Senin, 21 November 2011

Nandiyamiga Jataka

“Bersediakah Anda ke taman milik raja,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan ini ketika berada di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menghidupi ibunya.
Beliau bertanya kepadanya, “Apakah benar Anda menghidupi umat awam?”
“Ya, Bhante.”“Siapakah mereka?”“Ayah dan ibuku, Bhante.”

“Bagus, bagus sekali, Bhikkhu. Anda tetap menjalankan aturan dari orang bijak di masa lampau, karena ia juga, bahkan ketika terlahir sebagai hewan, mengorbankan nyawa demi orang tuanya,” dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Raja Kosala memerintah di Kosala di Sāketa (Oudh), Bodhisatta terlahir sebagai seekor rusa yang bernama Nandiyamiga.
Ketika dewasa, ia menghidupi ayah dan ibunya, dengan memiliki sifat dan kelakuan yang amat baik.


Raja Kosala sangat gemar berburu dan pergi berburu bersama dengan rombongan yang besar setiap harinya sehingga para penduduk tidak bisa bercocok tanam dan berdagang. Mereka kemudian berkumpul bersama dan berkonsultasi, berkata, “Tuan sekalian, raja kita ini menghancurkan perdagangan kita, kehidupan rumah tangga kita terancam; bagaimana jika kita memagari Taman Añjanavana (Anjanavana), membuat pintu gerbang, membuat danau, dan menanam rerumputan di sana. Kemudian kita masuk ke dalam hutan dengan membawa kayu dan tongkat untuk menghalau rusa-rusa masuk ke dalam taman, seperti menghalau sapi masuk ke dalam kandangnya? Setelah itu, kita tutup gerbangnya, memberitahukan raja, dan kita dapat mengurusi perdagangan kita kembali.” “Itulah caranya,” kata mereka, jadi dengan cara itulah mereka membuat tamannya, masuk ke dalam hutan melingkari sebuah tempat berjarak satu yojana.

Pada waktu itu, Nandiya membawa ayah dan ibunya masuk ke dalam semak belukar kecil dan berbaring di tanah. Dengan beragam jenis senjata di tangan, para penduduk mengelilingi bagian luar semak belukar tersebut, bergandengan tangan, dan beberapa masuk ke dalamnya untuk mencari rusa.

Nandiya melihat mereka dan berpikir, “Adalah hal yang baik bagiku untuk mengorbankan nyawa hari ini dan memberikannya kepada kedua orang tuaku,” maka ia bangkit dan memberi hormat kepada orang tuanya dan berkata, “Ayah, Ibu, orang-orang ini akan melihat kita bertiga jika mereka sampai masuk ke tempat ini, kalian hanya bisa selamat dengan satu cara, dan nyawa kalian adalah yang terbaik.

Saya akan mengorbankan nyawaku, dengan berdiri di tepi semak-semak dan melompat keluar ketika mereka memukul-mukulnya, kemudian mereka akan berpikir bahwa hanya ada satu ekor rusa di dalam semak belukar ini, jadi mereka tidak akan masuk sampai ke sini. Tetaplah waspada.” Setelah mendapat izin dari mereka, ia berdiri di tepi semak belukar, siap-siap untuk berlari.

Segera setelah semak-semak itu digoyang mereka, dengan berdiri di tepi dan berteriak ia menerjang keluar, dan orang-orang tidak lagi masuk ke dalamnya karena berpikir hanya ada satu ekor rusa di dalamnya. Nandiya pergi berada di antara rusa-rusa lainnya, dan orang-orang itu mengarahkan mereka ke dalam taman. Kemudian mereka menutup pintu gerbangnya dan memberitahukan kepada raja, kemudian kembali ke rumah masing-masing.

Mulai saat itu, raja sering pergi berburu rusa sendiri, kemudian ia sendiri yang akan membawanya pulang atau memerintahkan pengawal untuk membawanya pulang. Rusa-rusa di dalam taman tersebut mengatur giliran mereka sendiri, bilamana gilirannya tiba, rusa itu akan berdiri di satu sisi dan orang-orang akan membawanya setelah ia tertembak.

Nandiya selalu minum air dari kolam tersebut, makan rumput sewaktu gilirannya belum tiba. Kemudian setelah banyak hari berlalu, orang tuanya sangat rindu untuk bertemu dengannya, dan berpikir, “Putra kami, Nandiya si raja rusa, sekuat gajah dan memilliki kesehatan yang baik. Jika ia masih hidup, ia pasti dapat melompati pagar itu dan datang menjenguk kami; akan kami kirimkan pesan ini kepadanya.”

Jadi mereka berdiri di tepi jalan dan melihat seorang brahmana, mereka bertanya dalam bahasa manusia, “Tuan, Anda hendak ke mana?” “Ke Sāketa,” jawabnya, maka mereka pun menitipkan pesan padanya untuk anak laki-laki mereka, mereka mengucapkan bait kalimat berikut:

Bersediakah Anda ke taman milik raja, Brahmana,
ketika melewati Oudh?
Carilah anak kami, Nandiya,
dan sampaikanlah pesan dari kami kepadanya,
“Ayah dan ibumu telah bersedih untuk waktu yang lama,
dan mereka akan berbahagia bila dapat berjumpa denganmu.”

Brahmana itu mengiyakannya dengan berkata, “Baiklah,” dan pergi ke Sāketa pada keesokan harinya. Setelah masuk ke dalam taman, ia bertanya, “Mana yang bernama Nandiya?” Rusa itu datang menghampirinya dan berkata, “Saya.” Brahmana itu memberitahukan pesan tersebut kepadanya.

Nandiya yang mendengarkan pesan tersebut berkata, “Saya bisa saja pergi, Brahmana, saya bisa saja melompati pagar ini dan pergi, tetapi saya telah menikmati makanan dan minuman dari raja, dan ini menjadi utang bagiku. Selain itu, saya telah tinggal lama dengan rusa-rusa lainnya, sangatlah tidak pantas jika saya langsung pergi begitu saja tanpa melakukan sesuatu yang baik kepada raja dan mereka, atau tanpa menunjukkan kekuatanku.

Tetapi setelah giliranku tiba nanti, saya akan melakukan sesuatu yang baik kepada mereka, dan kemudian pulang dengan senang hati”, dan demikian menjelaskannya, ia mengucapkan dua bait kalimat berikut:

Saya berutang kepada raja atas
makanan dan minuman sehari-hari:
Saya tidak bisa pergi sebelum saya melakukan
sesuatu yang baik untuk dirinya.
Kepada anak panah raja, kutunjukkan sisi tubuhku:
Kemudian pulang kembali untuk menjumpai ibuku,
dan melakukan kebajikan lainnya.

Brahmana itu pergi setelah mendengar perkataannya. Setelah itu, di saat gilirannya tiba, raja beserta rombongan besarnya datang ke taman. Bodhisatta berdiri di satu sisi, dan raja itu berkata seraya mengarahkan sebuah anak panah yang tajam di busurnya, “Saya akan memanah rusa itu.” Bodhisatta tidak berlari menyelamatkan diri seperti hewan lainnya ketika takut akan kematian, tetapi ia sama sekali tidak merasa takut dan dengan cinta kasihnya sebagai pelindung, ia berdiri dengan kukuh, memperlihatkan sisi tubuhnya dengan rusuk yang kuat.

Raja tidak dapat melepaskan anak panah itu disebabkan oleh kekuatan dari cinta kasihnya. Bodhisatta berkata, “Raja yang agung, mengapa Anda tidak menembakkan anak panahnya? Tembaklah!” “Raja rusa, saya tidak bisa melakukannya.” “Kalau begitu, lihatlah jasa-jasa kebajikan dari orang-orang yang bajik, Paduka.”

Kemudian raja, yang merasa senang dengan Bodhisatta, melepaskan busurnya dan berkata, “Taman luas yang tak memiliki perasaan ini tahu akan jasa-jasa kebajikanmu: sedangkan saya, seorang manusia dan seorang mempunyai perasaan, tidak mengetahuinya? Maafkan saya, saya akan memberikan keamanan bagimu.” “Raja agung, Anda memberikanku keamanan, bagaimana dengan rusa-rusa lainnya?” “Saya juga akan memberikan keamanan kepada mereka,”

Jadi setelah mendapatkan keamanan bagi kawanan rusanya di dalam taman, burung-burung di langit, dan juga ikan-ikan di dalam kolam, seperti yang diceritakan di dalam Nigrodha-Jātaka, Bodhisatta mengukuhkan raja dalam menjalankan lima latihan moralitas (sila), dan berkata, “Raja yang agung, adalah suatu hal yang baik untuk memimpin sebuah kerajaan dengan menjauhi perbuatan salah, tidak melanggar sepuluh kualitas seorang raja dan bertindak dengan sepatutnya.

Kedermawanan, moralitas, kemurahan hati,
kejujuran , kelembutan, pengendalian diri,
welas asih, belas kasih, kesabaran, dan kesantunan.
Kualitas seperti inilah yang tertanam di dalam jiwaku,
dan dari itulah muncul cinta dan
kebahagiaan yang sempurna di dalam diri.

Dengan kata-kata ini, ia menjelaskan kualitas seorang raja, dalam bentuk kalimat. Setelah tinggal beberapa lama dengan raja, ia meminta genderang emas dibawa keliling kota untuk mengumumkan keamanan yang dimiliki oleh semua mahkluk, dan kemudian berkata, “Wahai raja, tetaplah waspada,” dan pulang kembali menjumpai kedua orang tuanya.

Di masa lampau di Oudh, seekor raja rusa kuhormati,
dengan nama Nandiya dan sifat yang menyenangkan.
Untuk membunuhku di dalam taman rusa,
raja datang, busur telah diarahkan, panah telah ditarik.
Kepada anak panah raja, kutunjukkan sisi tubuhku:
Kemudian pulang kembali untuk menjumpai ibuku,
dan melakukan kebajikan lainnya.

Ini adalah bait-bait kalimat yang diucapkan oleh Ia Yang Sempurna Kebijaksanaan-Nya.

Di akhir uraian kisah ini, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran, bhikkhu yang menghidupi ibunya mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, ayah dan ibu raja rusa adalah anggota dari keluarga kerajaan, brahmana adalah Sāriputta, raja adalah Ānanda, dan rusa adalah saya sendiri.”

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute