Minggu, 27 November 2011

Tuhan Dalam Agama Buddha

Dalam ajaran agama Buddha, Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana).


Pandangan umum tentang Tuhan menjelaskan suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan alam semesta. Pemikiran dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh banyak Buddhis dalam perpecahan agama Buddha. Dalam agama Buddha, asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari Tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu.

Bagaimanapun, beberapa Sutra Mahayana tertentu (seperti Sutra Nirwana dan Sutra Teratai) dan terutama tantra-tantra tertentu seperti Kunjed Gyalpo Tantra memberikan menunjukkan bahwa sikap memandang Buddha yang maha hadir, mempunyai intisari yang membebaskan dan abadi kenyataan dari segala benda, sampai sejauh ini, boleh dibilang sudah mendekati pandangan Tuhan sebagai segalanya.

Dalam agama Buddha, tidak ada makhluk sakti yang menjadi pencipta segalanya. Buddha Gautama menyatakan bahwa pemikiran kitalah yang telah menjadikan dunia ini. Sang Buddha menganggap buah pikiran sebagai pencipta. Kita adalah buah pikiran kita sendiri.
" Semuanya tentang kita muncul dari pemikiran kita sendiri.
Dengan buah pikiran kita, kita menciptakan dunia kita."

(Dhammapada, 1.1-3)

Salah satu dari Mahayana Sutra, yaitu Lankavatara Sutra, menyatakan konsep Tuhan yang berdaulat, atau Atman adalah imajinasi belaka atau perwujudan dari pikiran dan bisa menjadi halangan menuju kesempurnaan karena ini membuat kita menjadi terikat dengan konsep Tuhan Maha Pencipta:

" Semua konsep seperti sebab, pelanjutan, atom, unsur-unsur dasar, yang membuat kepribadian, jiwa pribadi, roh sakti, Tuhan yang berdaulat, pencipta, adalah imajinasi belaka dan perwujudan dari pemikiran manusia.
Tidak, Mahamati, doktrin Tathágata dari rahim ke-Tathágata-an tidaklah sama dengan filosofi Atman."

Selain daripada Tuhan sebagai persona pencipta, sutra menyebutkan tentang "Pemikiran Kreatif", dan juga konsep sebagaimana apa adanya (tathata = kebenaran dari segalanya adalah sebagaimana apa adanya), yang didefinisikan sebagai:

" Sebagaimana apa adanya dapat dikarakterisasikan sebagai Kebenaran, Kenyataan, Pengetahuan eksak, batas, sumber, keberadaan diri, Yang Tidak Dapat Diperoleh."

(Suzuki, Lankavatara Sutra, p. 198).

Dalam pernyataan tersebut terdapat banyak petunjuk-petunjuk supranatural dan kemuliaan yang tak terbantahkan.

Terlebih lagi, sutra yang sama juga menanggap Buddha menungkapkan bahwa dia adalah "Seorang Yang Tidak Dikenal", yang sebenarnya diungkapkan ketika semua manusia memproyeksikan konsep dari keTuhanan kemudian bercakap-cakap dengan "Tuhan" oleh pemikiran mereka yang belum terbangun. Buddha berkata bahwa begitu banyak nama untuk keberadaan yang paling hebat atau kebenaran pada kenyataannya merupakan aksi penamaan dirinya yang membodohi orang. Dia menyatakan:

* Kasus yang sama boleh dinyatakan kepada aku ketika aku hadir dalam dunia kesabaran di hadapan orang-orang yang bodoh dan dimana aku dikenal dengan sejuta nama-nama yang tak terhitung.

* Mereka memanggil aku dengan nama-nama yang berbeda tidak menyadari itu semua merupakan nama-nama dari satu Tathagatagarbha.

* Beberapa mengenal saya sebagai matahari, sebagai bulan; beberapa sebagai hasil reinkarnasi dari orang-orang bijak; beberapa sebagai "10 kekuatan"; beberapa sebagai Rama, beberapa sebagai Indra, dan beberapa sebagai Baruna. ada pula yang memanggil saya sebagai "Yang Tak Terlahirkan", sebagai "Kehampaan", sebagai "Apa adanya", sebagai "Kebenaran", sebagai "Kenyataan", sebagai "Prinsip Terakhir"; masih ada juga yang memanggil saya sebagai Dharmakaya, sebagai Nirwana, sebagai "Yang Abadi"; beberapa ada yang menyebutkan saya sebagai kesatuan, sebagai "Yang tidak ada duanya", sebagai "Yang tidak akan mati", sebagai "Yang tak berbentuk"; beberapa menganggap saya sebagai doktrin atau penyebab Buddha, atau sebagai emansipasi, atau sebagai Jalan Kemuliaan; beberapa juga menganggap saya sebagai pemikiran yang mulia dan kebijaksanaan yang mulia.

* Demikian dalam dunia ini dan dalam dunia lain, aku dikenal dengan nama-nama yang tak terhitung jumlahnya, tapi mereka melihat aku seperti bayangan bulan di air. Walaupun mereka menghormati, memuji dan menyembah aku, mereka tidak mengerti sepenuhnya arti dan akibat dari kata-kata yang mereka ucapkan; tanpa mengerti kenyataan diri dari kebenaran, mereka bergantung kepada kata-kata dari buku peraturan mereka, atau dari apa yang mereka dengar, atau apa dari yang mereka bayangkan, dan gagal untuk mengetahui bahwa nama yang mereka pakai tidak lain adalah satu nama dari sekian banyak nama Tathagatagarbha.

* Dari penelitian mereka, mereka mengikuti kata-kata hampa dari teks dengan sia-sia tanpa mengerti arti sebenarnya, bukannya berusaha untuk memiliki kepercayaan dalam "teks", dimana kenyataan yang mengkonfirmasikan diri sendiri mengungkapkan dirinya yaitu memiliki kepercayaan diri dalam perwujudan kebijaksanaan yang mulia.

Dalam sutra bagian Sagathakam (yang berisi peryataan yang berkebalikan dengan bab-bab sebelumnya), juga menyebutkan kenyataan dari diri yang murni (atman), yang (tidak sama dengan atman dalam agama Hindu) disamakan dengan Tathagatagarbha (Intisari-Buddha):
" Atma (diri) dikarakterisasikan dengan kemurnian adalah keadaan dari perwujudan diri sendiri; ini adalah Tathagatagarbha, yang tidak dapat diteorikan."

Tathagatagarbha terletak di dalam Sutra Lankavatara yang dikenal sebagai akar dari kesadaran penuh semua makhluk hidup, yaitu Alaya-vijnana. Tathagatagarbha-Alayavijnana ini dinyatakan tidak dapat dispekulasikan, tetapi dapat dimengerti secara langsung dengan

" Bodhisatva-Mahasattvas (Bodhisattva Agung) yang seperti engkau [Mahamati] diberkati dengan daya pemikiran yang menembus logika, halus, baik, dan yang pengertiannya sesuai menurut arti sebenarnya..."

Matrix Buddha yang mengandung segala (Tathagatagarbha) atau basis dari kesadaran universal (Alayavijnana) memiliki hubungan dengan konsep kemuliaan yang menaruh Alayavijnana sebagai kenyataan di belakang dan dalam semua makhluk hidup.

"Diri" ini terletak di dalam naskah Buddha Mahayana dan tantra-tantra yang disamakan dengan asal, unsur dasar dari Buddha kosmik yang mengandung segalanya (dianggap sebagai Samantabhadra atau Mahavairochana). "Tuhan" dalam konteks tersebut kemudian dimengerti sebagai makhluk mental spiritual yang pandai dan abadi dalam seluruh alam semesta yang terlihat dan yang tak terlihat.

salam ceria...

BUDDHA ZAMRUD


Buddha Zamrud adalah peninggalan sejarah agama Buddha di Kerajaan Thai yang merupakan sebuah arca Buddha. Walaupun disebut "Buddha Zamrud", arca bersejarah ini sebenarnya bukan terbuat dari zamrud melainkan dari batu giok hijau. Arca ini berhiaskan busana emas dan mempunyai ketinggian kira-kira 45 cm. Arca bersejarah ini disimpan di Kuil Buddha Zamrud (Wat Phra Kaew) yang merupakan bagian dari Istana Raja di Bangkok.

Menurut legenda, arca Buddha Zamrud dibuat pada tahun 43 SM oleh Nagasena di bandar Pataliputra (saat ini Patna, India). Setelah berada di Pataliputra selama tiga ratus tahun, ia dipindahkan ke Sri Lanka. Pada tahun 457, Raja Anuruth dari Birma mengirim utusannya ke Ceylon (nama Srilanka dahulu) untuk meminta Naskah Agama Buddha dan Buddha Zamrud untuk mengembangkan ajaran Buddha di kerajaannya.

Permintaan tersebut diterima, walaupun sepanjang perjalanan pulang, kekacauan telah melanda dan kapal yang membawa para utusan tersebut tersesat dan akhirnya tiba di Kamboja. Pasukan Thai kemudian merebut Angkor Wat, sehingga arca Buddha Zamrud dibawa ke Ayutthaya, Kamphaeng Phet, Laos dan akhirnya Chiang Rai, di mana pemerintah bandar tersebut menyembunyikannya.


Segelintir sejarawan seni menyatakan bahwa seni Buddha Zamrud adalah berdasarkan gaya Chiang Saen yang berasal dari abad ke-15 Masehi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa arca tersebut berkemungkinan dihasilkan di Lannathai.

Sejarah telah menyatakan bahawa arca tersebut berasal dari Kerajaan Lannathai pada tahun 1434. Terdapat suatu legenda dimana wat Chiang Rai telah dipanah petir dan arca Buddha Zamrud ditemukan pada lokasi sambaran petir tersebut. Raja Lannathai pada masa itu, Raja Sam Fang Kaen ingin meletakkan arca Buddha tersebut di Chiang Mai.

Akan tetapi, saat perarakan membawa arca Buddha itu berlangsung, gajah yang membawanya tidak membawa arca tersebut ke Chiang Mai, sebaliknya ke Lampang. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu pertanda sehingga arca tersebut bertahan di Lampang sehingga tahun 1468. Akhirnya ia dibawa ke Chiang Mai dan disimpan di wat Chedi Luang.

Buddha Zamrud bertahan di Chiang Mai sehingga tahun 1552, di mana arca tersebut dibawa ke Luang Prabang dan kemudian ke kerajaan Laos Lan Xang. Beberapa tahun sebelum itu, putera mahkota Lan Xang, Setthathirath, telah dijemput untuk menduduki takhta kerajaan Lannathai yang kosong.


Walau bagaimanapun, dia menjadi Raja Lan Xang setelah ayahandanya, Photisarath mangkat. Dia kembali ke Lan Xang dengan membawa arca Buddha tersebut bersamanya. Pada tahun 1564, pusat pemerintahan Lan Xang berpindah ke Vientiane, dan arca tersebut turut dipindahkan ke sana.

Pada tahun 1779, Jenderal Chao Phraya Chakri merebut Vientiane dan membawa pulang Buddha Zamrud dengannya ke Thonburi. Setelah dia menjadi Raja Rama I Kerajaan Thai, dia meletakkan patung tersebut di Wat Phra Kaew dengan upacara gilang-gemilang pada 22 Maret 1784. Ia sekarang diletakkan di dalam bangunan utama wat (kuil) tersebut yang dipanggil Ubosoth.

Buddha Zamrud dibuat dari batu giok dan berhiaskan dengan pakaian yang terbuat dari emas. Terdapat tiga set pakaian emas, yang dipakaikan oleh Raja Kerajaan Thai di dalam sebuah upacara yang dilangsungkan pada setiap pergantian musim; yaitu pada bulan ke-4, ke-8 dan ke-12 menurut kalendar Thai.

Ketiga set pakaian tersebut mewakili musim panas, penghujan dan sejuk di Thailand. Dua set pakaian emas yang tidak digunakan dipamerkan di Astana Alat-alat Kebesaran, Hiasan Kerajaan dan Koin Mata Uang Thai untuk umum.

salam ceria...

BUDDHA AMOGHASIDDHI

Amoghasiddhi adalah yang terakhir dari Lima Dhyani atau Lima Tathagata Kebijaksanaan. Mereka diyakini berasal dari Vajrasattva, Buddha pemurnian. Dari kelima, Amoghasiddhi adalah buddha dari utara. Dia berhubungan dengan energi dan dikenal sebagai Tuhan Karma dan Buddha prestasi putus-putusnya.


Namanya secara harfiah berarti sempurna (amogha) sukses (Siddhi). Dia memegang tangannya dalam Abhaya, keberanian mudra. Amoghasiddhi adalah Buddha mencapai semua kebijaksanaan. Dia dihormati bukan hanya karena kebijaksanaan keberhasilan tetapi ia juga dikenal untuk mengalahkan iri hati.

Seperti dikatakan dalam tradisi Buddhis, Devadatta, sepupu sangat iri dari Amoghasiddhi sekali mencoba untuk membunuh Sang Buddha dengan melepaskan seekor gajah mengamuk ke jalan Buddha yang Amoghasiddhi hanya mengangkat nya mudra menenangkan binatang, keberanian mewujudkan baik dan mengalahkan iri hati.

Ia sering digambarkan sebagai lampu hijau hijau dan memancarkan sebagai warna mewakili perdamaian dan ketenangan alam. Warna menenangkan, itu adalah menenangkan kecemasan. Ketika merenungkan, Amoghasiddhi dikatakan untuk membantu melepaskan iri hati, kecemasan tenang dan ketakutan dan mengungkapkan kebijaksanaan prestasi.


Amoghasiddhi membalikkan gagal iri negatif ke positif kebijaksanaan prestasi. Envy adalah emosi positif seperti feed ambisi dan mendorong kita untuk mencapai yang lebih tinggi. Namun, kepahitan yang dihasilkan terhadap target kecemburuan adalah emosi negatif.
Ketika kita bisa menghindari kepahitan terkait dan memahami bahwa objek kecemburuan kita hanyalah agen memimpin kita untuk Karma yang lebih besar dan prestasi yang lebih baik, pesan Amoghasiddhi akan dipahami.

Amoghasiddhi wields vajra menyeberang atau Dorje ganda. Pendamping Amoghasiddhi adalah Tara Hijau. Dia diyakini telah terpancar dari Amoghasiddhi dan seperti dia, dia adalah dewa tindakan dalam panteon Budha. Amoghasiddhi naik setengah manusia, setengah elang campuran Garuda

Garuda dikaitkan dengan Himalaya di utara, berbagi arah dengan Amoghasiddhi. Garuda memakan ular dan memiliki kekuatan sempurna dalam visi merasakan ular-seperti delusi negatif yang menimpa frame fana kita.


Amoghasiddi memegang tempatnya di kosmologi Buddhis sebagai salah satu dari lima Dhyani Buddha. Dhyani Buddha sangat penting untuk Mahayana Buddhisme, masing-masing kaya dengan kelimpahan simbolisme yang signifikan. Secara khusus, setiap Buddha Dhyani th perwujudan dari kebijaksanaan karakteristik Buddha, dan masing-masing diyakini mampu mengatasi kejahatan tertentu dengan baik tertentu.

Lima juga individualy merupakan salah satu dari lima skandha (bentuk, kesadaran, perasaan, persepsi, dan formasi mental). Selain itu, masing-masing yang relevan sebagai representasi kebijaksanaan, arah, warna, keluarga, racun, tindakan, simbol, elemen, musim dan mudra! Selain itu, masing-masing memiliki permaisuri sendiri, kendaraan, dan tanah murni mereka.

Karena setiap Buddha mewakili keluarga, mereka sering digunakan sebagai kelompok untuk berbagai tantra. Mengingat berbagai karakteristik diwujudkan oleh Dhyani Buddha, signifikansi mereka dapat dilampirkan ke aspek kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan ingin bahwa setiap kebetulan, perasaan, penglihatan, dan sebagainya akan berhubungan dengan salah satu dari mereka. Ini connectiong ke umum membuat mereka terkenal dan reverd antara practitioers.

Asal spesifik dari Buddha adalah sedikit samar di kali. Mereka kadang-kadang dikatakan memiliki "selalu" dan asal mereka adalah hanya masalah ketika mereka dikutip dalam tulisan. Ada di dua hanya pertama, Aksobyha, dan Amitabha (mewakili kebijaksanaan dan comapssion masing-masing).


Ada ditambahkan Amoghasiddhi, Ratnasambhava, dan Vairocana, yang mewakili kekuatan, aktivitas, dan keindahan. Vairocana dianggap sebagai tokoh sentral dalam konfigurasi bentuk salib dari lima, dengan Amoghasiddhi menuju utara, Aksobhya di timur, Ratnasambhava di selatan dan Amitabha di barat.
Amoghasiddhi adalah salah satu dari lima Dhyani Buddha (kanan terjauh digambarkan pada gambar di atas). Empat lainnya adalah Vairochana, perwakilan dari dharma itu sendiri, Akshobhya, perwakilan kebijaksanaan, Ratnasambhava, wakil dari kesamaan yang mendasari semua hal, dan Amitabha, perwakilan dari kasih sayang. Setiap Dhyani Buddha diberikan warna yang berbeda juga.

Ini menetapkan Vairochana sebagai kepala dari Dhyani Buddha, sebagai nya warna putih adalah penjumlahan dari empat yang lain (merah, biru, kuning, dan hijau). Kelima Buddha berfungsi sebagai ikonografi khususnya untuk sejarah kehidupan Buddha, sifat, dan jalan menuju pencerahan. Mereka juga semua melayani untuk mengidentifikasi salah satu emosi negatif motivasi dan mengubahnya menjadi tindakan positif.

Vairochana mengubah kebodohan, Akshobhya mengubah lampiran, Ratnasambhava mengubah kebanggaan, Amitabha mengubah kemarahan, dan Amoghasiddhi mengubah cemburu. Shedding lima sifat dan merangkul hanya aspek positif mereka membantu satu di jalan menuju pencerahan. Amoghasiddhi juga umumnya terkait dengan Tara Hijau karena keduanya memiliki koneksi yang kuat untuk bertindak.

Vairochana adalah penakluk kebodohan dan pemimpin dari lima Dhyani Buddha. Warnanya putih, karena merupakan campuran dari semua warna dari Dhyani Buddha lainnya. Vairochana biasanya digambarkan dengan mudra Dharmachakra (Roda Dharma) untuk menandakan ajaran dharma dan harkens khotbah pertama Buddha di Sarnath.


Akshobhya menggulingkan kemarahan dan lampiran dengan kejelasan kebijaksanaan. Dia dikaitkan dengan warna biru, dan digambarkan di bumi-mudra menyentuh. Ini, tentu saja, panggilan pada konfrontasi simbolik di mana Sang Buddha disebut di bumi sebagai saksi untuk mengalahkan Mara. Akshobhya diberikan sebagai arah timur wakilnya.

Ratnasambhava mengikis bangga dengan pemahaman bahwa segala sesuatu adalah sama. Dia menampilkan mudra Varada untuk mewakili amal, itulah sebabnya ia dikaitkan dengan warna kuning. Ratnasambhava mewakili seluruh pandangan Buddha ke manusia daripada kejadian tertentu dalam hidupnya - yang mempertimbangkan setelan ini berlaku untuk semua poin yang sama. Arah kardinal Nya adalah selatan.

Amitabha digambarkan sebagai merah, karena itu adalah warna belas kasih dan cinta. Menggunakan alat ini, Amitabha membatalkan kemarahan. Dia umumnya terkait dengan sifat-sifat teratai (lambang nya) untuk bersikap lembut, terbuka dan murni. Tangan Amitabha adalah Dhyana mudra dalam, berarti mudra meditasi. Arah-Nya adalah barat.

salam ceria...

BUDDHA AMITABHA


Buddha Sakyamuni memahami bahwa semua makhluk memiliki ilusi sangat berat, oleh karena itu, tertipu dan tercerahkan oleh ketidaktahuan, TREAT ketidakkekalan SEBAGAI permanen, TREAT ada ego, jiwa tidak ada (dari sebuah karakter independen dan mandiri), impersonal, tidak ada keberadaan independen individu (makhluk sadar atau tidak sadar) [Ego empiris hanyalah sebuah agregasi dari berbagai unsur, dan dengan disintegrasi mereka itu berhenti ada, karena itu tidak memiliki realitas akhir yang memenangkan] SEBAGAI ego, diri, TREAT penderitaan, kesulitan, SEBAGAI sukacita dan kesusahan, TREAT kekotoran atau kenajisan SEBAGAI kemurnian, sejak berawal (tanpa awal, seperti rantai transmigrasi).

Semacam ini semua Upside Down menjadi berakar, sehingga sulit bagi makhluk ganda untuk menghilangkan ilusi dan mencapai kebenaran dengan pengalaman pribadi, karena itu, Buddha Sakyamuni menunjukkan makna dari Ajaran Nyanyian Nama Buddha dengan hati mencari pada semua simpatik sebagai sifat yang sama seperti diri sendiri.

Dengan cara ini Buddha Sakyamuni menempatkan mutiara Buddha ke dalam pikiran setiap orang tidak murni itu, menghilangkan semua kekuatan kebiasaan khawatir (sisa atau pengaruh sisa ilusi) dalam setiap pikiran semua makhluk, memurnikan pikiran dari semua makhluk, dan akhirnya menyebabkan makhluk ke Tanah Murni Barat.

Para Mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah doktrin yang sangat khusus Buddhis budidaya:
Pertama, hanya yang kudus nama "Amitabha", orang bisa menyanyikan, kapan saja dapat menyanyikan, dimana saja dapat menyanyikan, hanya ingat menjaga dalam pikiran sepanjang waktu.

Setelah berpikir meningkatkan dan berpikir adalah Amitabha, ketika pikiran demi pikiran meningkatkan dan semua pikiran-pikiran itu Amitabha, meskipun tujuan Amitabha nyanyian bukan untuk "amati sifat Buddha dalam diri sendiri", tetapi amati "Buddha-alam dalam diri sendiri "akan di sana, ini disebut" bertemu realitas "atau" memenuhi jalan yang benar ".

Selama kita mengucapkan Amitabha baik di mulut atau dalam pikiran pun berjalan, berdiri, duduk, berbaring (di setiap negara), maka kita akan masuk ke "tanpa berpikir" (terlepas dari pikiran, tidak ada yang eksis) dari "dengan berpikir "secara bertahap, pada saat ini baik pikiran makhluk dan Amitabha adalah identik. (Tanah Murni sebagai tempat identik dengan Tanah Murni dalam pikiran).

Kedua, bagi mereka yang dilahirkan dengan karakter dasar (atau kapasitas rendah), penghalang mereka godaan, gairah, atau kekotoran batin (yang menghalangi pencapaian nirwana pikiran-) jauh lebih berat, pikiran mereka diskriminasi dan berpegang pada realitas diri atau hal-hal yang juga sangat berat.

Jika mereka bisa menyesal atau bertobat atas kesalahan untuk masa lalu dan masa depan, dan bergantung pada nyanyian Amitabha dengan pikiran yang sangat asyik dalam iman dan sumpah, terus instan dalam pikiran tak terputus saat menyanyikan Amitabha, seperti berjalannya waktu, pemikiran keliru dan delusi akan dipotong secara bertahap, dan pikiran yang melekat pada hal-hal sebagai nyata akan berubah secara bertahap juga, ketika kehidupan sekarang mencapai akhir, dunia di mana orang-orang kudus dan orang berdosa tinggal bersama-sama di Tanah Barat akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Ketiga, bagi mereka yang lahir dengan karakter media (atau kapasitas media), penghalang mereka godaan, gairah, atau kekotoran batin yang sedikit lebih ringan, mereka dapat mencapai tingkat "Untuk tidak melakukan yang jahat, untuk melakukan hanya baik", eksternal dan internal berkirim surat, dan belajar empat kebajikan merangkul semua:

1, memberikan apa yang orang lain seperti, dalam rangka untuk memimpin mereka untuk mencintai dan menerima kebenaran,
2, ucapan kasih sayang, dengan tujuan yang sama,,
3 melakukan menguntungkan untuk orang lain, dengan tujuan yang sama,
4, dan adaptasi kerjasama dengan diri sendiri kepada orang lain, untuk memimpin mereka ke dalam kebenaran),


sementara itu nama Amitabha tidak pernah meninggalkan mulut mereka dan pikiran, seiring waktu, mereka akan mencapai tingkat " dengan segenap akal budi atau hati ", dan menyingkirkan pandangan ilusi atau menyesatkan dan pikiran secara bertahap, juga keinginan, kebencian, dan kebodohan akan dihapus secara bertahap, ketika kehidupan sekarang mencapai akhir, alam sementara (dimana penghuninya sudah mendapat menyingkirkan kejahatan pandangan tercerahkan dan pikiran, tetapi masih harus dilahirkan kembali) di Tanah Barat akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Keempat, bagi mereka yang lahir dengan karakter unggul (atau kapasitas superior), akar mereka prajna (kekuatan kebijaksanaan) yang lebih tajam, dan memiliki iman yang mendalam dalam "sebab dan akibat" (setiap sebab memiliki efek, sebagai efek setiap timbul dari penyebab "), dan tidak pernah bingung dengan "realitas"

(realitas fundamental mutlak, tertinggi, absolut), beberapa dari mereka mencoba untuk mendapatkan hati tercerahkan dengan meditasi, beberapa dari mereka mencoba untuk manfaat semua makhluk dengan berkhotbah atau menjelaskan doktrin, dan mereka semua mengandalkan meneriakkan nama Amitabha dengan pikiran murni, dan mencurahkan kebajikan jasa-jasa mereka dan untuk Tanah Murni Barat.

Ketika mereka berlatih mengandalkan meneriakkan nama Amitabha, mereka dapat mencapai tingkat identitas nyanyian dan merenungkan, tingkat interaksi leluasa noumenon dan fenomena, dan memahami bahwa tidak ada Buddha yang dinyanyikan selain pikiran yang bisa mantra, juga tidak ada pikiran yang bisa menyanyikan selain Buddha bahwa diucapkan, dan mencapai tingkat ide-ide yang aktif dan pasif (kemampuan untuk mengubah, atau transformable dan objek yang berubah) adalah satu dan tak terbagi (non- dualitas), ketika kehidupan mereka saat ini mencapai akhir, Alam imbalan permanen dan kebebasan di Barat Tanah akan menjadi kehidupan berikutnya bagi mereka.

Mempersiapkan perlengkapan untuk memohon kelahiran kembali di Tanah Murni Barat. Iman, Sumpah ini, dan Aksi ini adalah tiga pasokan memohon kelahiran kembali dalam Tanah Murni menurut Sutra Amitabha. Dan Iman yang paling penting dari mereka semua (iman sebagai langkah pertama dan terkemuka), Iman dianggap sebagai fakultas dari pikiran yang melihat, merampas, dan mempercayai Amitabha, itu sebabnya kita mengatakan hanya mereka yang memiliki iman dalam dapat mencapai besar lautan doktrin Buddhis. Dan ketika memiliki Iman Real, maka sumpah dan tindakan dapat mulai keluar.

Apakah Iman Real? Menurut Guru Jei-Lio The Sekte Lotus, "Aku dan Amitabha bukan dua tetapi satu di [pikiran yang tercerahkan bebas dari segala ilusi]", "Saya yang sedang dalam hati Buddha, Amitabha adalah Buddha di dalam hatiku", "Ingat Amitabha, memelihara Amitabha, dan mengucapkan nama Amitabha, akhirnya aku akan bertemu Amitabha", ini hanya seperti menuangkan air ke dalam susu, maka air berada dalam susu, susu berada dalam air, mereka saling pencampuran , menggabungkan saling. Oleh karena itu, ketika kita meneriakkan nama Amitabha, akan ada interaksi timbal balik antara individu dan Buddha Amitabha.

Mari kita bicara tentang Sumpah, menurut Sutra Avatamsaka, "Ketika orang mencapai akhir hidup mereka, semua organ indera akan rusak, tidak ada yang bisa kita lakukan, hanya kekuatan sumpah tidak pernah meninggalkan kita", kita harus memahami bagaimana penting adalah sumpah. Guru Ou-Ee dari The Lotus Sekte menunjukkan "Titik akan lahir di Tanah Murni Amitabha adalah Iman dan Sumpah".

Isi Sumpah adalah "Untuk bosan Soha dunia dan meninggalkan itu dan dengan senang hati untuk mencari Dunia Barat Utmost Joy" dan "Mulai keluar pikiran bodhi", Guru Ou-Ee dari The Sekte Lotus mengatakan: "Dunia Saha proyeksi dari pemikiran kotor pikiran kita, dan ini jenis pikiran kotor harus menyingkirkan ", dan" Firman Joy Barat Utmost adalah proyeksi dari pemikiran murni dari pikiran kita, dan ini semacam pikiran murni harus memohon ", itulah mengapa kita menyebutnya" Ketika pikiran murni dan tanah adalah murni juga ".

Menurut sutra, ketika orang bertanya Sakyamuni Buddha, tanah Buddha lainnya begitu murni, dan mengapa Anda adalah tidak murni, pada saat ini Buddha Sakyamuni menyentuh tanah dengan kakinya, dunia tiba-tiba menjadi murni hanya seperti Joy Dunia Utmost . Dari kata-kata ini, kita harus memahami bahwa Dunia Saha juga murni, tetapi hanya pikiran dalam pikiran kita tidak murni.

Menurut Sutra Sukhavativyuha, salah satu dari kondisi kelahiran kembali memohon di Tanah Murni Barat untuk tiga peringkat (tinggi, menengah, dan rendah) mempraktikkan Tanah Murni doktrin Buddhis adalah untuk memulai pikiran dari bodhi tertinggi atau pencerahan ( pikiran yang melihat bahwa sebenarnya di balik yang tampak, percaya pada konsekuensi-konsekuensi moral, dan bahwa semua memiliki sifat-Buddha, dan bertujuan Buddha) (di atas untuk mencari Bodhi, di bawah ini untuk menyimpan semua).

Para Sumpah akan menyebabkan Action, karena kita telah Iman yang mendalam dan kuat Sumpah, maka Action akan secara otomatis mulai keluar. Dan tindakan ini adalah untuk mengandalkan meneriakkan nama Amitabha. Para Amitabha menunjukkan gagasan cahaya abadi tak terbatas dan hidup, di surga Amitabha itu, Tanah Murni Barat, Amitabha menerima kebahagiaan yang tak terbatas untuk semua orang yang berseru kepada nama Amitabha.

Hal ini konsekuen pada Amitabha itu empat puluh delapan sumpah, terutama kedelapan belas, di mana Amitabha janji untuk menolak Buddha-kap sampai ia sudah menyelamatkan semua makhluk hidup ke Tanah Murni Amitabha, kecuali mereka yang telah melakukan lima dosa tak terampunkan, atau bersalah atas penghujatan terhadap Iman.

Surga Amitabha 'secara teoritis hanya panggung dalam perjalanan ke kelahiran kembali dalam sukacita akhir dari Nirvana, yang populer diyakini sebagai tempat peristirahatan-akhir dari mereka yang Percaya dan Namo Amitabha Chant, atau Terpujilah, atau Adorasi untuk, Buddha Amitabha .

Ketika nyanyian Amitabha akan menghilangkan rasa bersalah yang berat sejak berawal, nyanyian Amitabha akan mendapatkan berkat dan kebijaksanaan endlessness. "A" dalam Amitabha berarti sifat asli dari "sikap tidak memihak dan sama terhadap semua makhluk", juga berarti semua dharani atau mantra dan ibu dari semua Buddha.

Oleh karena itu, mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah budidaya seluruh alam. Mengandalkan nama Amitabha berarti berpegang pada dharani atau mantra, adalah budidaya mantra esoteris.

Guru Ou-Ee dari The Sekte Lotus mengatakan: [Sutra menunjukkan kepada kita semua jenis cara untuk berlatih Tanah Murni, seperti "Merenungkan gambar Buddha", "Merenungkan pikiran", "Untuk menyembah", "Untuk membuat persembahan dari apa pun memelihara "," Lima tahapan dalam layanan pertobatan "

1, pengakuan dosa masa lalu dan melarang mereka untuk masa depan
2, banding kepada Buddha universal untuk menjaga hukum-roda bergulir
3, bersukacita atas kebaikan dalam diri dan lain nya
4, menawarkan kebaikan semua satu untuk semua yang hidup dan cara Buddha
5, menyelesaikan, atau sumpah), dan "Enam pikiran berkutat pada: Buddha, Hukum, Ordo, Perintah, zakat, dan Surga dengan itu sukacita calon ", ketika menyelesaikan cara berlatih, akan membawa Anda ke Tanah Murni, dan hanya" mengandalkan pada nama Amitabha "meliputi terliar dan termudah untuk memulai]. Para mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah benar-benar raja harta karun.

"Meliputi paling liar dan termudah untuk memulai", dalam ajaran-ajaran atau pelajaran 84.000 dikreditkan kepada Sang Buddha untuk menyembuhkan semua penderitaan, hanya mengandalkan meneriakkan nama Amitabha dapat mencakup semua jenis liar yang lain, dari Bodhisattva Manjusri terbesar dan Samantabhadra untuk lima tindakan pemberontakan atau dosa-dosa mematikan (pembunuh ayah, pembunuh ibu, membunuh seorang Arhat, menumpahkan darah seorang Buddha, menghancurkan harmoni sangha) dan sepuluh hal yang jahat (membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, ganda-lidah , bahasa kasar, bahasa kotor, ketamakan, kemarahan, pandangan menyimpang, ini menghasilkan sepuluh kejahatan resultan) semua bisa berlatih dan akan leaded ke Tanah Murni.

Bagian yang paling penting adalah Vitalitas, tidak berlatih ketika kita tidak bisa berkonsentrasi, berada dalam suasana hati yang suram, telah lemah akan, dan terlalu banyak berpikir dalam pikiran, ini akan membuat hasil sama sekali. Kata-kata dari mulut kita harus sangat jelas, jika kita tidak mendengarnya tidak mengharapkan yang lain (Buddha, Bodhisattva, dan makhluk lainnya) akan mendengarnya, jangan mulai suara keras dan lebih rendah menit demi menit, suku kata atau nada harus harmonis ini akan menghasilkan dalam mengendalikan pikiran kita lebih mudah.

Ketika kita memiliki terlalu banyak berpikir selama meneriakkan nama Amitabha (kita tidak tahu dari mana mereka berasal dan tidak dapat menyingkirkan mereka), ini adalah fenomena yang kita akan bertemu, tetapi kita harus mengabaikannya (biarkan semua pikiran saja, tidak peduli mereka berada dalam atau keluar, dan hanya mendengarkan kata-kata [Namo Amitabha] dari mulut Anda dengan jelas), intinya adalah kata-kata "Namo Amitabha". Para NADA dari mulut kita adalah titik sangat penting untuk Ajaran Tanah Murni, dan idenya adalah "DENGARKAN nada kita sendiri", kita meneriakkan "Namo Amitabha" pada saat yang sama kita mendengar "Namo Amitabha".


Ketika kita mengatakan "Untuk mengendalikan indra keenam", pertama kita harus mengontrol rasa lidah dan telinga, maka ketika kita berpikir tentang nama Amitabha, kita mengendalikan rasa berpikir, ketika kita memegang mutiara Buddha (untuk memberitahu manik-manik) atau membentuk posisi mistik tangan, kita mengendalikan rasa tubuh, ketika kita sedang menonton gambar Buddha, kita mengendalikan rasa mata, ketika kita mencium membakar dupa, kami mengontrol rasa hidung. Titik kontrol enam indera adalah "DENGARKAN".

Volume terbaik dari mulut berbicara adalah Diamond berbicara (suara kecil di antara gigi dan bibir), itu akan membantu kita untuk melantunkan Amitabha lagi dan tidak akan menyakiti paru-paru kita. Juga dapat melakukan cara nyanyian diam, tetapi sedikit lebih sulit untuk mendengarkan kata-kata (mendengarkan dengan pikiran).

Volume suara adalah jenis fleksibel, suara bisa muncul ketika kita merasa tersebar atau terganggu, pikiran dapat dikendalikan oleh volume yang lebih tinggi dari mulut berbicara. Jika kita bisa mengucapkan sangat jelas, suara bisa sangat rendah, tetapi harus ada suara dalam mulut, dan selalu mendengarkan suara ini karena akan mengontrol pikiran kita. Kita semua tahu bahwa mengandalkan meneriakkan nama Amitabha adalah cara yang sangat luar biasa untuk berlatih doktrin Buddhis dan titik adalah di sini "untuk mendengarkan suara KAMI SENDIRI" (ingat "mendengarkan nada kita sendiri").

Jika ada delusi atau godaan dari nafsu dan kebodohan yang mengganggu pikiran dan kesusahan, maka suara kita mengucapkan harus mengerikan. Ketika kita mengucapkan Namo Amitabha tanpa pikiran tunggal, telinga kita akan kehilangan fungsi mereka, maka suara dari mulut kita akan kehilangan fungsi juga (tidak dapat mengendalikan pikiran). Dalam kasus ini tidak ada cara untuk mengendalikan enam indera, hanya untuk menciptakan persepsi atau discernings.

Alasan kita mengkultivasi diri begitu keras adalah untuk mengubah pengetahuan umum (persepsi atau discernings) dari dunia ini ke transmigrasi-Buddha-pengetahuan, salah satu tujuan bagi kita untuk mengucapkan nama Buddha adalah untuk mengubah persepsi diskriminasi ke dalam mengamati mendalam kebijaksanaan Buddha. Untuk mencapai Namo Amitabha nyanyian tersebut dengan pikiran seluruh keras dua kali lipat, pertama kita harus belajar bagaimana untuk bernyanyi Namo Amitabha dengan pikiran yang tenang (jangan biarkan bergerak di sekitar).

Ketika kita mengucapkan Namo Amitabha, kita harus merasa ini cara yang kita berada di depan Amitabha, atau Amitabha meminta bantuan untuk menyelamatkan hidup kita ketika kita berada dalam kesulitan yang mendalam, pada saat ini, setiap kata Amitabha harus nyanyian dari bawah hati kita benar-benar dan terpercaya, satu kata "Namo Amitbha" demi satu "Namo Amitabha", ini disebut "Kontinuitas Pikiran Murni", seiring waktu, suatu hari kita akan mencapai tingkat Namo Amitabha nyanyian mana saja kapan saja (setiap negara bagian dalam kehidupan sehari-hari kita).

Suara (suara) dari Buddha melantunkan harus harmonis dan tenang, mulia dan anggun jika mereka berasal dari orang-orang yang memiliki pikiran yang benar, dapat dipercaya, dan murni. Ini suara nyanyian indah Buddha menjangkau pikiran kita sendiri melalui telinga kita sendiri, apa yang kita dengar adalah apa yang kita mengucapkan, oleh karena itu, mereka bertemu bersama-sama alami (suara memenuhi pikiran).

Suara nama Buddha yang dihiasi oleh jutaan kebajikan, karena suara adalah suara yang juga dihiasi oleh jutaan kebajikan. Suara masuk ke pikiran kita melalui indera kita dari telinga adalah suara apa kita mengucapkan. Pikiran kita nyanyian Buddha, pikiran kita menjadi Buddha. Oleh karena itu pikiran kita dan suara apa yang kita dengar harus berkorespondensi.

Dalam baik-baik saja, kita mengucapkan Amitabha, hal itu menyebabkan suara Amitabha, dan suara Amitabha akan membantu kita dalam kembali secara alami. Ketika kita bernyanyi dengan cara ini, kita tidak harus menyingkirkan dari pikiran-pikiran palsu atau menyesatkan, dan mereka akan dimurnikan secara alami.


Dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak peduli betapa sibuknya kita, tidak peduli seberapa keras kita, ketika kita berkeliaran tunawisma atau hanyut dari tempat ke tempat, kita harus selalu menangkap dan menahan Amitabha dan Tanah Murni dalam memori, jika kita kehilangan mereka, kita harus membawa mereka kembali segera, ketika berjalannya waktu, Amitabha dan Tanah Murni akan berada dalam pikiran kita selamanya.

Seperti Surangama-Sutra mengatakan: {Jika pikiran menjadi selalu menjaga Amitabha dalam pikiran (ingat dan mempertahankan Amitabha) dan nyanyian nama Amitabha, kini hadir atau masa depan akan bertemu Amitabha dan tidak akan meninggalkan Amitabha jauh}. Jika kita memperbaiki pemikiran tentang Amitabha seperti ini, pikiran akan memblokir semua jenis pikiran jahat, ketika kita ingin membuat perbuatan jahat, tidak dapat dibuat karena untuk menjaga Amitabha dalam pikiran, dan seharusnya kita harus, biasanya kita akan menjadi soft-hati dalam menangani perbuatan jahat. Ketika kita melihat orang lain dalam kesulitan yang mendalam, kita akan berdoa bagi mereka untuk meninggalkan masalah di belakang, itu karena pikiran nyanyian Buddha.

Meneriakkan nama Amitabha dan mematuhi perintah-perintah
Sutra mengatakan: {Sila (disiplin) adalah tangga dari semua doktrin}. Menjaga sila adalah penyebab, kondisi, atau organ maju ke tahap yang lebih tinggi. Ajaran murni akan menghasilkan samadhi (menyusun pikiran, penyerapan pemikiran ke dalam satu objek meditasi), dan Samadhi akan menghasilkan kebijaksanaan Buddha.

Ketika kita menyelesaikan tiga nafsu pengetahuan (disiplin, samadhi, dan kebijaksanaan), tiga racun, nafsu, kemarahan, dan kebodohan (keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan) akan dihancurkan secara alami. Dari ini, kita harus memahami ajaran adalah hal paling penting yang kita harus bergantung pada apakah kita ingin doktrin Buddhis hidup selamanya. Kita harus mengawasi dan mengikuti ajaran ajaran tersebut.

Dan juga ini sangat penting bagi para praktisi Lane Murni, karena ini adalah penyebab terlebih dahulu untuk mendapatkan kelahiran kembali di Tanah Murni. Oleh karena itu, kita harus memperlakukan ajaran sebagai guru pembimbing, ajaran menghormati, mengagumi ajaran, melindungi ajaran, dan ajaran studi, ingat Sutra mengatakan: {Sila adalah tangga dari semua doktrin}.

Buddha Sakyamuni membuat tiga jenis perintah, yang pertama adalah lima atau delapan dari sepuluh perintah yang awam atau upasika, yang kedua adalah sepuluh perintah dari sramanera (laki-laki), sepuluh perintah yang diambil oleh sramanerika (perempuan), aturan biarawan itu, dan aturan suster itu, dan yang ketiga adalah aturan untuk Bodhisattva. Sila adalah akar tertinggi bodhi, intinya adalah bahwa kita harus mengikuti dan tetap, hal ini akan memperpanjang doktrin Buddha.

Ketika kita berada dalam indera kita dan tidak pernah mabuk bingung, kita tertutup untuk langkah meditasi, delusi tidak memiliki substansi, jika ada meditasi, tidak ada ada delusi. Ketika pikiran kita seperti langit kosong, kita harus ingat "tidak melekat pada pandangan heterodoks bahwa karma dan nirvana tidak nyata".

Ketika kita bisa berubah atau berubah (bergerak atau tidak bergerak) harus tanpa pikiran apapun. Perasaan, nafsu, dan keinginan dari orang-orang berdosa dan orang-orang kudus harus dilupakan, ide-ide aktif dan pasif harus semua mengalir off, dalam hal ini kita selalu dalam meditasi, ini selalu disebut "pikiran tidak memihak" (tidak mencintai satu dan membenci) lain.

Buddha Sakyamuni pernah berkata: {Ajaran makhluk manfaat lebih dari hikmat}, menjaga perintah-perintah, melantunkan nama Buddha dengan pikiran kita, mulai keluar pikiran besar bodhi adalah perbuatan hak budidaya ajaran Buddha Tanah Murni.

Dan mulai keluar sumpah, berbalik arah (untuk mengubah sesuatu dari satu orang atau hal ke hal lain, transferensi merit), memuji Buddha, menyembah Buddha, meminta maaf dan menyesali untuk kesalahan (pertobatan), zakat, dan melepaskan makhluk hidup sebagai suatu karya merit adalah disiplin tambahan untuk kebajikan diberkati.


Tindakan yang saleh dan menyebabkan bekerja sama pd adalah penyebab langsung benar atau akar yang baik Bodhi. Sama seperti sutra berkata, "Jika tidak memulai pikiran atau sumpah Bodhi kemahatahuan Buddha, meskipun kami telah melakukan enam paramita:

1, amal, atau memberikan, termasuk menganugerahkan kebenaran pada orang lain,
2, Menjaga perintah-perintah,
3, kesabaran bawah menghina,
4, semangat dan kemajuan,
5, meditasi atau kontemplasi,
6, kebijaksanaan, kekuatan untuk melihat realitas atau kebenaran
bahkan untuk tahun terhitung jumlahnya, kita masih tidak dapat menjadi Buddha. "

Akar kebajikan terhitung jumlahnya adalah Penyebab, perlu semua jenis kebajikan diberkati (semua perbuatan baik) untuk membangun Bodhi itu, BANGUNAN kebijaksanaan dengan kebajikan, mencari kebajikan dan kebijaksanaan, melengkapi teori dengan praktek (mencapai noumenon melalui fenomena), semua tindakan-tindakan tambahan adalah penyebab pd bekerja sama, oleh karena itu, ada semua jenis Penyebab dan penyebab bekerja sama sangat baik.

Menurut sutra, ada tiga jenis kebajikan: {pertama, berbakti dan taat kepada orang tua, untuk melaksanakan perintah dari guru atau orang tua, tidak mengambil nyawa (membunuh livings, atau menjadi sadar) karena hati yang berbelas kasih , dan memupuk karma baik yang dihasilkan dari praktek sepuluh perintah, kedua, untuk mengambil tiga perlindungan formula, atau tiga menyerah (tiga formula yang Buddham, Dharmam, dan Sangham, menyerah adalah kepada Sang Buddha sebagai guru, UU sebagai medicined , Sangha sebagai teman), seluruh aturan yang lengkap, tidak menyinggung perasaan hormat terhadap laku-inspirasi, dan ketiga, mulai keluar pikiran Bodha, iman yang mendalam Sebab dan akibat (setiap sebab memiliki efek, sebagai efek setiap muncul dari penyebab), membaca sutra-sutra Mahayana, dan memotivasi orang lain}.

Ketika merenungkan Buddha, mengendalikan pikiran kita dengan meneriakkan nama Buddha. Tubuh rohani atau benar (tubuh universal Buddha) dari Amitabha adalah seluruh tempat, suara pikiran keluar dari mulut, suara pikiran kemudian mendapatkan ke dalam cahaya Buddha, ketika lampu Buddha masuk ke suara pikiran, suara dan cahaya berbaur bersama-sama, maka Amitabha dan kita menjadi SATU.

Doktrin Buddha melantunkan disebut "Sebuah samadhi untuk mewujudkan bahwa sifat dari semua Buddha adalah sama", tapi kita harus mengucapkannya, jika tidak menjadi tersebar juga kita sedang membangun karma. Oleh karena itu kita harus belajar untuk bernyanyi Amitabha dengan mengendalikan pikiran, mengendalikan pikiran kita pikiran kita kapan saja di mana saja. Selain itu, merenungkan Buddha dengan pengaturan jantung (semua jenis pikiran) saat istirahat, seperti pikiran kotor dan tercemar, pikiran serakah, pikiran penuh kebencian, pikiran tergila-gila, pikiran khawatir, pikiran menderita, pikiran angkuh, pikiran kurang ajar, pikiran iri, pikiran tidak senonoh , pikiran heterodoks, pikiran suram, dan pikiran kosong, semua pikiran harus dihancurkan.

Ada empat jenis merenungkan Buddha, Mengandalkan pada nama Buddha, Merenungkan Buddha dalam pikiran dan ulangi namanya, Merenungkan gambar Buddha dan ulangi namanya, dan Merenungkan Realitas dan ulangi namanya, tapi Mengandalkan pada nama Buddha adalah yang terbaik untuk menghitung-hitung pengajaran yang tepat.

Para mengandalkan nama Buddha Amitabha bukan hanya menyanyikan dengan mulut kita, tetapi kita harus ingat Amitabha dengan pikiran kita, memperbaiki pikiran pada nama Amitabha kapan saja dan dimana saja, ini disebut "Mengandalkan nama Buddha".

Mengandalkan pada nama Buddha dengan keyakinan mendalam dan kuat sumpah
Meskipun Tanah Suci jauh cara, tetapi jika kita memiliki iman yang mendalam dan kuat sumpah, Tanah Murni Barat harus menjadi tempat untuk hidup kami berikutnya.

Iman dan Sumpah adalah tindakan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan tindakan ini merupakan prinsip dari memohon untuk terlahir kembali di Tanah Murni, Iman dan sumpah adalah perbuatan Hak budidaya Lane doktrin Buddhis Murni, jika kita mengikuti langkah ini, kelahiran kembali di Tanah Murni bukanlah hal yang sulit.

Kekuatan master (kekuatan) dari Mengandalkan nama Buddha adalah Iman: Percaya kelahiran dan kematian, kelahiran kembali dan redeath, hidup Percaya tidak kekal, Percaya aliran transmigrations yang berbahaya dan masalah, Percaya untuk mengambil waktu yang sangat lama untuk keluar dari jalan jahat atau nasib (hewan, pretas, dan api penyucian), kata-kata Buddha Percaya adalah benar, Percaya ada Tanah Murni Barat, Percaya kelahiran kembali dalam Tanah Murni jika kita memiliki Iman dan Sumpah, Percaya saat kelahiran kembali akan berada dalam posisi dari mana tidak ada kejatuhan, Percaya menjadi Buddha di seluruh hidup, dan Percaya segala sesuatu (apa pun kecil atau besar, terlihat atau tidak terlihat, nyata atau tidak nyata) semua dari pikiran saja (teori bahwa satu-satunya realitas adalah mental, bahwa dari pikiran).


Percaya bahwa ada Utmost Barat Joy Dunia dan Buddha Amitabha. Iman Buddha Deep Doktrin Iman kanan. Sutra mengatakan: {Iman adalah ibu dari awal doktrin yang benar dan semua jasa kebajikan, mendukung dan memupuk semua akar yang baik}, hal itu disebut akar dari Iman, itu adalah kekuatan, itu adalah kekuatan, itu adalah penyebab yang baik , itu juga adalah benih Bodhi.

Tetapi bagi mereka pemula, [yang telah meragukan hati, pandangan bias (tidak mengakui doktrin karma moral), inersia, kekuatan kebiasaan (pemberontakan atau pengulangan pikiran, nafsu, atau delusi setelah gairah atau delusi sendiri telah telah diatasi, sisa sisa atau pengaruh ilusi)], yang akan bertemu dengan nyata ketika menyingkirkan meragukan hati, yang akan bertemu Tepat ketika menyingkirkan pandangan heterodoks, cara ini akan membangun Iman dan Sumpah, mengatasi inersia, yang pengabdian akan mengikuti, menghancurkan kekuatan kebiasaan, maka akan bebas dari kejahatan dan kekotoran.

jika kita dapat membangun Iman seperti ini, maka segera kita akan mulai keluar pikiran Bodhi, sekali pikiran Bodhi dibangun, maka Sang Buddha mencapai -kap tidak jauh. Sebuah sastra dianggap berasal dari Nagarjuna pada Sutra Prajna-paramita yang lebih besar mengatakan: {Satu yang bisa masuk ke dalam Dharma karena Iman yang murni dan bersih dalam pikiran seseorang, orang yang tidak bisa masuk ke dalam karena Dharma Iman tidak ada dalam pikiran seseorang}.

salam ceria...

BUDDHA RATNASAMBHAVA


Ratnasambhava Buddha adalah yang ketiga dari Lima Dhyani Buddha yang telah disembah sejak 500 SM sampai hari ini. Empat Buddha Vairocana lainnya, Akshobya, Amitaba, dan Amogasiddhi. Ratna berarti permata dan Ratnasambhava dapat harfiah diterjemahkan ke permata memenuhi keinginan atau asal dari permata.

Tiga Permata adalah Buddha (guru), Dharma (ajaran), dan Sangha (komunitas). Ratnasambhava selalu menghadap selatan, dan warna tubuhnya berwarna kuning yang mewakili warna matahari.

Dia mengubah racun kebanggaan seperti spiritual dan intelektual ke "Kebijaksanaan Kesetaraan" atau kesamaan (Samatajnana). Dia memberikan keberuntungan dan kebajikan dan mengajarkan bahwa setiap makhluk adalah sama dan apa pun hal yang membuat kita berbeda seperti gender dan status sosial tidak penting.

Juga, ia mengajarkan bahwa dunia adalah murah hati dan begitu juga manusia, karena itu, ia menekankan pada keselarasan dan berbagi. Alasan mengapa dia mengajarkan berbagi daripada memberi adalah karena jika ada memberi, ada "diri" dan "orang lain" baik secara individu yang ada, namun jika ada berbagi, ada "kita" berarti bahwa kita berbagi hal-hal bersama dan hidup bersama dalam satu harmoni.

Berikut adalah kutipan dari Song, Meditations dari Dhyani Buddha Tibet

Musikalitas menjadi angin yang harmonis adalah sebuah malam yang hangat
Ini adalah permata kepuasan, cahaya bersinar kebahagiaan.
Seperti anak-anak bermain di pantai, di udara musim panas yang segar,
Jadi saya bersinar dengan sukacita berbagi, dan kekayaan perdamaian


Umumnya, ia duduk di teratai dalam posisi seperti Buddha. Lengan kanannya yang tergantung ke bawah pada sisi telapak tangannya dan menghadap depan. Ini disebut mudra dan menunjukkan kemurahan hati Varada tertinggi atau "pemenuhan keinginan untuk mengabdikan diri untuk keselamatan manusia" (Eksotik India Seni). Tangan kirinya ditempatkan di pangkuan dengan telapak tangan menghadap ke atas. Ini adalah mudra meditasi

Sebagian besar patung-patung Ratnasambhava di Jepang dibuat sebagai salah satu Dhyani Buddha, karena itu, sangat jarang untuk melihat patung Ratnasambhava hanya dengan sendirinya.


Ratnasambhava adalah salah satu dari lima Dhyani Buddha (Amoghasiddhi, Akshobya, Ratnasambhava, Vairocana, Amitabha) yang berarti bahwa ia adalah salah satu dari lima Buddha yang mewakili aspek pencerahan kesadaran untuk membantu dalam transformasi rohani. Dia mewakili kekayaan dan kadang-kadang dianggap sebagai Buddha memberi. Dengan karakteristik ini mewakili dari Ratnasambhava Buddha dapat membantu memenuhi sumpah Bodhisattva dengan menunjukkan praktisi cara amal.

Dikatakan bahwa dengan bermeditasi pada visualisasi Ratnasambhava adalah mungkin bagi seorang praktisi untuk transisi kebanggaan / keserakahan menjadi kebijaksanaan dari kesamaan. Pengetahuan tentang kesamaan memungkinkan praktisi untuk melihat fitur-fitur umum keberadaan manusia lebih jelas dan dengan demikian memahami kemanusiaan umum yang mendasari semua orang.

Dikatakan bahwa dari pengetahuan tentang kesamaan praktisi diberikan kejernihan pikiran untuk memahami dengan benar, delapan pengalaman duniawi: keuntungan dan kerugian, ketenaran dan aib, pujian dan menyalahkan, dan kesenangan dan rasa sakit.

Pengalaman-pengalaman ini diselenggarakan untuk menggambarkan keterkaitan mereka. Dengan memahami dengan benar, melalui pengetahuan tentang kesamaan yang Ratnasambhava melimpahkan, seorang praktisi mampu menyadari bahwa dengan mencari satu pengalaman kita dibiarkan terbuka untuk suatu pengalaman sering lebih berbahaya.

Citra Bodhisattva memfasilitasi pesan mendalam Buddhisme, membantu menghasilkan tanggapan terhadap berbagai ajaran dan sumpah. Pemirsa interpretasi dari Bodhisattva tergantung pada representasi seniman dari unsur-unsur seperti pakaian, warna, gerakan, dan lokasi.

Ratnasambhava yang digambarkan berbeda dalam budaya Asia, namun fitur konsisten memberikan wawasan reaksi kita terhadap bentuk visual.

Ratnasambhava mempertahankan tingkat tertinggi bodhicitta, sambil menawarkan karunia kemurahan hati welas asih. Ratnasambhava kosong, keluar, dan ke bawah menghadap, tangan kanan menunjukkan suatu korban yang sama dari semua, begitu banyak sehingga tangan bertumpu kirinya, yang biasanya lembut memegang suatu benda, melambangkan dia menjaga permata bodhichitta "tangannya tidak bisa memegang apa-apa.".


Pada gambar di atas kita jelas melihat mudra varada, memberikan wawasan ke dalam pemahaman kita tentang prajna kemurahan hati, serta objek merah (bodhichitta) beristirahat di atas tangan kiri Ratnasambhava itu.


Ratnasambhava juga menerima gelar sebagai "permata lahir" dan seperti yang terlihat pada gambar di atas Ratnasambhava memegang sebuah keinginan memenuhi permata di tangan kanannya. Bertentangan dengan gagasan bahwa tangan kanannya tetap kosong, beberapa penyajian menggambarkan permata.

Ini melambangkan koneksi ke sifat keinginannya memuaskan; permata berisi harta tak terbatas yang menunggu untuk dibudidayakan. Tangan kirinya mendukung mangkuk mengemis, melambangkan kesempatan untuk merit. Kedua simbol membantu mempromosikan gagasan bahwa Ratnasambhava memberi dengan murah hati, dan dengan memuja permata, wawasan yang jelas untuk dana (kemurahan hati), dapat dicapai.


Pada sebagian representasi, Ratnasambhava muncul warna kuning. Warna kuning menandakan koneksi penting untuk matahari tengah hari, atau hari pertengahan musim panas. Ratnasambhava juga dapat digambarkan kuning karena energi warna, intensitas, dan kelimpahan hidup.

Matahari tengah hari memancarkan getaran kekuningan, sinar bercahaya penuh kasih yang menyediakan bumi dengan cahaya yang sama. Berbagai interpretasi juga dapat menyebabkan seseorang untuk percaya bahwa kuning berfungsi sebagai daya tarik atau undangan, warna yang menarik kita dekat dalam rangka untuk mengajar kita tentang kemurahan hati dan menghasilkan kehangatan batin.

Ratnasambhava menjunjung tinggi kesetaraan; warna kuning visual membantu mendukung gagasan dari generousity tanpa syarat.

Ratnasambhava biasanya muncul beristirahat di atas daun teratai, tanaman yang metaforis sejajar dengan uji coba semua makhluk hidup harus mendorong melalui untuk menumbuhkan kebijaksanaan. Sebagaimana dibahas dalam "Keindahan Memberi," tanaman teratai berasal di lumpur, namun seperti tumbuh itu muncul dari lumpur dan mulai mengapung ke permukaan air. Setelah pada permukaan teratai membuka ke matahari (kehangatan bersinar kuning Ratnasambhava), dan memupuk menjadi bentuk yang indah, menyadari sepenuhnya.


Pakaian juga memberikan kontribusi untuk pemahaman kita tentang Ratnasambhava. Pada gambar di atas pakaiannya mengungkapkan jubah sutra yang indah, perhiasan emas, dan sebuah mahkota yang rumit di atas kepalanya. Gaun Ratnasambhava menyiratkan kekayaan dan kekayaan dalam ajaran-ajaran dan esensi. Para kemewahan tidak menyarankan lampiran harta duniawi berlebih, melainkan kemampuan untuk mewujudkan kekayaan yang metaforis melalui kesempurnaan pikiran, terutama yang murah hati.

Ratnasambhava, Buddha kebaikan dan keindahan adalah yang ketiga dari Dhyani Buddha atau Buddha meditasi. Ratnasambhava adalah tokoh sentral dari keluarga Ratna, yang mewakili kekayaan dan martabat dan unsur kosmik dari sensasi. Namun, di Nepal, telah dikatakan bahwa aspek negatifnya adalah eksploitasi kekayaan dan perwujudan dari fitnah.

Ratnasambhava juga diwakili merangkul Mamaki. Dia melambangkan air yang diperlukan sebagai pupuk oleh bumi. Dalam mitologi Hindu, Ratnasambhava diyakini sebagai tokoh yang mengubah racun kebanggaan (kesombongan rohani, intelektual dan manusia) ke dalam Kebijaksanaan Kesetaraan.

Buddha Tibet mengajarkan bahwa dengan Kebijaksanaan Kesetaraan seseorang melihat segala sesuatu dengan netralitas ilahi dan mengakui kesetaraan semua makhluk ilahi. Satu melihat semua makhluk dan Sang Buddha memiliki sifat yang sama, sebuah kondisi untuk memacu kenaikan spiritual kita dan untuk memperoleh kepercayaan untuk mewujudkan dalam diri kita status seorang Buddha.

Ratnasambhava adalah Buddha Dhyani di selatan. Warnanya kuning. Ini adalah warna matahari di puncaknya. Aturan Ratnasambhava atas unsur bumi dan mewakili skandha perasaan atau sensasi.

Dia kadang-kadang ditampilkan memegang simbol nya, Ratna (permata) atau Chintamani (ingin-permata yang memenuhi semua keinginan hibah). Para Chintamani adalah simbol dari pikiran terbebaskan.

Ratna ini sering digambarkan dalam bentuk tiga sebagai triratna artinya persatuan Buddha, Dharma dan Sangha. Di mandala, triratna diposisikan antara Ratnasambhava dan Vairochana.


Hewan yang menjunjung tinggi tahta Ratnasambhava adalah kuda, yang menunjukkan dorongan dan pembebasan. Ratnasambhava yang mudra, dibentuk oleh tangan kanannya, adalah sikap memberi (varada mudra), menandakan hadiah dari ajaran Buddha.

Sikap memberi, atau amal, yang menggambarkan dirinya menawarkan kasih sayang dan perlindungan kepada murid-muridnya. Dia tinggal di tempat tinggal yang murni dari surga Ratnavati.

Jika kita melihat jauh pada permata yang Ratnasambhava memegang. Meskipun hal ini bisa dihubungkan dengan menghargai eauty b dan menuangkan kekayaan, ada tingkat lebih lanjut untuk simbolismenya. The Jewel bahwa Ratnasambhava berlaku adalah ish-aw memenuhi permata.

Dalam mitologi India, ada pohon-memenuhi keinginan, dan keinginan-pemberian sapi, tapi yang paling penting dalam ikonografi Buddha adalah Chintamani. Chintamani adalah permata yang memberi Anda semua yang Anda bisa berharap untuk. Dalam Buddhisme, itu menjadi simbol bagi Bodhichitta tersebut.

salam ceria...

Sabtu, 26 November 2011

BUDDHA AKSHOBHYA

Akshobhya tampil dalam "Naskah tanah-Buddha Akshobhya" (Scripture of the Buddha-land of Akshobhya; yang berasal dari tahun 147 Masehi dan merupakan naskah tertua mengenai Tanah Suci.


Berdasarkan naskah tersebut, seorang bhikkhu berharap untuk melakukan Dharma di dunia kegembiraan bagian timur dan bersumpah untuk tidak memikirkan kemarahan atau kebencian kepada mahluk lainnya hingga mencapai pencerahan. Pada akhirnya ia terbukti "tidak tergerakkan" dan ketika ia berhasil, ia menjadi Buddha Akshobhya.

Akshobhya seringkali disatukan dengan Acala (Jepang: Fudō myō-ō), nama yang memiliki arti yang sama dalam bahasa sansekerta yakni 'yang tidak tergerakkan'. Akan tetapi, Acala bukanlah seorang buddha, tetapi merupakan salah-satu dari Lima Raja Kebijaksanaan dari Alam Rahim di mazhab Vajrayana.

Sebelum kedatangan Bhaisajyaguru (Yakushi), Akshobhya lebih dikenal sebagai subyek pemujaan kecil akan buddha penyembuh, walaupun sekarang keduanya ditemukan dalam mazhab buddhisme Shingon di Jepang.

Akhir-akhir ini, baru ditemukan naskah Gandhari dari Pakistan di daerah Bajaur, potongan naskah dari Sutra Mahayana awal yang menceritakan Aksobhya. Penanggalan awal dengan paleografi menyatakan berkisar dari akhir abad pertama hingga awal abad kedua masehi. Penanggalan dengan menggunakan radiokarbon yang lebih lanjut sedang berlangsung. Analisa dan laporan lengkap akan naskah ini diperkirakan akan dipublikasikan akhir tahun 2008.

Akshobhya merupakan perwujudan 'pengetahuan cermin' (Bahasa Sansekerta: Ādarśa-jñāna; merujuk kepada Panchajnana). Pengetahuan akan apa yang nyata, dan apa yang merupakan khayalan, atau pantulan dari sesuatu yang mirip dengan kenyataan sesungguhnya. Cermin tersebut adalah pemikiran itu sendiri - cerah seperti langit, kosong tetapi bercahaya.

Memegang seluruh gambaran akan ruang dan waktu, tetapi tidak tersentuh olehnya.Ia menggambarkan pemikiran yang abadi, dan mazhab Vajrayana senantiasa berhubungan dengan alasan dan pengetahuan. Kecerdasannya menerangkan kebodohan yang gelap, ketajamannya memotong kekeliruan.

Mazhab Vajra, dimana Akshobhya berada, dihubungkan dengan elemen air. Oleh karenanya kedua warna dari Vajra tersebut adalah biru atau putih. Putih cemerlang seperti pantulan matahari dari air, dan biru, seperti dalamnya samudera. Bahkan jika permukaan samudra itu digerakkan oleh gemuruh ombak, kedalamannya tetap tidak tergerakkan. Dan walau air terkesan ringan dan tidak memiliki berat, pada kenyataannya air sangatlah berat.

Air mengalir ke tempat yang lebih rendah dan berdiam disana. Ia mengikis bebatuan, tetapi secara lemah-lembut, tanpa kekerasan. Ketika beku, menjadi keras, tajam, dan jernih seperti kecerdasan, tetapi untuk mencapai potensi utuhnya, ia juga harus mencair dan dapat beradaptasi seperti aliran sungai. Hal-hal ini seluruhnya adalah kualitas esensi dari Akshobhya.

Banyak perwujudan kemurkaan mahluk tantrik diwakili dengan warna biru karena mereka menggambarkan energi kemarahan dan penyerangan, menjadi kebijaksanaan dan pencerahan.

salam ceria...

BUDDHA WAIROCANA


Wairocana adalah Buddha yang sering ditafsirkan sebagai tubuh yang terberkati dari Buddha Gautama; ia juga disebut sebagai Buddha dharmakaya dan Buddha Matahari. Dalam buddhisme China-Jepang, Wairocana juga dianggap sebagai penubuhan dari konsep sunyata atau ketiadaan.

Dalam konsep Lima Buddha Kebijaksanaan mahzab Vajrayana, Wairocana terletak di tengah. Pasangannya adalah Tara putih (untuk setiap dhyani Buddha terdapat pasangan Buddha perempuan).

Wairocana jangan dikelirukan dengan Wirocana, yang muncul di delapan bab Chandogya Upanishad sebagai raja para Asura.

Buddha Wairocana pertama kali disebutkan dalam Brahma Jala Sutra:

Kini, Aku, Buddha Wairocana duduk di atas lapik teratai; dari seribu bunga teratai yang mengelilingiku, terdapat seribu Buddha Sakyamuni. Tiap bunga mendukung ratusan juta dunia; di tiap dunia itu Buddha Sakyamuni muncul.

Semuanya duduk bertapa dibawah pohon Boddhi, semuanya secara bersamaan mancapai tingkat kebuddhaan. Semua para buddha yang tak terhitung banyaknya ini memiliki Wairocana sebagai tubuh aslinya.

Dengan mengacu pada konsep ketiadaan, arca buddha Wairocana raksasa yang agung, cemerlang, dan gemilang justru bermaksud untuk mengingatkan bahwa segala kenyataan, kehidupan, dan keberadaan diri sebenarnya adalah fana, tiada, tanpa identitas yang abadi.


Arca Wairocana di kuil Tōdai-ji di Nara, Jepang, adalah arca buddha Wairocana terbesar di dunia. Arca yang lebih besar lagi yaitu Buddha Bamiyan telah dihancurkan oleh Taliban di Afganistan, juga merupakan perwujudan Wairocana. Di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia, Candi Mendut yang dibangun pada abad ke-9 dekat Borobudur dipersembahkan untuk buddha Wairocana. Dibangun oleh wangsa Sailendra, candi ini dihuni oleh arca Dhyani Buddha Wairocana setinggi 3 meter dalam posisi duduk tengah melakukan sikap tangan Dharmachakramudra. Arca batu ini diapit oleh dua boddhisatwa yaitu Awalokiteswara dan Wajrapani.

Kuil Buddha Musim Semi di Lushan, Henan, China, memiliki arca Wairocana 126 meter, kini merupakan arca buddha Wairocana tertinggi di dunia,sekaligus arca tertinggi di dunia.

salam ceria...

Jumat, 25 November 2011

TARA

TARA: Dewi Buddha dalam warna hijau dan putih


Tara (Sansekerta, "bintang") adalah Buddha-dewi penyelamat sangat populer di Tibet, Nepal, dan Mongolia. Di Tibet, di mana Tara adalah dewa yang paling penting, namanya Sgrol-ma, yang berarti "dia yang menyelamatkan." Mantra Tara (om tara tuttare mendatang Svaha) adalah mantra kedua yang paling umum didengar di Tibet, setelah mantra Chenrezi (Om Mani Padme hum).

Dewi belas kasih universal, Tara merupakan tindakan saleh dan tercerahkan. Dikatakan bahwa kasih sayang nya untuk makhluk hidup lebih kuat daripada kasih seorang ibu untuk anak-anaknya. Dia juga membawa umur panjang, melindungi perjalanan duniawi, dan penjaga pengikutnya dalam perjalanan spiritual mereka menuju pencerahan.

Asal TARA

Sebelum dia diadopsi oleh Buddhisme, Tara dipuja dalam agama Hindu sebagai manifestasi dari Dewi Parwati. Prinsip feminin tidak dihormati dalam ajaran Buddha sampai abad keempat Masehi, dan Tara mungkin masuk agama Buddha sekitar abad keenam Masehi.

Menurut tradisi Buddhis, Tara lahir dari air mata belas kasih Bodhisattva Avalokiteshvara dari. Dikatakan bahwa ia menangis ketika ia memandang dunia makhluk penderitaan, dan air matanya membentuk sebuah danau di mana bunga teratai yang bermunculan. Ketika teratai dibuka, Dewi Tara terungkap.

Sebuah tradisi serupa Tara Putih lahir dari mata kiri air mata Avalokiteshvara dan Tara Hijau lahir dari orang-orang dari sebelah kanannya. Dalam legenda ketiga, Tara lahir dari seberkas cahaya biru yang berasal dari salah satu mata Avalokiteshvara. Tara juga pendamping Avalokiteshvara.


Tara Hijau, dengan setengah ternganga teratai, merupakan malam, dan White Tara, dengan teratai di mekar penuh, melambangkan hari. Tara Hijau mewujudkan aktivitas yang saleh, sementara Tara Putih menampilkan ketenangan dan rahmat. Bersama-sama, Hijau dan Putih melambangkan kasih sayang Taras tanpa henti dari dewi yang buruh siang dan malam untuk meringankan penderitaan.

Pada abad ketujuh Tibet, Tara diyakini menjelma dalam setiap wanita yang saleh. Dia terutama datang untuk dihubungkan dengan dua istri sejarah raja Buddhis pertama dari Tibet, Srong-brtsan-sgam-po (w. 649). Istrinya dari kekaisaran China dikatakan sebagai inkarnasi Tara Putih, sedangkan istri raja Nepal adalah penjelmaan dari Green Tara. Ini mungkin bahwa keinginan untuk menganggap kedua wanita saleh sebagai inkarnasi Tara menyebabkan konsep bentuk dewi hijau dan putih.
Tara Hijau

Tara Hijau (Sansekerta: Syamatara; Tibet: Sgrol-ljang), diisi dengan semangat muda, adalah dewi aktivitas. Dia adalah bentuk ganas Tara, tetapi masih penyelamat-dewi belas kasih. Dia adalah pendamping Avalokiteshvara dan dianggap oleh beberapa menjadi Tara asli. Seperti Avalokiteshvara, Tara Hijau diyakini menjadi emanasi dari "diri lahir" Buddha Amitabha, dan gambar Amitabha kadang-kadang digambarkan dalam mahkota Tara.

Tara Hijau diyakini telah menjelma sebagai istri raja Nepal Tibet Srong-brtsan-sgam-po. Dalam Buddhisme, warna hijau menandakan aktivitas dan prestasi. Jadi Amoghasiddhi, Tuhan Aksi, juga associted dengan warna hijau.

Tara Hijau iconographically digambarkan dalam postur kemudahan dan kesiapan untuk bertindak. Sementara kaki kirinya dilipat dalam posisi kontemplatif, kaki kanannya melebar, siap untuk musim semi ke dalam tindakan. Tangan kiri Tara Hijau adalah dalam pemberian perlindungan-mudra (gestur); tangan kanannya membuat gerakan-pemberian anugerah. Di tangan dia juga memegang bunga lotus biru tertutup (utpalas), yang melambangkan kemurnian dan kekuasaan. Dia dihiasi dengan permata yang kaya Bodhisattva.

Dalam praktik Buddhis agama, peran utama Tara Hijau adalah savioress. Dia diyakini bisa membantu mengatasi bahaya pengikutnya, ketakutan dan kecemasan, dan dia sangat dipuja karena kemampuannya untuk mengatasi situasi yang paling sulit. Tara Hijau adalah sangat penyayang dan bertindak cepat untuk membantu mereka yang berseru kepada-nya.

Ikonografi dan peran Tara Hijau diilustrasikan dalam nyanyian kebaktian Abad Pertengahan:

Pada kursi teratai, berdiri untuk realisasi kekosongan,
(Anda) zamrud berwarna, satu berwajah, dua-bersenjata Lady
Dalam mekar penuh anak muda, keluar kaki kanan, kiri ditarik,
Menampilkan serikat kebijaksanaan dan seni - penghormatan kepada Anda!

Seperti cabang terentang dari pohon pirus surgawi,
Tangan kanan Anda membuat lentur gerakan anugerah-pemberian,
Mengundang bijaksana untuk pesta prestasi tertinggi,
Seolah-olah untuk sebuah penghormatan hiburan untuk Anda!

Tangan kiri memberi kita perlindungan, menunjukkan Tiga Permata;
Ia mengatakan, "Kamu orang yang melihat seratus bahaya,
Jangan takut-aku cepat akan menyelamatkan Anda! "
Penghormatan kepada Anda!

Kedua sinyal tangan dengan bunga biru utpala,
"Makhluk samsara! Cling tidak kesenangan duniawi.
Masukkan kota besar pembebasan! "
Bunga-goads dorongan kita untuk upaya-penghormatan kepada Anda!

Pertama Dalai Lama (1391-1474)
Tara Putih

Tara Putih ThangkaWhite Tara (Sansekerta: Sitatara; Tibet: Sgrol-dkar) kadang-kadang disebut Ibu dari semua Buddha dan dia mewakili aspek keibuan belas kasih. Warna putih menandakan kesucian, kebijaksanaan dan kebenaran.

Dalam ikonografi, Tara Putih sering memiliki tujuh mata - di samping dua biasa, dia memiliki mata ketiga di dahi dan satu di masing-masing tangan dan kaki. Ini melambangkan kewaspadaan dan kemampuan untuk melihat semua penderitaan di dunia. The "Tara dari Tujuh Mata" adalah bentuk dewi sangat populer di Mongolia.

Tara Putih memakai jubah sutra dan selendang yang meninggalkan badan yang ramping dan dadanya bulat ditemukan di cara India kuno. Seperti Green Tara, dia kaya dihiasi dengan permata.


Tara Putih duduk dalam posisi lotus berlian, dengan telapak kakinya mengarah ke atas. Postur tubuhnya adalah salah satu anugerah dan tenang. Tangan kanannya membuat gerakan anugerah-pemberian dan tangan kirinya dalam mudra pelindung. Di tangan kirinya, Tara Putih memegang bunga teratai yang rumit yang berisi tiga mekar. Yang pertama adalah dalam benih dan mewakili Buddha Kashyapa masa lalu, yang kedua adalah dalam mekar penuh dan melambangkan Buddha Sakyamuni ini; ketiga adalah siap untuk mekar dan menandakan Buddha Maitreya di masa depan. Ketiga mekar melambangkan bahwa Tara adalah inti dari tiga Buddha.

Dalam praktek keagamaan, Tara Putih diyakini untuk membantu pengikutnya mengatasi hambatan, espeically yang menghambat praktek agama. Dia juga berhubungan dengan umur panjang.

Tara kadang-kadang digambarkan dalam warna dan bentuk lain selain hijau dan putih. Candi Tibet spanduk sering menunjukkan 21 Taras yang berbeda, berwarna putih, merah, dan kuning, dan dikelompokkan sekitar pusat Tara Hijau. Dalam bentuk ganas nya, biru, dipanggil untuk menghancurkan musuh, ia dikenal sebagai Ugra-Tara, atau Ekajata; sebagai dewi cinta merah, Kurukulla, dan sebagai pelindung wanita terhadap gigitan ular, Janguli. Para Bhrkuti kuning adalah Tara marah.

Di Jepang, Tara adalah Bodhisattva disebut Tarani Bosatsu. Tara Jepang mewujudkan kedua bentuk putih dan hijau Tara Tibet, dan biasanya hanya ditemukan pada mandala dan spanduk candi. Dia adalah hijau pucat dan memegang delima (lambang kemakmuran) dan teratai. Tara tidak sering dapat ditemukan di Cina.

salam ceria...

SHANTIDEVA

Shantideva adalah seorang cendekiawan Buddhis yang berasal dari India pada abad ke-8. Ia adalah cendekiawan Universitas Nalanda dan seorang penganut filsafat Prasangika Madhyamaka.


Sekte Madhyamika Tiongkok, Chan Ssu Lun mengidentifikasi dua individu yang berlainan atas nama "Shantideva", yang pertama adalah Shantideva yang merupakan pendiri Sangha Avaivartika pada abad ke-6 dan satu lagi adalah Shantideva yang menempuh studi di Universitas Nalanda pada abad ke-8, Shantideva yang kedua inilah yang muncul dalam berbagai sumber biografi tibetan.

Kutipan penemuan ini bisa dilihat di Banglapedia: National Encyclopedia of Bangladesh, situs yang dikembangkan oleh Asiatic Society of Bangladesh, atau bisa juga merujuk ke Bodhicaryavatara Historical Project, Proyek riset akademik yang bermulai dari Mahabodhi Sunyata Seminary di Tarragona, Spanyol.

Shantideva lahir di Bodhgaya utara. Ayahnya bernama Gyelwey Gocha (Rompi baja pemenang), ibunya bernama Vajrayogini. Shantideva lahir dengan berbagai pertanda menakjubkan, dengan nama kecil Shiwe Gocha (Rompi baja perdamaian) Semasa kanak-kanak dia sangat menghormati kedua orang tuanya, dan teman-teman sepermainanya juga sangap respek kepadanya karena sikap dan sifatnya yang sangat luhur.

Ayahnya meninggal dunia untuk menunjukkan bahwa semua makhluk mengalami ketidakkekalan, dan kemudian hari realisasi Shantideva atas ketidak-kekalan dan kematian semakin berkembang.

Ketika sang ayah meninggal, dia tidak punya pilihan lain kecuali menerima tampuk raja. Ia tidak bisa menolak, oleh karena itu ia menerima untuk naik tahta raja. Satu malam sebelum upacara, Manjusri muncul dalam mimpinya dan mengatakan: “Anda akan duduk di tahtaku. Anda adalah muridku. “ Bagaimana serorang murid dan guru duduk di tahta yang sama?


Seketika itu dia bangun dari mimpi dan sadar bahwa dirinya akan lebih bermanfaat apabila menjadi seorang biksu daripada naik tahta menjadi raja. Pada malam itu juga ia pergi ke Biara Nalanda. Setibanya di nalanda ia bertemu dengan cendekiawan tersohor Nalanda; Gyalwa Lha, dan ia juga sebagai kepala biara Nalanda, ia menerima pentahbisan dengan nama Shantideva. Dibimbing langsung oleh kepala biara, Shantideva menjadi sangat mahir dalam belajar, debat, dan banyak hal lagi.

Walaupun ia adalah seorang cendekiawan luar biasa, namun dia tidak menujukkan kepintarannya kepada orang lain. Sekelompok pelajar seperguruan di Nalanda tidak senang melihat Shantideva dan ingin mengusir dia dari biara. Mereka itu dengan lantang bilang bahwa Nalanda adalah biara yang penuh dengan cendekiawan tersohor, dan dia meremehkan Shantideva dengan mengatakan bahwa Shantideva bukanlah cendekiawan sama sekali, yang dia tahu hanya makan, tidur, kencing, dan buang air besar. Oleh karena itu mereka menantang Shantideva untuk memberikan pelajaran Dharma, jika ia tidak mau, maka ia harus segera meninggalkan biara itu.

Permintaan pertama ditolak, kemudian permintaan kedua kalinya ia terima. Mereka buat rencana untuk menghinanya di depan teman-teman seperguruan lainnya. Mereka membangun sebuah tahta yang sangat tinggi, agar Shantideva tidak bisa naik dan duduk di atas tahta itu. Biksu seperguruan itu juga mengumpulkan sejumlah biksu seperguruan lain. Ketika Shantideva berjalan menuju tahta itu, menyentuh dengan lembut dan tahta besar dan tinggi itu tiba-tiba menjadi rendah dan Shantideva bisa naik keatasnya. Sesaat itu juga mereka semua merasa aneh, bagaimana ini bisa terjadi?

Kemudian Shantideva duduk di atas tahta dan bertanya kepada mereka, “Pelajaran apa yang harus ia berikan, sesuatu yang sudah pernah diajarkan atau sesuatu yang belum pernah diajarkan?” Mereka memohon ia untuk mengajarkan pelajaran dharma yang belum pernah diajarkan sebelumnya. Oleh karena itulah Shantideva mengajarkan Pedoman Hidup Bodhisattva.


(Skt. Bodhisattvacaryavatara) Ketika pelajaran ini sampai pada bab 9 (bab tentang kebijaksanaan), di bab ini ada ungkapan, “…apapun adalah eksisten dan non eksisten…” dia melayang ke atas, dan selagi masih di udara ia memberikan pelajaran bab 10. Ia kemudian menjadi tidak tampak, tetapi bagi mereka (yang memiliki realisasi) hanya mereka yang memiliki kekuatan batin yang bisa mendengar pelajaran itu.

Para biksu dan mereka yang menyenangi Shantideva merasa sedih karena ia telah hilang, dan mereka yang tidak menyenanginya merasa sangat takjub dan menyesal atas perbuatan mereka sendiri.

Shantideva sangat terkenal atas karyanya yang berjudul Bodhicaryavatara (kadang disebut Bodhisattvacaryavatara). Versi terjemahan bahasa Inggris bisa ditemukan di dunia maya, begitu juga banyak tersedia publikasi versi cetakan. Sungguh sebuah puisi panjang yang menjelaskan proses bertahap menuju pencerahan sempurna sammsambuddha dan hingga saat ini masih menjadi topik pembelajaran Mahayana dan Vajrayana.

salam ceria...

Asal Usul Ciam Sie

Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke kelenteng untuk mencari Guru-Guru agama meminta bantuan atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka dan ada juga untuk meminta penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan.



Tetapi pada bulan-bulan tertentu, para Guru itu tidak ada di kelenteng karena mereka pergi mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.

Untuk itu para Guru membuat Ciam Sie supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Gurunya tidak berada di tempat.

Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Guru tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena Guru-Guru tidak berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang. Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.

Dari sinilah timbulnya kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan Sam Seng.

Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarangpun masih ada.

Menurut anda, dapat dibenarkankah persembahan Sam Seng ini? Sebenarnya Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan kepada Dewa.

Jadi cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear, jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata.

Demikianlah cerita asal usul adanya Ciam Sie dan persembahan pada Dewa, semoga bermanfaat...

salam ceria...

A Mi Tuo Fo - O Mi To Hud

Memperbincangkan nama A Mi Tuo Fo {Hok Kian = O Mi To Hud} di kalangan Buddhis, jika ada umat Buddha yang tidak pernah mendengar namanya, itu sungguh-sungguh …… “ Omitohud !”


Dari hal ini dapat diketahui bahwa banyak umat Buddha yang bisa menyebut A Mi Tuo Fo ( Buddha Amitabha) dengan fasih & lancar. Namun, orang yang sungguh-sungguh mengerti dan memahami maknanya, dikhawatirkan tidak banyak.

A Mi Tuo Fo adalah Buddha yang merintis Dunia Sukhawati Barat. Nama Sansekerta dari A Mi Tuo Fo adalah Buddha Amitabha, yang bermakna : Terang Yang Tiada Tara, Usia Yang Tidak Terbatas.

Buddha Amitabha kecemerlangannya tiada tara, umurnya tidak ada batas, sehingga disebut pula Wu Liang Guang Fo (Buddha Dengan Terang Tiada Tara), Wu Shu Shou Fo (Buddha Yang Usianya Tanpa Batas). Hari lahir (Se Jit) A Mi Tuo Fo diperingati setiap tanggal 17 bulan 11 Imlek.

Di dalam Kelenteng, seperti di Jin De Yuan {Kim Tek Ie} ini, Buddha Amitabha ditampilkan bersama dengan Shi Jia Mou Ni Fo { Hok Kian = Sek Ka Mo Ni Hud } Buddha Sakyamuni, dan Yao Shi Fo { Yok Su Hud } Buddha Bhaisajya Guru. Mereka bertiga disebut San Zun Da Fo {Sam Cun Tai Hud } atau lebih terkenal dengan sebutan San Bao Fo { Sam Po Hud } atau Tri Ratna Buddha.

Seperti kita ketahui dalam Buddhisme yang disebut Tri Ratna adalah Buddha,Dharma & Sangha. Buddha adalah orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna, Dharma adalah ajaran-ajaran suci Sang Buddha, & Sangha adalah persaudaraan suci para Bhikkhu/Bhikkhuni. Dalam Bahasa Mandarin, Buddha disebut sebagai Fo Bao, Dharma disebut sebagai Fa Bao, & Sangha disebutSeng Bao.

Ketiganya secara bersama disebut San Bao ( Sansekerta = Tri Ratna ). San Bao ini dalam Khasanah Dewata Buddhisme Tionghoa dipersonifikasikan dengan 3 (tiga) tokoh, yaitu : Shi Jia Mou Ni Fo sebagai Fo Bao, A Mi Tuo Fo sebagai Fa Bao, & Yao Shi Fo sebagai Seng Bao.

Berdasarkan Kitab Agama Buddha ada tercatat sebagai berikut : Pada beberapa kalpa kehidupan yang lampau, ada seorang Raja yang bernama Fa Chang Bi Qiu. Beliau meneguhkan niat suci, melepaskan kedudukan sebagai Raja & menjadi Bhikkhu dengan namaDharmakarsa.

Diilhami khotbah Sang Buddha pada masa itu, Lokesvaraja Buddha, yang mengajarkan kepadanya Jalan Penerangan Sempurna sejak berabad-abad lampau. Dharmakarsa lalu menegakkan 48 ikrar untuk menyelamatkan mahluk-mahluk yang menderita. Setelah melewati 5 kalpa kehidupan, beliau memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha Amitabha.

Beliau merintis Dunia Sukawati Barat (Taman Firdaus). Mahluk-mahluk yang menderita akan dibimbing ke Dunia Sukawati jika mereka dengan segenap ketulusan hati menyebutkan berulang kali Nan Wu A Mi Tuo Fo (Sansekerta = Namo Amitabha Buddha) yang berarti : “Saya berlindung kepada Buddha Amitabha”.

Tentu saja bukan hanya sekedar mulut mengucapkan doa kepada Buddha, lalu bisa terlahir di Tanah Suci. Dalam Kitab A Mi Tuo Jing ada tertulis : Yang berarti : Kalau seseorang tidak baik hati, tidak berbuat amal kebajikan & menolong orang, walaupun mengucapkan doa seberapa banyak, juga tidak dapat terlahir di Dunia Sukawati Barat. Jadi yang terpenting adalah kita banyak berdoa kepada Buddha, & banyak berbuat amal kebajikan sesuai kemampuan kita.


Buddha Amitabha bersama dengan Guan Shi Yin Pu Sa {Kwan Se Im Pho Sat } dan Da Shi Zhi Pu Sa {Tay Si Ci Pho Sat } < Guan Shi Yin Pu Sa & Da Shi Zhi Pu Sa melambangkan welas asih dan kearifan ; Mereka bertiga terkenal dengan sebutan Xi Fang San Sheng {Se Hong Sam Seng }, yang berarti Tri Suci dari Alam Barat.

salam ceria...
maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute