Sabtu, 19 November 2011

SIDDHATTHA GOTAMA

DEWA SETAKETU : BODDHISATTA KITA
Boddhisatta Dewa Setaketu

Setelah melengkapi dirinya dengan Dasa-Paramita ( Sepuluh Kesempurnaan ) pada kehidupan terakhirnya sebagai (seorang manusia ) Pangeran Wessantara, Boddhisatta kita terlahir di alam surga Tusita bernama Dewa Setaketu. Dewa Setaketu, Bakal Buddha Gotama kita, menikmati kebahagiaan surgawi di surga Tusita selama 4.000 tahun surgawi yang sama dengan 576.000.000 ( lima ratus tujuh puluh enam juta ) tahun manusia. Kemudian, 1.000 tahun manusia sebelum kehidupannya di Surga Tusita berakhir, para Brahma dari alam Suddhavassas berseru,”Teman-teman! Seribu tahun dari sekarang, akan muncul seorang Buddha di alam manusia!”

Mendengar seruan yang memberitakan tentang akan munculnya seorang Buddha, semua raja dewa dari sepuluh ribu alam semesta, seperti Catummaharajika, Sakka, Suyama, Santusita, Sunimitta, Vasavatti dan semua Maha-Brahma berkumpul di suatu alam tertentu untuk mendiskusikan mengenai Bakal-Buddha yang usianya tinggal tujuh hari lagi, dan yang sedang mendekati ajalnya dan telah melihat lima tanda-tanda ( pubbanimitta ). Kemudian mereka semua mendatangi Dewa Setaketu dengan beranjali dan memohon :

“O, Boddhisatta Dewa, Engkau telah memenuhi Sepuluh Kesempurnaan, bukan untuk memberoleh kebahagiaan Sakka, Mara, Brahma, atau Raja Dunia. Engkau memenuhi Kesempurnaan ini dengan cita-cita hanya untuk mencapai Ke-Buddha-an, agar memperoleh Kebebasan, juga untuk membebaskan makhluk-makhluk lain, manusia, dewa dan Brahma. O, Boddhisatta dewa, ini adalah waktu yang paling tepat bagi-Mu untuk menjadi Buddha, inib enar-benar waktu yang tepat untuk menjadi Buddha! Oleh karena itu, sudilah Engkau masuk ke rahim ibu-Mu di alam manusia. Setelah mencapai Pencerahan-Sempurna, semoga Engkau juga membebaskan manusia, dewa, dan Brahma dari samsara dengan mengajarkan Dhamma Keabadian, Nibbana.”

Dewa Setaketu tidak segera menyetujui permohonan para Dewa tersebut, namun melakukan penyelidikan atas kelima hal sebagaimana juga dilakukan oleh para Boddhisatta-Dewa terdahulu, yaitu :
  1. Waktu yang tepat bagi munculnya seorang Buddha.
  2. Benua yang cocok bagi munculnya seorang Buddha.
  3. Negeri yang tepat bagi munculnya seorang Buddha.
  4. Keluarga dimana Boddhisatta (dalam kelahiran terakhirnya) akan dilahirkan, dan
  5. Umur kehidupan dari bakal ibu Boddhisatta.

Setelah menyelidiki kelima hal tersebut, Boddhisatta Dewa Setaketu memutuskan,”Aku akan turun ke alam manusia dan menjadi Buddha.” Kemudian, Boddhisatta melanjutkan pernyataannya,”O,Dewa dan Brahma, sekarang adalah saatnya bagi-Ku untuk menjadi Buddha seperti permohonan kalian, Anda sekalian boleh pergi sekarang ; Aku akan turun ke alam manusia untuk mencapai ke-Buddha-an.”

Setelah menyatakan hal itu, Boddhisatta Dewa Setaketu melangkah masuk ke Taman Nandavana ( sebuah taman surgawi yang sangat megah dan menyenangkan ). Setelah memasuki Taman Nandavana, para pengikutnya, para dewa laki-laki dan perempuan berkata kepadanya,”Setelah meninggal dari alam dewa ini, semoga Engkau terlahir di alam yang baik, tempat tujuan makhluk-makhluk yang memiliki banyak kebajikan!” Demikian, para dewa menyertai Boddhisatta Dewa Setaketu di Taman Nandavana sembari meminta-Nya untuk merenungkan kebajikan-kebajikan yang pernah dilakukannya pada masa lalu. Mereka mengelilingi Boddhisatta. Ketika Boddhisatta sedang berkeliling di Taman diiringi oleh para Dewa , saat kematian-Nya tiba.

MIMPI RATU MAHAMAYA : CALON IBUNDA BODDHISATTA KITA

Mimpi ratu Mahamaya
Mimpi ratu Mahamaya

Bersamaan dengan saat kematian Boddhisatta Dewa Setaketu, Siri Mahamaya, permaisuri Raja Suddhodana dari kerajaan Kapilavatthu sedang menikmati kebahagiaan istana. Saat Permaisuri sedang menjalankan Delapan Sila dan berbaring di atas dipan yang indah, pada jaga terakhir di malam purnama itu, Siri Mahamaya jatuh tertidur dan bermimpi, yang merupakan pertanda masuknya Boddhisatta kedalam rahimnya. Mimpinya adalah sebagai berikut :

“Empat Dewa Catummaharajika mengangkat dan membawanya bersama tempat tidurnya ke Danau Anotatta di Pengunungan Himalaya. Kemudian ia dibaringkan di atas batu datar berukuran enam puluh yojana di bawah keteduhan pohon Sala yang tingginya tujuh Yojana.

Setelah itu, para permaisuri dari Empat Raja Dewa tersebut datang dan membawa ratu ke danau dan memandikannya sebersih mungkin. Kemudian mereka memakaikan pakaian surgawi kepadanya serta mendandaninya dengan kosmetik surgawi; mereka juga meriasnya dengan bunga-bunga surgawi. Kemudian ia dibaringkan dengan kepalanya menghadap ke timur di dalam sebuah kamar dari sebuah istana emas di dalam gunung perak tidak jauh dari danau tersebut.

Pada saat itu dalam mimpinya, ia melihat seekor gajah putih bersih sedang berjalan-jalan di gunung emas tidak jauh dari gunung perak dimana ia berada di dalam istana emasnya. Kemudian gajah putih tersebut turun dari gunung emas, naik ke gunung perak dan memasuki istana emas. Gajah putih tersebut kemudian mengelilingi ratu ke arah kanan dan kemudian masuk ke rahimnya dari sebelah kanan.”

Pada saat sedang bermimpi, Boddhisatta Dewa Setaketu sedang berkeliling di Taman Nandavana di Surga Tusita, menikmati pemandangan dan suara yang indah; pada saat itulah Bliau meninggal dunia dari Alam Tusita dengan penuh kesadaran. Pada saat itu juga Boddhisatta masuk ke rahim yang mirip teratai milik Permaisuri Ratu Mahamaya , dengan kesadaran agung. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis pagi pada hari purnama di bulan Asalha tahun 67 Maha Era, penanggalan yang ditetapkan oleh Raja Anjana, kakek Boddhisatta. Peristiwa ini ditandai dengan peristiwa bulan dan bintang Uttarasalha berada dalam posisi segaris ( Tanggal dan tahun memasuki rahim dan kelahiran Boddhisatta yang disebutkan disini disesuaikan dengan perhitungan ilmu astrologi dan ilmu sejarah raja-raja. )

Bersamaan dengan saat Boddhisatta memasuki rahim, terjadi gempa bumi dahsyat. Sepuluh ribu alam-semesta berguncang dalam enam arah :
  1. Belahan bumi di timur naik dan di barat turun
  2. Belahan bumi di barat naik dan di timur turun
  3. Belahan bumi di utara naik dan di selatan turun
  4. Belahan bumi di selatan naik dan di utara turun
  5. Belahan bumi di tengah naik dan di sekeliling turun
  6. Belahan bumi di sekeliling naik dan di tengah turun

Selanjutnya, juga terjadi tiga-puluh-dua (32) fenomena ghaib yang biasanya terjadi saat Boddhisatta memasuki rahim dalam kehidupan terakhirnya , yaitu diantaranya ; 1). Cahaya gilang-gemilang bersinar di sepuluh ribu alam-semesta, 2) Mereka yang buta menjadi dapat melihat saat itu juga jika mereka ingin melihat keagungan Boddhisatta, 3). Mereka yang tuli dapat mendengar pada saat itu juga, 4). Kuda-kuda meringkik dengan suara yang menyenangkan, 5). Hujan turun dengan derasnya, 6). Segala penjuru dipenuhi dengan bunga-bunga teratai dalam tiga warna, dan lain-lainnya.

Sewaktu Ratu Siri Mahamaya bangun, ia menceritakan mimpinya kepada Raja Suddhodana. Keesokan paginya, Raja Suddhodana memanggil enam-puluh-empat (64) Brahmana pandai. Setelah melayani mereka dengan makanan dan lain-lain dan memberikan penghormatan pada mereka, Raja Suddhodana menceritakan mimpi ratu kepada para Brahmana dan bertanya,”Apakah arti mimpi tersebut? Baik atau buruk? Pelajari dan katakan padaku pendapatmu.”

Para Brahmana menjawab,”Raja besar, jangan cemas. Ratu sekarang telah hamil. Janin di dalam rahimnya adalah anak laki-laki bukan perempuan. Engkau akan memiliki seorang putra. Jika ia memutuskan untuk menjalani kehidupan kerajaan, ia akan menjadi raja dunia yang menguasai empat benua. Jika ia meninggalkan kehidupan rumah-tangga dan menjadi petapa, ia akan menjadi Buddha yang menghancurkan akar kotoran batin di tiga alam.”

Demikianlah, dan Ratu Mahamaya pun kemudian dijaga/dilindungi oleh para Dewa Catummaharajika, yaitu Vessavana serta yang lainnya yang hidup di alam semesta ini, memasuki kamar agung Ratu Siri Mahamaya dan memberikan perlindungan siang dan malam.
KELAHIRAN BODDHISATTA

Lahirnya Boddhisatta
Lahirnya Boddhisatta

Usia kehamilan bagi perempuan selain Ibu seorang Boddhisatta, umumnya tidak pasti, bisa kurang dari sepuluh bulan ( 9 bulan 10 hari ), bisa juga lebih dari sepuluh bulan. Juga, mereka tidak tahu pasti kapan bayinya akan terlahir. Bayi mereka akan terlahir pada waktu yang tidak terduga dalam satu dari empat postur, berbaring, duduk, berdiri atau berjalan.

Namun tidak demikian dengan Ratu Mahamaya yang mengandung seorang Boddhisatta. Masa kehamilannya tepat sepuluh bulan atau 295 hari sejak hari pertama kehamilan. Seorang Boddhisatta terlahir sewaktu ibu sedang dalam postur berdiri. Ketika terlahir, ia bersih tanpa noda bagaikan batu delima yang diletakkan di atas kain tenunan dari Kasi.

Ketika Ratu Mahamaya sampai pada tahap akhir dari kehamilannya, Ratu merasakan keinginannya untuk mengunjungi Devadaha, tempat tinggal sanak saudara kerajaannya. Ia memohon restu dari Raja Suddhodana dan Raja pun merestuinya.

Raja melakukan persiapan dengan megah. Setelah persiapan selesai,Raja mendudukkan Sang Ratu di dalam tandu emas baru yang diangkat oleh seribu prajurit istana, dengan dikawal oleh para pengawal dan pelayan untuk melakukan berbagai tugas selama dalam perjalanan. Dengan kemegahan dan kemuliaan demikian, Sang Ratu berangkat menuju Kota Devadaha.

Di antara Kapilavatthu dan Devadaha, terdapat hutan pohon Sala yang dinamakan Taman Lumbini, yang merupakan tempat rekreasi bagi orang-orang dari kedua kerajaan. Ketika Mahamaya Dewi sampai disana, semua pohon Sala di hutan itu berbunga dari bawah pohon hingga pucuknya. Menyaksikan taman Lumbini dengan segala keindahannya Mahamaya Dewi merasakan keinginan untuk bersantai dan beristirahat di dalamnya. Raja Suddhodana pun mengabulkan permohonan Sang Ratu.

Pada saat Mahamaya Dewi memasuki taman, semua dewa berseru yang gemanya menembus sepuluh ribu alam semesta, “Hari ini Boddhisatta akan terlahir dari kamar teratai rahim ibu-Nya.” Para dewa dan Brahma dari sepuluh ribu alam semesta berkumpul di alam semesta ini, mereka membawa berbagai macam harta benda yang indah sebagai penghormatan dalam kelahiran boddhisatta. Langit surga ditutupi oleh payung putih surgawi dan terompet kulit kerang pun ditiup.

Segera setelah Mahamaya Dewi memasuki Taman Lumbini, ia merasakan desakan untuk meraih dahan sebatang pohon Sala yang sedang mekar penuh, batangnya bulat dan lurus.Seolah-olah bergerak, dahan tersebut merunduk dengan sendirinya seperti tongkat rotan yang lunak karena dipanaskan, sehingga dahan tersebut menyentuh telapak tangan Ratu, sebuah peristiwa ghaib yang menggemparkan.

Dengan berpegangan pada dahan pohon Sala, Ratu Mahamaya berdiri dengan anggun dengan berpakaian dari bahan kain broklat berbenang emas dan selendang bersulamkan hiasan-hiasan indah berwarna putih yang mirip mata ikan yang menutupi sampai ujung jari kakinya. Pada saat itu ia merasakan tanda-tanda kelahiran. Para pelayannya buru-buru membentuk lingkaran dan menutupi area tersebut dengan tirai.

Pada saat itu, tiba-tiba sepuluh ribu alam semesta bersama-sama dengan samudera raya bergolak, berguncang dan berputar bagaikan roda pembuat tembikar. Dewa dan Brahma berseru gembira dan menyiramkan bunga-bunga dari angkasa; segala alat musik secara otomatis memainkan lagu-lagu yang indah dan merdu. Seluruh alam semesta menjadi terlihat cerah dan jernih tanpa halangan di semua arah. Fenomena-fenomena ajaib ini yang seluruhnya berjumlah tiga-puluh-dua (32) terjadi menyambut kelahiran Boddhisatta.

Bagaikan permata indah yang melayang keluar dari puncak Gunung Vepulla, melayang-layang kemudian turun perlahan-lahan di atas tempat yang telah dipersiapkan, demikianlan Boddhisatta yang berhiaskan tanda-tanda fisik besar dan kecil dilahirkan bersih dan suci dari rahim teratai yang mirip stupa milik Mahamaya Dewi, pada hari Jumat, malam purnama di bulan Vesakha, bulan musim panas di tahun 68 Maha Era, ketika bulan dalam posisi segaris dengan bintang Visakha.

Pada saat kelahiran Boddhisatta, dua mata air, hangat dan dingin mengalir dari angkasa dan jatuh di tubuh Boddhisatta yang memang telah bersih dan suci dan tubuh ibunya sebagai penghormatan, mereka dapat menyesuaikan panas dan dingin dari air tersebut yang jatuh ke tubuh mereka.

Empat Maha-Brahma yang telah bebas dari nafsu indriya adalah yang pertama menerima Boddhisatta di atas sebuah jaring emas pada saat kelahiran. Kemudian mereka meletakkannya di depan sang ibu dan berkata,”Ratu, bergembiralah, seorang putra yang penuh kekuasaan telah engkau lahirkan.”

Kemudian empat raja dewa menerima Boddhisatta dari tangan empat Maha-Brahma di atas sehelai kulit rusa hitam seolah-olah benda yang sangat berharga. Kemudian manusia menerima Boddhisatta dari tangan empat raja dewa di atas sehelai kain putih.

BAYI SIDDHATTA GOTAMA BERJALAN TUJUH LANGKAH DAN MENGUCAPKAN SERUAN BERANI

Kemudian, setelah turun dari tanan manusia, Boddhisatta berdiri tegak di atas kedua kaki-Nya yang seolah-olah mengenakan sepatu emas, dan menginjak tanah dengan mantap, Ia memandang timur dan pada saat itu, ribuan alam semesta di sebelah timur terlihat jelas dalam posisi segaris tanpa ada halangan apa pun diantaranya. Para Dewa dan manusia di sebelah timur memberi hormat pada Boddhisatta dengan wangi-wangian, bunga dan lain-lain dan berkata,”O, Manusia Mulia, tidak ada makhluk apa pun di sebelah timur yang dapat menyamai-Mu. Mungkinkah ada yang melebihi Engkau?”

Kemudian, Boddhisatta berturut-turut memandang sembilan arah lainnya – delapan arah mata angin, ke atas dan kebawah – Ia melihat tidak ada yang dapat menandingi-Nya di segala arah. Selanjutnya, Ia menghadap ke arah utara dari tempat Ia berdiri, kemudian ia berjalan maju tujuh langkah.

Boddhisatta diikuti oleh Mahabrahma, Raja Brahma, yang memayungi-Nya dengan payung putih dan Dewa Suyama memegang pengusir serangga terbuat dari ekor yak. Para dewa lain membawa seluruh atribut kerajaan seperti sepatu, pedang, dan mahkota mengikuti dari belakang. Profesi makhluk surgawi ini tidak terlihat oleh para manusia disana , mereka hanya melihat tanda-tanda kebesaran mereka saja.

Ketika berjalan, Boddhisatta berjalan biasa di atas tanah seperti manusia biasa, tetapi yang terlihat oleh manusia disana, Boddhisatta berjalan di udara.Pada saat berjalan, Boddhisatta dalam keadaan telanjang tanpa mengenakan pakaian apa pun, namun yang terlihat oleh manusia, Ia berpakaian lengkap. Boddhisatta adalah bayi yang baru lahir yang sedang berjalan, namun oleh mata manusia, Ia terlihat seperti anak berumur enam-belas tahun.

Sewaktu Boddhisatta berjalan, Maha-Brahma mengikuti dan memayungi-Nya dengan payung putih berukuran tiga-yojana, demikian pula dengan para Maha-Brahma dari alam-semesta lannya dengan payung berukuran sama. Sehingga seluruh semesta ditutupi oleh payung putih bagaikan karangan bunga berwarna putih.

Sepuluh ribu Dewa Suyama dari sepuluh ribu alam semesta memegang pengusir serangga terbuat dari ekor yak. Para dewa dari sepuluh ribu Surga Tusita berdiri memegang kipas yang bertatahkan batu delima, semuanya mengayun-ayunkan kipas dan pengusir serangga yang mencapai puncak-puncak gunung di tepi semesta.

Demikian pula, sepuluh ribu Dewa Sakka dari sepuluh-ribu alam semesta, meniupkan sepuluh ribu terompet dari kulit kerang. Semua dewa-dewa lain juga berbaris memberi hormat, beberapa membawa bunga-bunga emas, sementara yang lain membawa bunga-bunga asli atau bunga-bunga kristal yang menyilaukan; beberapa membawa spanduk, sementara yang lain membawa benda-benda bertatahkan permata sebagai persembahan. Dewi-dewi dengan berbagai persembahan di tangan mereka juga berbaris memenuhi seluruh alam semesta.

Ketika pertunjukan pemujaan yang menakjubkan sedang berlangsung, Boddhisatta berhenti setelah berjalan tujuh-langkah ke arah utara. Pada saat itu semua Brahma, Dewa, dan manusia seketika diam, menunggu sambil berharap dengan pikiran,”Apakah yang akan dikatakan oleh Boddhisatta?”

Boddhisatta lalu menyerukan seruan berani yang terdengar oleh semua makhluk di seluruh sepuluh ribu alam semesta :

“Aggo’ham asmi lokassa!”
(Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam)
“Jettho’ham asmi lokassa!”
(Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam)
“Settho’ham asmi lokassa!”
(Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam)
“Ayam antima Jati!”
(Inilah kelahiran-Ku yang terakhir)
“Natthi dani punabhavo!”
(Tidak ada kelahiran ulang bagik-Ku)
Sewaktu Boddhisatta menyerukan seruan ini, tidak ada seorang pun yang dapat membantahnya; seluruh Brahma, Dewa, dan manusia mengucapkan selamat.
Pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Boddhisatta, tujuh pendamping berikut juga terlahir :
  1. Putri Yasodhara, calon istri Pangeran Siddhatta Gotama dan Ibunda Pangeran Rahula.
  2. Pangeran Ananda
  3. Menteri Channa
  4. Menteri Kaludayi
  5. Kuda istana Kanthaka
  6. Mahabodhi atau Pohon Boddhi Assattha, dan
  7. Empat kendi emas
Para penduduk dari kedua kota – Kapilavatthu dan Devadaha – mengiringi Ratu Mahamaya dan putranya, Boddhisatta mulia kembali ke Kota Kapilavatthu.

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute