lapar dan capek, kebetulan hari ini ketika saya berburu mendapat seekor kelinci, akan saya hidangkan untuk kalian.” Setelah berkata demikian kakek Zheng pergi kelemari mengeluarkan seguci arak, dan sepiring daging kelinci yang sudah dimasak dengan harum, meletakkannya diatas meja kecil yang terbuat dari bambu.

Seorang pelajar yang tangannya memegang suling berkata, “Suasana malam ini adalah malam purnama yang sangat indah, kenapa kita tidak membawa makanan ini ke tepi danau dan menikmatinya disana?” Seseorang yang wajahnya brewok bertepuk tangan menyetujui saran itu, dan yang lain semua setuju, akhirnya mereka ada yang mengangkat guci arak, ada yang mengambil piring daging kelinci, ada yang mengangkat meja kecil menuju ketepi danau, masing-masing memilih sebuah batu granit lalu duduk diatasnya, mulai menyantapi makanan dan meminum arak, sepanjang malam kakek Zheng sibuk melayani mereka, sebentar menyeduh teh, sebentar naik ke atas gunung mencari buah-buahan hutan untuk mereka, keadaan tersebut berlaku sampai subuh, kemudian salah seorang dari mereka yang memakai baju dengan keadaan dada dan perut gendutnya terbuka berkata, “Sobat tua, engkau juga sudah capek, sekarang bagaimana kami dapat membalas budimu, apapun permintaanmu pasti akan kami kabulkan.”

Kakek Zheng sambil menggelengkan kepalanya berkata, “Saya tidak mempunyai permintaan, apapun saya tidak ingin?” Orang brewok ini berkata lagi, “Gubukmu sangat kecil, apakah engkau tidak ingin sebuah istana yang besar?” Sambil tersenyum kakek Zheng menjawab,”Bumi ini demikian luas, gubuk kecil ini sudah cukup untuk tempat saya berteduh.”

Seorang pendeta Toa yang membawa pedang bertanya lagi, “Sobat tua, kehidupan mewah apa saja yang ada didunia ini terserah engkau pilih.”
Kakek Zheng berkata” Saya memandang kemewahan dunia ini seperti sebuah tali, saya tidak ingin kaki tangan saya terikat oleh tali ini, sedangkan nyawa, setiap orang akan mengalami tua dan mati, ini semua adalah hal biasa yang tidak dapat dihindari.”


Mendengar perkataan kakek Zheng, wanita cantik ini berkata, “Wah! Kehidupan mewah dan panjang umur engkau juga tidak menginginkannya, apakah engkau ingin menjadi dewa!”
Kakek Zheng berkata, “Setiap hari saya hidup dengan gembira dan bahagia sudah seperti dewa, walaupun langit runtuh saya tidak peduli, sejak lama sudah seperti dewa ditengah kehidupan manusia ini.”

Setelah didesak oleh mereka semua, setelah berpikir sejenak kakek Zheng berkata, “kalian semua mendesak saya, baiklah saya akan mengajukan sebuah permintaan. Danau Yuhu sangat besar berjalan dari tepi danau timur ke barat memakan waktu setengah hari, sangat tidak praktis, jika kalian dapat membangun sebuah jembatan, maka akan sangat berguna untuk masyarata ditempat ini.”

Orang yang berwajah brewok berkata, “ Oh itu adalah hal yang gampang! Kami akan mengabulkan permintaanmu!”
8 orang ini keluar dari gubuk kakek Zheng, sedangkan kakek Zheng tidak mengikuti mereka keluar, dia sedang memasak air menyeduh teh untuk mereka. Setelah air mendidih dan teh sudah siap diseduh, dia membawa teh tersebut keluar untuk mereka, dia melihat sebuah jembatan yang panjang diatas danau Yuhu, 8 orang tersebut sedang berjalan diatas jembatan menuju kearah lain, kakek Zheng mengejar dibelakang mereka sambil berteriak, tiba-tiba dia melihat ada 8 gumpalan awan, 8 orang tersebut sambil melambaikan tangannya, naik keatas gumpalan awan terbang melayang pergi.

Kakek Zheng kembali keatas jembatan dengan teliti dia memeriksa keadaan jembatan, jembatan ini terbuat dari 8 keping batu granit, keadaan sangat rapi, kuat dan jembatan ini sangat lebar.

Keesokan harinya, masyarakat didaerah ini melihat jembatan ini, mereka semua sangat gembira. Sesuai dengan penuturan kakek Zheng mereka semua menerka pasti semua ini adalah perbuatan 8 dewa langit yang turun kebumi membantu mereka. Akhirnya mereka sepakat menamakan jembatan ini menjadi jembatan 8 dewa.

salam ceria...

Minggu, 27 November 2011

Tuhan Dalam Agama Buddha

Dalam ajaran agama Buddha, Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana).


Pandangan umum tentang Tuhan menjelaskan suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan alam semesta. Pemikiran dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh banyak Buddhis dalam perpecahan agama Buddha. Dalam agama Buddha, asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari Tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu.

Bagaimanapun, beberapa Sutra Mahayana tertentu (seperti Sutra Nirwana dan Sutra Teratai) dan terutama tantra-tantra tertentu seperti Kunjed Gyalpo Tantra memberikan menunjukkan bahwa sikap memandang Buddha yang maha hadir, mempunyai intisari yang membebaskan dan abadi kenyataan dari segala benda, sampai sejauh ini, boleh dibilang sudah mendekati pandangan Tuhan sebagai segalanya.

Dalam agama Buddha, tidak ada makhluk sakti yang menjadi pencipta segalanya. Buddha Gautama menyatakan bahwa pemikiran kitalah yang telah menjadikan dunia ini. Sang Buddha menganggap buah pikiran sebagai pencipta. Kita adalah buah pikiran kita sendiri.
" Semuanya tentang kita muncul dari pemikiran kita sendiri.
Dengan buah pikiran kita, kita menciptakan dunia kita."

(Dhammapada, 1.1-3)

Salah satu dari Mahayana Sutra, yaitu Lankavatara Sutra, menyatakan konsep Tuhan yang berdaulat, atau Atman adalah imajinasi belaka atau perwujudan dari pikiran dan bisa menjadi halangan menuju kesempurnaan karena ini membuat kita menjadi terikat dengan konsep Tuhan Maha Pencipta:

" Semua konsep seperti sebab, pelanjutan, atom, unsur-unsur dasar, yang membuat kepribadian, jiwa pribadi, roh sakti, Tuhan yang berdaulat, pencipta, adalah imajinasi belaka dan perwujudan dari pemikiran manusia.
Tidak, Mahamati, doktrin Tathágata dari rahim ke-Tathágata-an tidaklah sama dengan filosofi Atman."

Selain daripada Tuhan sebagai persona pencipta, sutra menyebutkan tentang "Pemikiran Kreatif", dan juga konsep sebagaimana apa adanya (tathata = kebenaran dari segalanya adalah sebagaimana apa adanya), yang didefinisikan sebagai:

" Sebagaimana apa adanya dapat dikarakterisasikan sebagai Kebenaran, Kenyataan, Pengetahuan eksak, batas, sumber, keberadaan diri, Yang Tidak Dapat Diperoleh."

(Suzuki, Lankavatara Sutra, p. 198).

Dalam pernyataan tersebut terdapat banyak petunjuk-petunjuk supranatural dan kemuliaan yang tak terbantahkan.

Terlebih lagi, sutra yang sama juga menanggap Buddha menungkapkan bahwa dia adalah "Seorang Yang Tidak Dikenal", yang sebenarnya diungkapkan ketika semua manusia memproyeksikan konsep dari keTuhanan kemudian bercakap-cakap dengan "Tuhan" oleh pemikiran mereka yang belum terbangun. Buddha berkata bahwa begitu banyak nama untuk keberadaan yang paling hebat atau kebenaran pada kenyataannya merupakan aksi penamaan dirinya yang membodohi orang. Dia menyatakan:

* Kasus yang sama boleh dinyatakan kepada aku ketika aku hadir dalam dunia kesabaran di hadapan orang-orang yang bodoh dan dimana aku dikenal dengan sejuta nama-nama yang tak terhitung.

* Mereka memanggil aku dengan nama-nama yang berbeda tidak menyadari itu semua merupakan nama-nama dari satu Tathagatagarbha.

* Beberapa mengenal saya sebagai matahari, sebagai bulan; beberapa sebagai hasil reinkarnasi dari orang-orang bijak; beberapa sebagai "10 kekuatan"; beberapa sebagai Rama, beberapa sebagai Indra, dan beberapa sebagai Baruna. ada pula yang memanggil saya sebagai "Yang Tak Terlahirkan", sebagai "Kehampaan", sebagai "Apa adanya", sebagai "Kebenaran", sebagai "Kenyataan", sebagai "Prinsip Terakhir"; masih ada juga yang memanggil saya sebagai Dharmakaya, sebagai Nirwana, sebagai "Yang Abadi"; beberapa ada yang menyebutkan saya sebagai kesatuan, sebagai "Yang tidak ada duanya", sebagai "Yang tidak akan mati", sebagai "Yang tak berbentuk"; beberapa menganggap saya sebagai doktrin atau penyebab Buddha, atau sebagai emansipasi, atau sebagai Jalan Kemuliaan; beberapa juga menganggap saya sebagai pemikiran yang mulia dan kebijaksanaan yang mulia.

* Demikian dalam dunia ini dan dalam dunia lain, aku dikenal dengan nama-nama yang tak terhitung jumlahnya, tapi mereka melihat aku seperti bayangan bulan di air. Walaupun mereka menghormati, memuji dan menyembah aku, mereka tidak mengerti sepenuhnya arti dan akibat dari kata-kata yang mereka ucapkan; tanpa mengerti kenyataan diri dari kebenaran, mereka bergantung kepada kata-kata dari buku peraturan mereka, atau dari apa yang mereka dengar, atau apa dari yang mereka bayangkan, dan gagal untuk mengetahui bahwa nama yang mereka pakai tidak lain adalah satu nama dari sekian banyak nama Tathagatagarbha.

* Dari penelitian mereka, mereka mengikuti kata-kata hampa dari teks dengan sia-sia tanpa mengerti arti sebenarnya, bukannya berusaha untuk memiliki kepercayaan dalam "teks", dimana kenyataan yang mengkonfirmasikan diri sendiri mengungkapkan dirinya yaitu memiliki kepercayaan diri dalam perwujudan kebijaksanaan yang mulia.

Dalam sutra bagian Sagathakam (yang berisi peryataan yang berkebalikan dengan bab-bab sebelumnya), juga menyebutkan kenyataan dari diri yang murni (atman), yang (tidak sama dengan atman dalam agama Hindu) disamakan dengan Tathagatagarbha (Intisari-Buddha):
" Atma (diri) dikarakterisasikan dengan kemurnian adalah keadaan dari perwujudan diri sendiri; ini adalah Tathagatagarbha, yang tidak dapat diteorikan."

Tathagatagarbha terletak di dalam Sutra Lankavatara yang dikenal sebagai akar dari kesadaran penuh semua makhluk hidup, yaitu Alaya-vijnana. Tathagatagarbha-Alayavijnana ini dinyatakan tidak dapat dispekulasikan, tetapi dapat dimengerti secara langsung dengan

" Bodhisatva-Mahasattvas (Bodhisattva Agung) yang seperti engkau [Mahamati] diberkati dengan daya pemikiran yang menembus logika, halus, baik, dan yang pengertiannya sesuai menurut arti sebenarnya..."

Matrix Buddha yang mengandung segala (Tathagatagarbha) atau basis dari kesadaran universal (Alayavijnana) memiliki hubungan dengan konsep kemuliaan yang menaruh Alayavijnana sebagai kenyataan di belakang dan dalam semua makhluk hidup.

"Diri" ini terletak di dalam naskah Buddha Mahayana dan tantra-tantra yang disamakan dengan asal, unsur dasar dari Buddha kosmik yang mengandung segalanya (dianggap sebagai Samantabhadra atau Mahavairochana). "Tuhan" dalam konteks tersebut kemudian dimengerti sebagai makhluk mental spiritual yang pandai dan abadi dalam seluruh alam semesta yang terlihat dan yang tak terlihat.

salam ceria...

BUDDHA ZAMRUD


Buddha Zamrud adalah peninggalan sejarah agama Buddha di Kerajaan Thai yang merupakan sebuah arca Buddha. Walaupun disebut "Buddha Zamrud", arca bersejarah ini sebenarnya bukan terbuat dari zamrud melainkan dari batu giok hijau. Arca ini berhiaskan busana emas dan mempunyai ketinggian kira-kira 45 cm. Arca bersejarah ini disimpan di Kuil Buddha Zamrud (Wat Phra Kaew) yang merupakan bagian dari Istana Raja di Bangkok.

Menurut legenda, arca Buddha Zamrud dibuat pada tahun 43 SM oleh Nagasena di bandar Pataliputra (saat ini Patna, India). Setelah berada di Pataliputra selama tiga ratus tahun, ia dipindahkan ke Sri Lanka. Pada tahun 457, Raja Anuruth dari Birma mengirim utusannya ke Ceylon (nama Srilanka dahulu) untuk meminta Naskah Agama Buddha dan Buddha Zamrud untuk mengembangkan ajaran Buddha di kerajaannya.

Permintaan tersebut diterima, walaupun sepanjang perjalanan pulang, kekacauan telah melanda dan kapal yang membawa para utusan tersebut tersesat dan akhirnya tiba di Kamboja. Pasukan Thai kemudian merebut Angkor Wat, sehingga arca Buddha Zamrud dibawa ke Ayutthaya, Kamphaeng Phet, Laos dan akhirnya Chiang Rai, di mana pemerintah bandar tersebut menyembunyikannya.


Segelintir sejarawan seni menyatakan bahwa seni Buddha Zamrud adalah berdasarkan gaya Chiang Saen yang berasal dari abad ke-15 Masehi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa arca tersebut berkemungkinan dihasilkan di Lannathai.

Sejarah telah menyatakan bahawa arca tersebut berasal dari Kerajaan Lannathai pada tahun 1434. Terdapat suatu legenda dimana wat Chiang Rai telah dipanah petir dan arca Buddha Zamrud ditemukan pada lokasi sambaran petir tersebut. Raja Lannathai pada masa itu, Raja Sam Fang Kaen ingin meletakkan arca Buddha tersebut di Chiang Mai.

Akan tetapi, saat perarakan membawa arca Buddha itu berlangsung, gajah yang membawanya tidak membawa arca tersebut ke Chiang Mai, sebaliknya ke Lampang. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu pertanda sehingga arca tersebut bertahan di Lampang sehingga tahun 1468. Akhirnya ia dibawa ke Chiang Mai dan disimpan di wat Chedi Luang.

Buddha Zamrud bertahan di Chiang Mai sehingga tahun 1552, di mana arca tersebut dibawa ke Luang Prabang dan kemudian ke kerajaan Laos Lan Xang. Beberapa tahun sebelum itu, putera mahkota Lan Xang, Setthathirath, telah dijemput untuk menduduki takhta kerajaan Lannathai yang kosong.


Walau bagaimanapun, dia menjadi Raja Lan Xang setelah ayahandanya, Photisarath mangkat. Dia kembali ke Lan Xang dengan membawa arca Buddha tersebut bersamanya. Pada tahun 1564, pusat pemerintahan Lan Xang berpindah ke Vientiane, dan arca tersebut turut dipindahkan ke sana.

Pada tahun 1779, Jenderal Chao Phraya Chakri merebut Vientiane dan membawa pulang Buddha Zamrud dengannya ke Thonburi. Setelah dia menjadi Raja Rama I Kerajaan Thai, dia meletakkan patung tersebut di Wat Phra Kaew dengan upacara gilang-gemilang pada 22 Maret 1784. Ia sekarang diletakkan di dalam bangunan utama wat (kuil) tersebut yang dipanggil Ubosoth.

Buddha Zamrud dibuat dari batu giok dan berhiaskan dengan pakaian yang terbuat dari emas. Terdapat tiga set pakaian emas, yang dipakaikan oleh Raja Kerajaan Thai di dalam sebuah upacara yang dilangsungkan pada setiap pergantian musim; yaitu pada bulan ke-4, ke-8 dan ke-12 menurut kalendar Thai.

Ketiga set pakaian tersebut mewakili musim panas, penghujan dan sejuk di Thailand. Dua set pakaian emas yang tidak digunakan dipamerkan di Astana Alat-alat Kebesaran, Hiasan Kerajaan dan Koin Mata Uang Thai untuk umum.

salam ceria...

BUDDHA AMOGHASIDDHI

Amoghasiddhi adalah yang terakhir dari Lima Dhyani atau Lima Tathagata Kebijaksanaan. Mereka diyakini berasal dari Vajrasattva, Buddha pemurnian. Dari kelima, Amoghasiddhi adalah buddha dari utara. Dia berhubungan dengan energi dan dikenal sebagai Tuhan Karma dan Buddha prestasi putus-putusnya.


Namanya secara harfiah berarti sempurna (amogha) sukses (Siddhi). Dia memegang tangannya dalam Abhaya, keberanian mudra. Amoghasiddhi adalah Buddha mencapai semua kebijaksanaan. Dia dihormati bukan hanya karena kebijaksanaan keberhasilan tetapi ia juga dikenal untuk mengalahkan iri hati.

Seperti dikatakan dalam tradisi Buddhis, Devadatta, sepupu sangat iri dari Amoghasiddhi sekali mencoba untuk membunuh Sang Buddha dengan melepaskan seekor gajah mengamuk ke jalan Buddha yang Amoghasiddhi hanya mengangkat nya mudra menenangkan binatang, keberanian mewujudkan baik dan mengalahkan iri hati.

Ia sering digambarkan sebagai lampu hijau hijau dan memancarkan sebagai warna mewakili perdamaian dan ketenangan alam. Warna menenangkan, itu adalah menenangkan kecemasan. Ketika merenungkan, Amoghasiddhi dikatakan untuk membantu melepaskan iri hati, kecemasan tenang dan ketakutan dan mengungkapkan kebijaksanaan prestasi.


Amoghasiddhi membalikkan gagal iri negatif ke positif kebijaksanaan prestasi. Envy adalah emosi positif seperti feed ambisi dan mendorong kita untuk mencapai yang lebih tinggi. Namun, kepahitan yang dihasilkan terhadap target kecemburuan adalah emosi negatif.
Ketika kita bisa menghindari kepahitan terkait dan memahami bahwa objek kecemburuan kita hanyalah agen memimpin kita untuk Karma yang lebih besar dan prestasi yang lebih baik, pesan Amoghasiddhi akan dipahami.

Amoghasiddhi wields vajra menyeberang atau Dorje ganda. Pendamping Amoghasiddhi adalah Tara Hijau. Dia diyakini telah terpancar dari Amoghasiddhi dan seperti dia, dia adalah dewa tindakan dalam panteon Budha. Amoghasiddhi naik setengah manusia, setengah elang campuran Garuda

Garuda dikaitkan dengan Himalaya di utara, berbagi arah dengan Amoghasiddhi. Garuda memakan ular dan memiliki kekuatan sempurna dalam visi merasakan ular-seperti delusi negatif yang menimpa frame fana kita.


Amoghasiddi memegang tempatnya di kosmologi Buddhis sebagai salah satu dari lima Dhyani Buddha. Dhyani Buddha sangat penting untuk Mahayana Buddhisme, masing-masing kaya dengan kelimpahan simbolisme yang signifikan. Secara khusus, setiap Buddha Dhyani th perwujudan dari kebijaksanaan karakteristik Buddha, dan masing-masing diyakini mampu mengatasi kejahatan tertentu dengan baik tertentu.

Lima juga individualy merupakan salah satu dari lima skandha (bentuk, kesadaran, perasaan, persepsi, dan formasi mental). Selain itu, masing-masing yang relevan sebagai representasi kebijaksanaan, arah, warna, keluarga, racun, tindakan, simbol, elemen, musim dan mudra! Selain itu, masing-masing memiliki permaisuri sendiri, kendaraan, dan tanah murni mereka.

Karena setiap Buddha mewakili keluarga, mereka sering digunakan sebagai kelompok untuk berbagai tantra. Mengingat berbagai karakteristik diwujudkan oleh Dhyani Buddha, signifikansi mereka dapat dilampirkan ke aspek kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan ingin bahwa setiap kebetulan, perasaan, penglihatan, dan sebagainya akan berhubungan dengan salah satu dari mereka. Ini connectiong ke umum membuat mereka terkenal dan reverd antara practitioers.

Asal spesifik dari Buddha adalah sedikit samar di kali. Mereka kadang-kadang dikatakan memiliki "selalu" dan asal mereka adalah hanya masalah ketika mereka dikutip dalam tulisan. Ada di dua hanya pertama, Aksobyha, dan Amitabha (mewakili kebijaksanaan dan comapssion masing-masing).


Ada ditambahkan Amoghasiddhi, Ratnasambhava, dan Vairocana, yang mewakili kekuatan, aktivitas, dan keindahan. Vairocana dianggap sebagai tokoh sentral dalam konfigurasi bentuk salib dari lima, dengan Amoghasiddhi menuju utara, Aksobhya di timur, Ratnasambhava di selatan dan Amitabha di barat.
Amoghasiddhi adalah salah satu dari lima Dhyani Buddha (kanan terjauh digambarkan pada gambar di atas). Empat lainnya adalah Vairochana, perwakilan dari dharma itu sendiri, Akshobhya, perwakilan kebijaksanaan, Ratnasambhava, wakil dari kesamaan yang mendasari semua hal, dan Amitabha, perwakilan dari kasih sayang. Setiap Dhyani Buddha diberikan warna yang berbeda juga.

Ini menetapkan Vairochana sebagai kepala dari Dhyani Buddha, sebagai nya warna putih adalah penjumlahan dari empat yang lain (merah, biru, kuning, dan hijau). Kelima Buddha berfungsi sebagai ikonografi khususnya untuk sejarah kehidupan Buddha, sifat, dan jalan menuju pencerahan. Mereka juga semua melayani untuk mengidentifikasi salah satu emosi negatif motivasi dan mengubahnya menjadi tindakan positif.

Vairochana mengubah kebodohan, Akshobhya mengubah lampiran, Ratnasambhava mengubah kebanggaan, Amitabha mengubah kemarahan, dan Amoghasiddhi mengubah cemburu. Shedding lima sifat dan merangkul hanya aspek positif mereka membantu satu di jalan menuju pencerahan. Amoghasiddhi juga umumnya terkait dengan Tara Hijau karena keduanya memiliki koneksi yang kuat untuk bertindak.

Vairochana adalah penakluk kebodohan dan pemimpin dari lima Dhyani Buddha. Warnanya putih, karena merupakan campuran dari semua warna dari Dhyani Buddha lainnya. Vairochana biasanya digambarkan dengan mudra Dharmachakra (Roda Dharma) untuk menandakan ajaran dharma dan harkens khotbah pertama Buddha di Sarnath.


Akshobhya menggulingkan kemarahan dan lampiran dengan kejelasan kebijaksanaan. Dia dikaitkan dengan warna biru, dan digambarkan di bumi-mudra menyentuh. Ini, tentu saja, panggilan pada konfrontasi simbolik di mana Sang Buddha disebut di bumi sebagai saksi untuk mengalahkan Mara. Akshobhya diberikan sebagai arah timur wakilnya.

Ratnasambhava mengikis bangga dengan pemahaman bahwa segala sesuatu adalah sama. Dia menampilkan mudra Varada untuk mewakili amal, itulah sebabnya ia dikaitkan dengan warna kuning. Ratnasambhava mewakili seluruh pandangan Buddha ke manusia daripada kejadian tertentu dalam hidupnya - yang mempertimbangkan setelan ini berlaku untuk semua poin yang sama. Arah kardinal Nya adalah selatan.

Amitabha digambarkan sebagai merah, karena itu adalah warna belas kasih dan cinta. Menggunakan alat ini, Amitabha membatalkan kemarahan. Dia umumnya terkait dengan sifat-sifat teratai (lambang nya) untuk bersikap lembut, terbuka dan murni. Tangan Amitabha adalah Dhyana mudra dalam, berarti mudra meditasi. Arah-Nya adalah barat.

salam ceria...

BUDDHA AMITABHA


Buddha Sakyamuni memahami bahwa semua makhluk memiliki ilusi sangat berat, oleh karena itu, tertipu dan tercerahkan oleh ketidaktahuan, TREAT ketidakkekalan SEBAGAI permanen, TREAT ada ego, jiwa tidak ada (dari sebuah karakter independen dan mandiri), impersonal, tidak ada keberadaan independen individu (makhluk sadar atau tidak sadar) [Ego empiris hanyalah sebuah agregasi dari berbagai unsur, dan dengan disintegrasi mereka itu berhenti ada, karena itu tidak memiliki realitas akhir yang memenangkan] SEBAGAI ego, diri, TREAT penderitaan, kesulitan, SEBAGAI sukacita dan kesusahan, TREAT kekotoran atau kenajisan SEBAGAI kemurnian, sejak berawal (tanpa awal, seperti rantai transmigrasi).

Semacam ini semua Upside Down menjadi berakar, sehingga sulit bagi makhluk ganda untuk menghilangkan ilusi dan mencapai kebenaran dengan pengalaman pribadi, karena itu, Buddha Sakyamuni menunjukkan makna dari Ajaran Nyanyian Nama Buddha dengan hati mencari pada semua simpatik sebagai sifat yang sama seperti diri sendiri.

Dengan cara ini Buddha Sakyamuni menempatkan mutiara Buddha ke dalam pikiran setiap orang tidak murni itu, menghilangkan semua kekuatan kebiasaan khawatir (sisa atau pengaruh sisa ilusi) dalam setiap pikiran semua makhluk, memurnikan pikiran dari semua makhluk, dan akhirnya menyebabkan makhluk ke Tanah Murni Barat.

Para Mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah doktrin yang sangat khusus Buddhis budidaya:
Pertama, hanya yang kudus nama "Amitabha", orang bisa menyanyikan, kapan saja dapat menyanyikan, dimana saja dapat menyanyikan, hanya ingat menjaga dalam pikiran sepanjang waktu.

Setelah berpikir meningkatkan dan berpikir adalah Amitabha, ketika pikiran demi pikiran meningkatkan dan semua pikiran-pikiran itu Amitabha, meskipun tujuan Amitabha nyanyian bukan untuk "amati sifat Buddha dalam diri sendiri", tetapi amati "Buddha-alam dalam diri sendiri "akan di sana, ini disebut" bertemu realitas "atau" memenuhi jalan yang benar ".

Selama kita mengucapkan Amitabha baik di mulut atau dalam pikiran pun berjalan, berdiri, duduk, berbaring (di setiap negara), maka kita akan masuk ke "tanpa berpikir" (terlepas dari pikiran, tidak ada yang eksis) dari "dengan berpikir "secara bertahap, pada saat ini baik pikiran makhluk dan Amitabha adalah identik. (Tanah Murni sebagai tempat identik dengan Tanah Murni dalam pikiran).

Kedua, bagi mereka yang dilahirkan dengan karakter dasar (atau kapasitas rendah), penghalang mereka godaan, gairah, atau kekotoran batin (yang menghalangi pencapaian nirwana pikiran-) jauh lebih berat, pikiran mereka diskriminasi dan berpegang pada realitas diri atau hal-hal yang juga sangat berat.

Jika mereka bisa menyesal atau bertobat atas kesalahan untuk masa lalu dan masa depan, dan bergantung pada nyanyian Amitabha dengan pikiran yang sangat asyik dalam iman dan sumpah, terus instan dalam pikiran tak terputus saat menyanyikan Amitabha, seperti berjalannya waktu, pemikiran keliru dan delusi akan dipotong secara bertahap, dan pikiran yang melekat pada hal-hal sebagai nyata akan berubah secara bertahap juga, ketika kehidupan sekarang mencapai akhir, dunia di mana orang-orang kudus dan orang berdosa tinggal bersama-sama di Tanah Barat akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Ketiga, bagi mereka yang lahir dengan karakter media (atau kapasitas media), penghalang mereka godaan, gairah, atau kekotoran batin yang sedikit lebih ringan, mereka dapat mencapai tingkat "Untuk tidak melakukan yang jahat, untuk melakukan hanya baik", eksternal dan internal berkirim surat, dan belajar empat kebajikan merangkul semua:

1, memberikan apa yang orang lain seperti, dalam rangka untuk memimpin mereka untuk mencintai dan menerima kebenaran,
2, ucapan kasih sayang, dengan tujuan yang sama,,
3 melakukan menguntungkan untuk orang lain, dengan tujuan yang sama,
4, dan adaptasi kerjasama dengan diri sendiri kepada orang lain, untuk memimpin mereka ke dalam kebenaran),


sementara itu nama Amitabha tidak pernah meninggalkan mulut mereka dan pikiran, seiring waktu, mereka akan mencapai tingkat " dengan segenap akal budi atau hati ", dan menyingkirkan pandangan ilusi atau menyesatkan dan pikiran secara bertahap, juga keinginan, kebencian, dan kebodohan akan dihapus secara bertahap, ketika kehidupan sekarang mencapai akhir, alam sementara (dimana penghuninya sudah mendapat menyingkirkan kejahatan pandangan tercerahkan dan pikiran, tetapi masih harus dilahirkan kembali) di Tanah Barat akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Keempat, bagi mereka yang lahir dengan karakter unggul (atau kapasitas superior), akar mereka prajna (kekuatan kebijaksanaan) yang lebih tajam, dan memiliki iman yang mendalam dalam "sebab dan akibat" (setiap sebab memiliki efek, sebagai efek setiap timbul dari penyebab "), dan tidak pernah bingung dengan "realitas"

(realitas fundamental mutlak, tertinggi, absolut), beberapa dari mereka mencoba untuk mendapatkan hati tercerahkan dengan meditasi, beberapa dari mereka mencoba untuk manfaat semua makhluk dengan berkhotbah atau menjelaskan doktrin, dan mereka semua mengandalkan meneriakkan nama Amitabha dengan pikiran murni, dan mencurahkan kebajikan jasa-jasa mereka dan untuk Tanah Murni Barat.

Ketika mereka berlatih mengandalkan meneriakkan nama Amitabha, mereka dapat mencapai tingkat identitas nyanyian dan merenungkan, tingkat interaksi leluasa noumenon dan fenomena, dan memahami bahwa tidak ada Buddha yang dinyanyikan selain pikiran yang bisa mantra, juga tidak ada pikiran yang bisa menyanyikan selain Buddha bahwa diucapkan, dan mencapai tingkat ide-ide yang aktif dan pasif (kemampuan untuk mengubah, atau transformable dan objek yang berubah) adalah satu dan tak terbagi (non- dualitas), ketika kehidupan mereka saat ini mencapai akhir, Alam imbalan permanen dan kebebasan di Barat Tanah akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Mempersiapkan perlengkapan untuk memohon kelahiran kembali di Tanah Murni Barat. Iman, Sumpah ini, dan Aksi ini adalah tiga pasokan memohon kelahiran kembali dalam Tanah Murni menurut Sutra Amitabha. Dan Iman yang paling penting dari mereka semua (iman sebagai langkah pertama dan terkemuka), Iman dianggap sebagai fakultas dari pikiran yang melihat, merampas, dan mempercayai Amitabha, itu sebabnya kita mengatakan hanya mereka yang memiliki iman dalam dapat mencapai besar lautan doktrin Buddhis. Dan ketika memiliki Iman Real, maka sumpah dan tindakan dapat mulai keluar.

Apakah Iman Real? Menurut Guru Jei-Lio The Sekte Lotus, "Aku dan Amitabha bukan dua tetapi satu di [pikiran yang tercerahkan bebas dari segala ilusi]", "Saya yang sedang dalam hati Buddha, Amitabha adalah Buddha di dalam hatiku", "Ingat Amitabha, memelihara Amitabha, dan mengucapkan nama Amitabha, akhirnya aku akan bertemu Amitabha", ini hanya seperti menuangkan air ke dalam susu, maka air berada dalam susu, susu berada dalam air, mereka saling pencampuran , menggabungkan saling. Oleh karena itu, ketika kita meneriakkan nama Amitabha, akan ada interaksi timbal balik antara individu dan Buddha Amitabha.

Mari kita bicara tentang Sumpah, menurut Sutra Avatamsaka, "Ketika orang mencapai akhir hidup mereka, semua organ indera akan rusak, tidak ada yang bisa kita lakukan, hanya kekuatan sumpah tidak pernah meninggalkan kita", kita harus memahami bagaimana penting adalah sumpah. Guru Ou-Ee dari The Lotus Sekte menunjukkan "Titik akan lahir di Tanah Murni Amitabha adalah Iman dan Sumpah".

Isi Sumpah adalah "Untuk bosan Soha dunia dan meninggalkan itu dan dengan senang hati untuk mencari Dunia Barat Utmost Joy" dan "Mulai keluar pikiran bodhi", Guru Ou-Ee dari The Sekte Lotus mengatakan: "Dunia Saha proyeksi dari pemikiran kotor pikiran kita, dan ini jenis pikiran kotor harus menyingkirkan ", dan" Firman Joy Barat Utmost adalah proyeksi dari pemikiran murni dari pikiran kita, dan ini semacam pikiran murni harus memohon ", itulah mengapa kita menyebutnya" Ketika pikiran murni dan tanah adalah murni juga ".

Menurut sutra, ketika orang bertanya Sakyamuni Buddha, tanah Buddha lainnya begitu murni, dan mengapa Anda adalah tidak murni, pada saat ini Buddha Sakyamuni menyentuh tanah dengan kakinya, dunia tiba-tiba menjadi murni hanya seperti Joy Dunia Utmost . Dari kata-kata ini, kita harus memahami bahwa Dunia Saha juga murni, tetapi hanya pikiran dalam pikiran kita tidak murni.

Menurut Sutra Sukhavativyuha, salah satu dari kondisi kelahiran kembali memohon di Tanah Murni Barat untuk tiga peringkat (tinggi, menengah, dan rendah) mempraktikkan Tanah Murni doktrin Buddhis adalah untuk memulai pikiran dari bodhi tertinggi atau pencerahan ( pikiran yang melihat bahwa sebenarnya di balik yang tampak, percaya pada konsekuensi-konsekuensi moral, dan bahwa semua memiliki sifat-Buddha, dan bertujuan Buddha) (di atas untuk mencari Bodhi, di bawah ini untuk menyimpan semua).

Para Sumpah akan menyebabkan Action, karena kita telah Iman yang mendalam dan kuat Sumpah, maka Action akan secara otomatis mulai keluar. Dan tindakan ini adalah untuk mengandalkan meneriakkan nama Amitabha. Para Amitabha menunjukkan gagasan cahaya abadi tak terbatas dan hidup, di surga Amitabha itu, Tanah Murni Barat, Amitabha menerima kebahagiaan yang tak terbatas untuk semua orang yang berseru kepada nama Amitabha.

Hal ini konsekuen pada Amitabha itu empat puluh delapan sumpah, terutama kedelapan belas, di mana Amitabha janji untuk menolak Buddha-kap sampai ia sudah menyelamatkan semua makhluk hidup ke Tanah Murni Amitabha, kecuali mereka yang telah melakukan lima dosa tak terampunkan, atau bersalah atas penghujatan terhadap Iman.

Surga Amitabha 'secara teoritis hanya panggung dalam perjalanan ke kelahiran kembali dalam sukacita akhir dari Nirvana, yang populer diyakini sebagai tempat peristirahatan-akhir dari mereka yang Percaya dan Namo Amitabha Chant, atau Terpujilah, atau Adorasi untuk, Buddha Amitabha .

Ketika nyanyian Amitabha akan menghilangkan rasa bersalah yang berat sejak berawal, nyanyian Amitabha akan mendapatkan berkat dan kebijaksanaan endlessness. "A" dalam Amitabha berarti sifat asli dari "sikap tidak memihak dan sama terhadap semua makhluk", juga berarti semua dharani atau mantra dan ibu dari semua Buddha.

Oleh karena itu, mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah budidaya seluruh alam. Mengandalkan nama Amitabha berarti berpegang pada dharani atau mantra, adalah budidaya mantra esoteris.

Guru Ou-Ee dari The Sekte Lotus mengatakan: [Sutra menunjukkan kepada kita semua jenis cara untuk berlatih Tanah Murni, seperti "Merenungkan gambar Buddha", "Merenungkan pikiran", "Untuk menyembah", "Untuk membuat persembahan dari apa pun memelihara "," Lima tahapan dalam layanan pertobatan "

1, pengakuan dosa masa lalu dan melarang mereka untuk masa depan
2, banding kepada Buddha universal untuk menjaga hukum-roda bergulir
3, bersukacita atas kebaikan dalam diri dan lain nya
4, menawarkan kebaikan semua satu untuk semua yang hidup dan cara Buddha
5, menyelesaikan, atau sumpah), dan "Enam pikiran berkutat pada: Buddha, Hukum, Ordo, Perintah, zakat, dan Surga dengan itu sukacita calon ", ketika menyelesaikan cara berlatih, akan membawa Anda ke Tanah Murni, dan hanya" mengandalkan pada nama Amitabha "meliputi terliar dan termudah untuk memulai]. Para mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah benar-benar raja harta karun.

"Meliputi paling liar dan termudah untuk memulai", dalam ajaran-ajaran atau pelajaran 84.000 dikreditkan kepada Sang Buddha untuk menyembuhkan semua penderitaan, hanya mengandalkan meneriakkan nama Amitabha dapat mencakup semua jenis liar yang lain, dari Bodhisattva Manjusri terbesar dan Samantabhadra untuk lima tindakan pemberontakan atau dosa-dosa mematikan (pembunuh ayah, pembunuh ibu, membunuh seorang Arhat, menumpahkan darah seorang Buddha, menghancurkan harmoni sangha) dan sepuluh hal yang jahat (membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, ganda-lidah , bahasa kasar, bahasa kotor, ketamakan, kemarahan, pandangan menyimpang, ini menghasilkan sepuluh kejahatan resultan) semua bisa berlatih dan akan leaded ke Tanah Murni.

Bagian yang paling penting adalah Vitalitas, tidak berlatih ketika kita tidak bisa berkonsentrasi, berada dalam suasana hati yang suram, telah lemah akan, dan terlalu banyak berpikir dalam pikiran, ini akan membuat hasil sama sekali. Kata-kata dari mulut kita harus sangat jelas, jika kita tidak mendengarnya tidak mengharapkan yang lain (Buddha, Bodhisattva, dan makhluk lainnya) akan mendengarnya, jangan mulai suara keras dan lebih rendah menit demi menit, suku kata atau nada harus harmonis ini akan menghasilkan dalam mengendalikan pikiran kita lebih mudah.

Ketika kita memiliki terlalu banyak berpikir selama meneriakkan nama Amitabha (kita tidak tahu dari mana mereka berasal dan tidak dapat menyingkirkan mereka), ini adalah fenomena yang kita akan bertemu, tetapi kita harus mengabaikannya (biarkan semua pikiran saja, tidak peduli mereka berada dalam atau keluar, dan hanya mendengarkan kata-kata [Namo Amitabha] dari mulut Anda dengan jelas), intinya adalah kata-kata "Namo Amitabha". Para NADA dari mulut kita adalah titik sangat penting untuk Ajaran Tanah Murni, dan idenya adalah "DENGARKAN nada kita sendiri", kita meneriakkan "Namo Amitabha" pada saat yang sama kita mendengar "Namo Amitabha".


Ketika kita mengatakan "Untuk mengendalikan indra keenam", pertama kita harus mengontrol rasa lidah dan telinga, maka ketika kita berpikir tentang nama Amitabha, kita mengendalikan rasa berpikir, ketika kita memegang mutiara Buddha (untuk memberitahu manik-manik) atau membentuk posisi mistik tangan, kita mengendalikan rasa tubuh, ketika kita sedang menonton gambar Buddha, kita mengendalikan rasa mata, ketika kita mencium membakar dupa, kami mengontrol rasa hidung. Titik kontrol enam indera adalah "DENGARKAN".

Volume terbaik dari mulut berbicara adalah Diamond berbicara (suara kecil di antara gigi dan bibir), itu akan membantu kita untuk melantunkan Amitabha lagi dan tidak akan menyakiti paru-paru kita. Juga dapat melakukan cara nyanyian diam, tetapi sedikit lebih sulit untuk mendengarkan kata-kata (mendengarkan dengan pikiran).

Volume suara adalah jenis fleksibel, suara bisa muncul ketika kita merasa tersebar atau terganggu, pikiran dapat dikendalikan oleh volume yang lebih tinggi dari mulut berbicara. Jika kita bisa mengucapkan sangat jelas, suara bisa sangat rendah, tetapi harus ada suara dalam mulut, dan selalu mendengarkan suara ini karena akan mengontrol pikiran kita. Kita semua tahu bahwa mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah cara yang sangat luar biasa untuk berlatih doktrin Buddhis dan titik adalah di sini "untuk mendengarkan suara KAMI SENDIRI" (ingat "mendengarkan nada kita sendiri").

Jika ada delusi atau godaan dari nafsu dan kebodohan yang mengganggu pikiran dan kesusahan, maka suara kita mengucapkan harus mengerikan. Ketika kita mengucapkan Namo Amitabha tanpa pikiran tunggal, telinga kita akan kehilangan fungsi mereka, maka suara dari mulut kita akan kehilangan fungsi juga (tidak dapat mengendalikan pikiran). Dalam kasus ini tidak ada cara untuk mengendalikan enam indera, hanya untuk menciptakan persepsi atau discernings.

Alasan kita mengkultivasi diri begitu keras adalah untuk mengubah pengetahuan umum (persepsi atau discernings) dari dunia ini ke transmigrasi-Buddha-pengetahuan, salah satu tujuan bagi kita untuk mengucapkan nama Buddha adalah untuk mengubah persepsi diskriminasi ke dalam mengamati mendalam kebijaksanaan Buddha. Untuk mencapai Namo Amitabha nyanyian tersebut dengan pikiran seluruh keras dua kali lipat, pertama kita harus belajar bagaimana untuk bernyanyi Namo Amitabha dengan pikiran yang tenang (jangan biarkan bergerak di sekitar).

Ketika kita mengucapkan Namo Amitabha, kita harus merasa ini cara yang kita berada di depan Amitabha, atau Amitabha meminta bantuan untuk menyelamatkan hidup kita ketika kita berada dalam kesulitan yang mendalam, pada saat ini, setiap kata Amitabha harus nyanyian dari bawah hati kita benar-benar dan terpercaya, satu kata "Namo Amitbha" demi satu "Namo Amitabha", ini disebut "Kontinuitas Pikiran Murni", seiring waktu, suatu hari kita akan mencapai tingkat Namo Amitabha nyanyian mana saja kapan saja (setiap negara bagian dalam kehidupan sehari-hari kita).

Suara (suara) dari Buddha melantunkan harus harmonis dan tenang, mulia dan anggun jika mereka berasal dari orang-orang yang memiliki pikiran yang benar, dapat dipercaya, dan murni. Ini suara nyanyian indah Buddha menjangkau pikiran kita sendiri melalui telinga kita sendiri, apa yang kita dengar adalah apa yang kita mengucapkan, oleh karena itu, mereka bertemu bersama-sama alami (suara memenuhi pikiran).

Suara nama Buddha yang dihiasi oleh jutaan kebajikan, karena suara adalah suara yang juga dihiasi oleh jutaan kebajikan. Suara masuk ke pikiran kita melalui indera kita dari telinga adalah suara apa kita mengucapkan. Pikiran kita nyanyian Buddha, pikiran kita menjadi Buddha. Oleh karena itu pikiran kita dan suara apa yang kita dengar harus berkorespondensi.

Dalam baik-baik saja, kita mengucapkan Amitabha, hal itu menyebabkan suara Amitabha, dan suara Amitabha akan membantu kita dalam kembali secara alami. Ketika kita bernyanyi dengan cara ini, kita tidak harus menyingkirkan dari pikiran-pikiran palsu atau menyesatkan, dan mereka akan dimurnikan secara alami.


Dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak peduli betapa sibuknya kita, tidak peduli seberapa keras kita, ketika kita berkeliaran tunawisma atau hanyut dari tempat ke tempat, kita harus selalu menangkap dan menahan Amitabha dan Tanah Murni dalam memori, jika kita kehilangan mereka, kita harus membawa mereka kembali segera, ketika berjalannya waktu, Amitabha dan Tanah Murni akan berada dalam pikiran kita selamanya.

Seperti Surangama-Sutra mengatakan: {Jika pikiran menjadi selalu menjaga Amitabha dalam pikiran (ingat dan mempertahankan Amitabha) dan nyanyian nama Amitabha, kini hadir atau masa depan akan bertemu Amitabha dan tidak akan meninggalkan Amitabha jauh}. Jika kita memperbaiki pemikiran tentang Amitabha seperti ini, pikiran akan memblokir semua jenis pikiran jahat, ketika kita ingin membuat perbuatan jahat, tidak dapat dibuat karena untuk menjaga Amitabha dalam pikiran, dan seharusnya kita harus, biasanya kita akan menjadi soft-hati dalam menangani perbuatan jahat. Ketika kita melihat orang lain dalam kesulitan yang mendalam, kita akan berdoa bagi mereka untuk meninggalkan masalah di belakang, itu karena pikiran nyanyian Buddha.

Meneriakkan nama Amitabha dan mematuhi perintah-perintah
Sutra mengatakan: {Sila (disiplin) adalah tangga dari semua doktrin}. Menjaga sila adalah penyebab, kondisi, atau organ maju ke tahap yang lebih tinggi. Ajaran murni akan menghasilkan samadhi (menyusun pikiran, penyerapan pemikiran ke dalam satu objek meditasi), dan Samadhi akan menghasilkan kebijaksanaan Buddha.

Ketika kita menyelesaikan tiga nafsu pengetahuan (disiplin, samadhi, dan kebijaksanaan), tiga racun, nafsu, kemarahan, dan kebodohan (keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan) akan dihancurkan secara alami. Dari ini, kita harus memahami ajaran adalah hal paling penting yang kita harus bergantung pada apakah kita ingin doktrin Buddhis hidup selamanya. Kita harus mengawasi dan mengikuti ajaran ajaran tersebut.

Dan juga ini sangat penting bagi para praktisi Lane Murni, karena ini adalah penyebab terlebih dahulu untuk mendapatkan kelahiran kembali di Tanah Murni. Oleh karena itu, kita harus memperlakukan ajaran sebagai guru pembimbing, ajaran menghormati, mengagumi ajaran, melindungi ajaran, dan ajaran studi, ingat Sutra mengatakan: {Sila adalah tangga dari semua doktrin}.

Buddha Sakyamuni membuat tiga jenis perintah, yang pertama adalah lima atau delapan dari sepuluh perintah yang awam atau upasika, yang kedua adalah sepuluh perintah dari sramanera (laki-laki), sepuluh perintah yang diambil oleh sramanerika (perempuan), aturan biarawan itu, dan aturan suster itu, dan yang ketiga adalah aturan untuk Bodhisattva. Sila adalah akar tertinggi bodhi, intinya adalah bahwa kita harus mengikuti dan tetap, hal ini akan memperpanjang doktrin Buddha.

Ketika kita berada dalam indera kita dan tidak pernah mabuk bingung, kita tertutup untuk langkah meditasi, delusi tidak memiliki substansi, jika ada meditasi, tidak ada ada delusi. Ketika pikiran kita seperti langit kosong, kita harus ingat "tidak melekat pada pandangan heterodoks bahwa karma dan nirvana tidak nyata".

Ketika kita bisa berubah atau berubah (bergerak atau tidak bergerak) harus tanpa pikiran apapun. Perasaan, nafsu, dan keinginan dari orang-orang berdosa dan orang-orang kudus harus dilupakan, ide-ide aktif dan pasif harus semua mengalir off, dalam hal ini kita selalu dalam meditasi, ini selalu disebut "pikiran tidak memihak" (tidak mencintai satu dan membenci) lain.

Buddha Sakyamuni pernah berkata: {Ajaran makhluk manfaat lebih dari hikmat}, menjaga perintah-perintah, melantunkan nama Buddha dengan pikiran kita, mulai keluar pikiran besar bodhi adalah perbuatan hak budidaya ajaran Buddha Tanah Murni.

Dan mulai keluar sumpah, berbalik arah (untuk mengubah sesuatu dari satu orang atau hal ke hal lain, transferensi merit), memuji Buddha, menyembah Buddha, meminta maaf dan menyesali untuk kesalahan (pertobatan), zakat, dan melepaskan makhluk hidup sebagai suatu karya merit adalah disiplin tambahan untuk kebajikan diberkati.


Tindakan yang saleh dan menyebabkan bekerja sama pd adalah penyebab langsung benar atau akar yang baik Bodhi. Sama seperti sutra berkata, "Jika tidak memulai pikiran atau sumpah Bodhi kemahatahuan Buddha, meskipun kami telah melakukan enam paramita:

1, amal, atau memberikan, termasuk menganugerahkan kebenaran pada orang lain,
2, Menjaga perintah-perintah,
3, kesabaran bawah menghina,
4, semangat dan kemajuan,
5, meditasi atau kontemplasi,
6, kebijaksanaan, kekuatan untuk melihat realitas atau kebenaran
bahkan untuk tahun terhitung jumlahnya, kita masih tidak dapat menjadi Buddha. "

Akar kebajikan terhitung jumlahnya adalah Penyebab, perlu semua jenis kebajikan diberkati (semua perbuatan baik) untuk membangun Bodhi itu, BANGUNAN kebijaksanaan dengan kebajikan, mencari kebajikan dan kebijaksanaan, melengkapi teori dengan praktek (mencapai noumenon melalui fenomena), semua tindakan-tindakan tambahan adalah penyebab pd bekerja sama, oleh karena itu, ada semua jenis Penyebab dan penyebab bekerja sama sangat baik.

Menurut sutra, ada tiga jenis kebajikan: {pertama, berbakti dan taat kepada orang tua, untuk melaksanakan perintah dari guru atau orang tua, tidak mengambil nyawa (membunuh livings, atau menjadi sadar) karena hati yang berbelas kasih , dan memupuk karma baik yang dihasilkan dari praktek sepuluh perintah, kedua, untuk mengambil tiga perlindungan formula, atau tiga menyerah (tiga formula yang Buddham, Dharmam, dan Sangham, menyerah adalah kepada Sang Buddha sebagai guru, UU sebagai medicined , Sangha sebagai teman), seluruh aturan yang lengkap, tidak menyinggung perasaan hormat terhadap laku-inspirasi, dan ketiga, mulai keluar pikiran Bodha, iman yang mendalam Sebab dan akibat (setiap sebab memiliki efek, sebagai efek setiap muncul dari penyebab), membaca sutra-sutra Mahayana, dan memotivasi orang lain}.

Ketika merenungkan Buddha, mengendalikan pikiran kita dengan meneriakkan nama Buddha. Tubuh rohani atau benar (tubuh universal Buddha) dari Amitabha adalah seluruh tempat, suara pikiran keluar dari mulut, suara pikiran kemudian mendapatkan ke dalam cahaya Buddha, ketika lampu Buddha masuk ke suara pikiran, suara dan cahaya berbaur bersama-sama, maka Amitabha dan kita menjadi SATU.

Doktrin Buddha melantunkan disebut "Sebuah samadhi untuk mewujudkan bahwa sifat dari semua Buddha adalah sama", tapi kita harus mengucapkannya, jika tidak menjadi tersebar juga kita sedang membangun karma. Oleh karena itu kita harus belajar untuk bernyanyi Amitabha dengan mengendalikan pikiran, mengendalikan pikiran kita pikiran kita kapan saja di mana saja. Selain itu, merenungkan Buddha dengan pengaturan jantung (semua jenis pikiran) saat istirahat, seperti pikiran kotor dan tercemar, pikiran serakah, pikiran penuh kebencian, pikiran tergila-gila, pikiran khawatir, pikiran menderita, pikiran angkuh, pikiran kurang ajar, pikiran iri, pikiran tidak senonoh , pikiran heterodoks, pikiran suram, dan pikiran kosong, semua pikiran harus dihancurkan.

Ada empat jenis merenungkan Buddha, Mengandalkan pada nama Buddha, Merenungkan Buddha dalam pikiran dan ulangi namanya, Merenungkan gambar Buddha dan ulangi namanya, dan Merenungkan Realitas dan ulangi namanya, tapi Mengandalkan pada nama Buddha adalah yang terbaik untuk menghitung-hitung pengajaran yang tepat.

Para mengandalkan nama Buddha Amitabha bukan hanya menyanyikan dengan mulut kita, tetapi kita harus ingat Amitabha dengan pikiran kita, memperbaiki pikiran pada nama Amitabha kapan saja dan dimana saja, ini disebut "Mengandalkan nama Buddha".

Mengandalkan pada nama Buddha dengan keyakinan mendalam dan kuat sumpah
Meskipun Tanah Suci jauh cara, tetapi jika kita memiliki iman yang mendalam dan kuat sumpah, Tanah Murni Barat harus menjadi tempat untuk hidup kami berikutnya.

Iman dan Sumpah adalah tindakan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan tindakan ini merupakan prinsip dari memohon untuk terlahir kembali di Tanah Murni, Iman dan sumpah adalah perbuatan Hak budidaya Lane doktrin Buddhis Murni, jika kita mengikuti langkah ini, kelahiran kembali di Tanah Murni bukanlah hal yang sulit.

Kekuatan master (kekuatan) dari Mengandalkan nama Buddha adalah Iman: Percaya kelahiran dan kematian, kelahiran kembali dan redeath, hidup Percaya tidak kekal, Percaya aliran transmigrations yang berbahaya dan masalah, Percaya untuk mengambil waktu yang sangat lama untuk keluar dari jalan jahat atau nasib (hewan, pretas, dan api penyucian), kata-kata Buddha Percaya adalah benar, Percaya ada Tanah Murni Barat, Percaya kelahiran kembali dalam Tanah Murni jika kita memiliki Iman dan Sumpah, Percaya saat kelahiran kembali akan berada dalam posisi dari mana tidak ada kejatuhan, Percaya menjadi Buddha di seluruh hidup, dan Percaya segala sesuatu (apa pun kecil atau besar, terlihat atau tidak terlihat, nyata atau tidak nyata) semua dari pikiran saja (teori bahwa satu-satunya realitas adalah mental, bahwa dari pikiran).


Percaya bahwa ada Utmost Barat Joy Dunia dan Buddha Amitabha. Iman Buddha Deep Doktrin Iman kanan. Sutra mengatakan: {Iman adalah ibu dari awal doktrin yang benar dan semua jasa kebajikan, mendukung dan memupuk semua akar yang baik}, hal itu disebut akar dari Iman, itu adalah kekuatan, itu adalah kekuatan, itu adalah penyebab yang baik , itu juga adalah benih Bodhi.

Tetapi bagi mereka pemula, [yang telah meragukan hati, pandangan bias (tidak mengakui doktrin karma moral), inersia, kekuatan kebiasaan (pemberontakan atau pengulangan pikiran, nafsu, atau delusi setelah gairah atau delusi sendiri telah telah diatasi, sisa sisa atau pengaruh ilusi)], yang akan bertemu dengan nyata ketika menyingkirkan meragukan hati, yang akan bertemu Tepat ketika menyingkirkan pandangan heterodoks, cara ini akan membangun Iman dan Sumpah, mengatasi inersia, yang pengabdian akan mengikuti, menghancurkan kekuatan kebiasaan, maka akan bebas dari kejahatan dan kekotoran.

jika kita dapat membangun Iman seperti ini, maka segera kita akan mulai keluar pikiran Bodhi, sekali pikiran Bodhi dibangun, maka Sang Buddha mencapai -kap tidak jauh. Sebuah sastra dianggap berasal dari Nagarjuna pada Sutra Prajna-paramita yang lebih besar mengatakan: {Satu yang bisa masuk ke dalam Dharma karena Iman yang murni dan bersih dalam pikiran seseorang, orang yang tidak bisa masuk ke dalam karena Dharma Iman tidak ada dalam pikiran seseorang}.

salam ceria...
maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute