Kamis, 12 Juli 2012

Buddha Merenungkan Dhamma


Ketika itu, hari Kamis, tanggal enam bulan âsàlha, lima puluh hari setelah mencapai Kebuddhaan pada hari Rabu malam purnama bulan Vesàkha, setelah melewatkan Sattasattàha (empat puluh sembilan hari), Buddha bangkit dari duduk-Nya di bawah pohon Ràjàyatana, kemudian berjalan kembali menuju pohon banyan Ajapàla (gembala) dan berdiam di sana duduk bersila.

Selanjutnya Buddha dalam kesunyian dan ketenangan merenungkan Kelompok Dhamma, Empat Kebenaran Mulia.

Selanjutnya, dua bait yang menakjubkan, yang belum pernah didengar sebelumnya, tiba-tiba muncul dengan jelas dalam batin Buddha, yaitu:

1. Tidak ada manfaatnya mengajarkan Dhamma Empat Kebenaran Mulia kepada dewa dan manusia, yang telah Kuperoleh dengan usaha keras mengembangkan Kesempurnaan (Pàrami) pada saat ini di saat hanya ada perasaan welas asih-Ku yang merupakan penyebab internal (ajjhattika Nidàna) tetapi belum ada permohonan dari brahmà yang dipuja oleh dunia ini (Lokagaru), yang adalah penyebab eksternal (bàhira-Nidàna); Dhamma Empat Kebenaran Mulia ini tidaklah mudah dipahami dan sangatlah sulit bagi mereka yang diliputi oleh kejahatan dan terpengaruh keserakahan dan kebencian.

2. Semua dewa dan manusia yang diliputi oleh kegelapan batin (avijjà), sehingga mereka tidak memiliki mata kebijaksanaan, terikat kepada kenikmatan indria (kàma-ràga), kelahiran yang berulang-ulang (bhava-ràga) dan pandangan salah (ditthi ràga), tidak akan dapat melihat Dhamma Empat Kebenaran Mulia, yang halus, dalam (bagaikan air yang tertahan di dalam tanah).

Sulit terlihat (bagaikan biji mostar yang terhalang oleh Gunung Meru besar), kecil bagaikan sebuah atom, dan yang membawa menuju Nibbàna melawan arus sangsàra. (Pikiran seperti ini adalah wajar, dhammatà, yang terjadi pada semua Buddha).

Buddha yang merenungkan demikian merasa segan untuk mengajarkan Dhamma karena tiga alasan berikut:
(1) batin makhluk-makhluk yang penuh dengan kotoran,
(2) Dhamma yang sangat dalam, dan
(3) Buddha sangat meninggikan Dhamma.

Mengajarkan Dhamma hanya setelah permohonan brahmà adalah suatu peristiwa yang wajar, dhammatà, bagi setiap Buddha. Alasan dari pengajaran Dhamma setelah permohonan dilakukan oleh brahmà adalah: di luar masa berkembangnya ajaran Buddha (sebelum munculnya Buddha), mereka yang taat dan bajik, apakah ia umat awam, petapa pengembara, samaõa atau brahmaõa, hanya memuja brahmà.

Oleh karena itu, jika brahmà yang dihormati di dunia memperlihatkan penghormatan kepada Buddha dengan bersujud di depan Buddha, seluruh dunia juga akan berbuat serupa, memiliki keyakinan terhadap Buddha. Untuk alasan ini, adalah suatu kebiasaan dan kewajaran bagi Buddha untuk mengajarkan Dhamma hanya setelah permohonan diajukan oleh brahmà. Demikianlah, hanya setelah bàhira Nidàna, permohonan brahmà diajukan, Buddha bersedia mengajarkan Dhamma.

Selanjutnya===>>>
<<<===Sebelumnya

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute