Selasa, 10 Juli 2012

Perjuangan Mencapai Pencerahan


Pada saat bangun dari tidur-Nya, Bodhisatta Pangeran duduk bersila di atas dipan-Nya dan melihat ke sekeliling-Nya. Beliau melihat para gadis penari yang tertidur, beberapa menimpa alat musiknya di bawah tubuhnya dan dengan air liur mengalir keluar dari mulutnya mengotori pipi dan tubuhnya, beberapa menggemeretakkan giginya, beberapa mendengkur, beberapa mengoceh dalam tidurnya, beberapa dengan mulut terbuka, beberapa tidur telanjang tanpa mengenakan apa pun, beberapa dengan rambut kusut berantakan—semuanya terlihat seperti mayat yang menjijikkan di kuburan.

Menyaksikan perubahan yang menjijikkan dalam diri para gadis penari, Bodhisatta Pangeran menjadi merasa lebih bosan terhadap kenikmatan indria.

Demikianlah dengan merenungkan dan menyadari bahaya dari kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian dan kenyataan bahwa objek-objek dan nafsu kenikmatan indria serta tiga alam kehidupan kàmà, rupa, dan arupa juga tidak membahagiakan dan tidak menyenangkan; lebih merupakan penderitaan, kesakitan, dan penuh cacat, Beliau menjadi secara total melepaskan keterikatan dan kesenangan terhadap lima objek kenikmatan indria, Bodhisatta kemudian mengungkapkan perasaan-Nya dengan mengucapkan:

Upaddutaÿ vata bho, “Oh, betapa menyulitkan!”
Upassathaÿ vata bho, “Oh, betapa menekan!”

Beliau menjadi berkeinginan untuk melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.
Beliau berpikir, “Sekarang adalah waktunya bagi-Ku bahkan hari ini juga untuk pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga.” Bodhisatta bangkit dari dipan-Nya, mendekati pintu dan berkata, “Siapa di sini?” Channa, si kusir, yang sedang tidur dengan kepala di ambang pintu menjawab, “Yang Mulia, saya Channa.”

Bodhisatta Pangeran memerintahkannya, berkata, “Aku ingin melepaskan keduniawian hari ini. Tanpa memberitahu siapa pun, pergilah cepat siapkan kuda berdarah murni, Sindhi yang memiliki kecepatan tinggi.” Channa, si kusir mengiyakan, berkata, “Baiklah, Yang Mulia.” Dengan membawa beberapa keperluan untuk berkuda, Channa berangkat menuju ke kandang kerajaan, di bawah cahaya lampu minyak harum ia melihat kuda kerajaan Kanthaka, kuda pemenang, berdiri di lapangan yang indah di tengah kandang di bawah kanopi berlapis bunga-bunga melati.

Ia memutuskan, “Aku akan mempersiapkan kuda perkasa Kanthaka untuk Pangeran pergi melepaskan keduniawian malam ini.” Ia memasang pelana Kanthaka dan perlengkapan lainnya.


Selagi ia memasang pelana, Kanthaka menyadari, “Pelanaku dipasang lebih erat kali ini, sebelum-sebelumnya, jika pergi ke taman kerajaan, pelana dipasang agak berbeda. Tidak ragu lagi, Pangeran akan melepaskan keduniawian malam ini dengan menunggangiku dan menjadi petapa.”

Dengan gembira, ia meringkik dengan penuh semangat. Ringkikan Kanthaka dalam kegembiraannya dapat bergema di seluruh Kapilavatthu; tetapi para dewa meredam suara itu sehingga tidak terdengar oleh seorang pun.

Selagi pendamping kelahirannya, Channa, sedang mempersiapkan dan menjemput kuda istana, Kanthaka, Bodhisatta berkeinginan untuk “melihat bayi sebelum melepaskan keduniawian.” Beliau pergi ke kamar ibu Ràhula, Ratu Yasodharà, dan membuka pintu kamar.

Pada waktu itu, kamar tersebut terang benderang oleh cahaya dari lampu minyak harum; dan ibu Ràhula, Ratu Yasodharà, sedang berbaring tidur di atas kasur yang ditebari dengan bunga-bunga melati, dengan tangannya di atas kepala bayi.


Sang Bodhisatta berdiri diam diambang pintu, selagi melihat, Beliau merenungkan, “Jika Aku memindahkan tangan ratu dan menggendong putra-Ku, Aku mungkin akan membangunkan ratu; jika ratu terbangun, itu dapat membahayakan rencana-Ku untuk melepaskan keduniawian yang akan segera Kulakukan. Jadi, biarlah untuk saat ini, Aku tidak dapat melihatnya; setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna; Aku akan kembali untuk melihat putra-Ku.” Setelah merenungkan demikian, Bodhisatta turun dari istana dan mendekati kuda istana dan berkata:

“O Kanthaka, pendamping kelahiran-Ku, bantulah Aku pada malam ini. Setelah mencapai Kebuddhaan dengan bantuanmu, Aku akan menolong dunia ini termasuk dewa, dari lautan samsàra dan mengantarkan mereka ke daratan tinggi Nibbàna.”
Kemudian Bodhisatta melompat ke atas punggung kuda istana Kanthaka.

Kanthaka berukuran delapan belas lengan diukur dari lehernya dan memiliki tinggi yang proporsional. Ia memiliki kecepatan tinggi dan kekuatan besar. Seluruh tubuhnya berwarna putih seperti salju; penampilan fisiknya indah dan anggun bagaikan kulit kerang yang digosok.

Duduk di tengah-tengah punggung Kanthaka dengan pendamping kelahirannya, Channa, yang mencengkeram ekor kuda itu; Bodhisatta keluar dari kawasan istana pada jaga pertengahan malam itu, Senin, malam purnama di bulan âsàëha tahun 97 Mahà Era, dan segera tiba di pintu gerbang utama kota itu. (Selagi Bodhisatta berangkat meninggalkan istana dengan menunggangi kuda istana, Kanthaka, para dewa meletakkan tangan mereka di bawah kaki kuda itu pada setiap derapnya, sehingga suara derapannya tidak terdengar oleh siapa pun.)

Selanjutnya===>>>
<<<===Sebelumnya

salam ceria...

0 komentar:

Posting Komentar

maaf sxlg maaf © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute