Jumat, 13 Juli 2012

Kisah Vidudabha


Raja Pasenadi dari Kosala, yang berharap dapat menikah dengan seorang putri dari suku Sakya, mengirimkan beberapa utusan ke Kapilavatthu dengan suatu permohonan meminang salah seorang putri suku Sakya.

Tidak ingin menghina Raja Pasenadi dengan penolakan, pangeran suku Sakya mengatakan bahwa mereka akan memenuhi permintaan tersebut, tetapi mereka tidak mengirimkan seorang putri, melainkan seorang gadis cantik yang lahir dari Raja Mahanama dengan seorang budak wanita. Raja Pasenadi mengangkat gadis tersebut sebagai permaisuri, kemudian berputera dan diberi nama Vidudabha.

Ketika sang pengeran berusia 16 tahun, Raja Pasenadi mengirimnya untuk mengunjungi Raja Mahanama dan pangeran-pangera suku Sakya. Di sana sang pangeran diterima dengan ramah. Tetapi semua pangeran suku Sakya yang lebih muda dari Vidudabha telah pergi ke suatu desa, sehingga mereka tidak perlu memberikan penghormatan kepada Vidudabha.

Setelah tinggal selama beberapa hari di Kapilavatthu, Vidudabha dan rombongannya berniat untuk pulang. Segera setelah sang pangeran dan rombongannya pergi, seorang budak wanita mencuci tempat-tempat dimana Vidudabha duduk dengan susu. Dia juga mengutuk sambil berteriak: "Ini adalah tempat dimana putra seorang budak telah duduk,.....".

Waktu itu, salah seorang pengikut Vidudabha kembali untuk mengambil barang yang tertinggal, dan kebetulan mendengar apa yang diucapkan oleh gadis itu. Budak wanita itu juga mengatakan bahwa ibu Vidudabha, Vasabhakhattiya, adalah putri dari seorang budak wanita milik Mahanama.

Ketika Vidudabha diberi tahu tentang kejadian tersebut, dia menjadi sangat marah dan mengatakan bahwa suatu hari dia akan menghancurkan semua suku Sakya. Untuk membuktikan ucapannya, ketika Vidudabha menjadi raja, dia menyerbu dan membunuh semua suku Sakya, terkecuali beberapa orang yang bersama Mahanama.

Dalam perjalanan pulang, Vidudabha dan pasukannya berkemah di muara Sungai Aciravati. Akibat hujan turun dengan lebatnya di kota bagian atas pada malam yang gelap itu, sungai meluap dan mengalir ke bawah dengan derasnya menghanyutkan Vidudabha dan pasukannya ke samudera.

Mendengar dua kejadian tragis ini, Sang Buddha menerangkan kepada para bhikkhu bahwa saudara-saudaranya, pangeran-pangeran suku Sakya, pada kehidupan mereka sebelumnya, mereka menaruh racun ke dalam sungai untuk membunuh ikan-ikan. Kematian para pangeran suku Sakya dalam suatu pembantaian massal merupakan buah dari perbuatan yang telah mereka lakukan pada kehidupan sebelumnya.

Berkaitan dengan kejadian yang menimpa Vidudabha dan pasukannya, Sang Buddha mengatakan: "Bagaikan banjir besar menghanyutkan penduduk desa pada sebuah desa yang tertidur, demikian juga, kematian menghanyutkan semua makhluk yang melekat pada nafsu keinginan"

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"pupphāni h’eva pacinantaṃ
vyāsattamānasaṃ naraṃ
suttaṃ gāmaṃ mahogho va
maccu ādāya gacchati"

Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indria,
yang pikirannya melekat pada kesenangan indria itu
akan diseret oleh kematian,
bagaikan banjir besar menghanyutkan sebuah desa yang tertidur.

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute