Delapan Dewa tidak langsung dilahirkan abadi. Mereka berasal dari dunia manusia, seperti dari anggota keluarga kekaisaran, pengemis, pendeta Tao, dan lain-lain. Ada kisah yang yang sangat menarik di belakang mereka saat berhasil berlatih dan mencapai keabadian.
Cao Guojiu adalah saudara seorang Kaisar, Tie Guali berkaki pincang dan berjalan dengan sebuah tongkat, He Xiangu seorang perempuan muda dan sangat menarik, Zhang Guolao terlihat sangat sehat di usianya yang lanjut dan sering menunggang keledai dengan terbalik. Han Xiangzi, keponakan dari Han Yu, seorang penulis terkenal di zaman Dinasti Tang dan sangat senang bermain seruling, Han Zhongli selalu terlihat dengan kipas daun palem di tangannya.
Melalui berbagai perjalanan mereka, Delapan Dewa bertemu dengan berbagai orang dan situasi, banyak di antaranya tertulis menjadi sebuah cerita. Satu perumpamaan keterlibatan Lu Dongbin yang menghalangi usaha untuk menawarkan penyelamatan manusia.
Delapan Dewa terdiri dari laki-laki dan perempuan, muda dan tua, kaya dan berbudi luhur, serta miskin dan rendah hati. Klenteng Tao dari Delapan Dewa tersebar di seluruh Tiongkok dan patungnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosesi penyembahan. Senjata yang mereka bawa seperti lonceng kayu keras, kipas, tongkat, seruling, pedang, botol labu, Tao dan keranjang bunga, ini semua disebut "delapan harta" dan simbol dari Delapan Dewa.
1. Li Te Guai
Li Tie GuaiLi Tie Guai-("Li dengan tongkat besi"). Tongkat besi yang dimilikinya, diberikan oleh Xi Wang-mu saat dia disembuhkan kakinya. Xi Wang-mu juga mengajarinya mengultivasi diri menjadi Dewa. benda lain yang dibawa-Nya adalah labu yang berisi ramuan ajaib.
Li kadang-kadang digambarkan dengan temperamen tinggi dan keras kepala, tapi murah hati terhadap orang miskin, orang sakit dan yang membutuhkan. Dengan menggunakan obat khusus dari labu-Nya, dia dapat mengurangi penderitaan orang lain. Ia sering digambarkan sebagai seorang pria tua jelek dengan wajah kotor, jenggot kumal, dan rambut berantakan yang diikat dengan pita emas.
Dia berjalan dengan bantuan sebuah tongkat besi dan sering memikul labu miliknya di bahu atau dipegang ditangan. Dia juga sering digambarkan sebagai tokoh lucu, turun ke bumi dalam bentuk seorang pengemis dan menggunakan kemampuannya untuk memperjuangkan nasib yang membutuhkan dan tertindas.
Ada sebuah cerita lain tentang bagaimana Li sampai memiliki kaki yang pincang. Dengan Turun dari langit, Lao-zi memulai mengajarkan ajaran-ajaran Tao kepada Li. Segera setelah Li mencapai keabadian, ia meninggalkan tubuhnya untuk melakukan perjalanan ke Gunung suci Huashan. Dia meminta salah seorang muridnya untuk menjaga tubuhnya dan memberikan tugas khusus kepada murid-Nya untuk membakar tubuhnya jika ia tidak kembali dalam waktu tujuh hari.
Namun, pada hari keenam, murid-Nya menerima pesan bahwa ibunya sedang sakit keras. Dia bingung apakah harus memenuhi kewajibannya sebagai seorang anak atau menjaga tubuh Li. Akhirnya murid itu memilih pulang menjenguk Ibunya tapi sebelum itu ia membakar tubuh Li. Pada hari ketujuh, Li kembali dan menemukan tubuhnya sudah terbakar menjadi abu.
Dia terpaksa memasuki tubuh seorang pengemis yang telah meninggal yaitu seorang pria dengan kaki pincang, dan cacat. Li tidak ingin hidup dengan tubuh barunya tetapi Lao-zi memintanya untuk menerima nasibnya, dan memberi Li sebuah tongkat besi untuk membantu dia berjalan.
2. Zhang Guo Lao
Zhang Guo Lao"Zhang Guo Lao" adalah salah satu dari Delapan Dewa. Dia adalah tokoh nyata dalam sejarah, keberadaanya-Nya dimulai sekitar masa pertengahan atau akhir abad ketujuh sebelum Masehi, dan berakhir kira-kira pada masa pertengahan abad kedelapan. julukan The "Lao" ditambahkan di akhir namanya, kata ini memiliki arti "Tua".
Zhang Guo Lao adalah paling eksentrik dari dewa lain, salah satunya dapat dilihat dari gaya kung fu yang didedikasikan untuk dirinya. gaya ini meliputi bergerak seperti memberikan tendangan sambil memutar badan atau tekukan sejauh bahu Anda menyentuh tanah. Dia dikenal cukup menghibur, sering membuat dirinya menghilang, minum dari bunga beracun, memetik burung-burung di langit, serta bunga menjadi layu hanya dengan menunjuk kearah mereka, saat berada dihadapan Kaisar.
Zhang Guolao punya kebiasaan unik, yaitu menunggang keledai putih secara terbalik, sehari berjalan bisa mancapai 10.000 Li. Tentu saja keledai itu juga merupakan keledai khayangan, yang bisa dilipat dan dimasukkan ke dalam tas saat ia sedang tak diperlukan tuannya.
Sangat sedikit yang tahu mengapa dia menunggang keledai secara terbalik. Dia menemukan bahwa dengan berjalan ke depan berarti mundur ke belakang, dia lalu menunggang secara terbalik.
3. Cao Guojiu
Cao GuojiuCao Guojiu adalah Dewa terakhir dari Delapan Dewa. Dia ditampilkan dengan pakaian pejabat resmi dan butiran batu giok. Kadang-kadang ia terlihat memegang alat musik. keajaiban butiran batu gioknya adalah dapat memurnikan lingkungan.
Cao Guojiu adalah paman dari seorang Kaisar pada zaman Dinasti Song, yaitu adik terkecil dari janda Ibu Suri Cao.
Adik Cao Guojiu, Cao Jingzhi adalah pengganggu, tapi tak ada yang berani menuntut dia karena koneksi yang kuat, bahkan setelah dia membunuh seseorang. Cao Guojiu begitu kewalahan oleh kelakuan adiknya, merasa sedih dan malu. Akhirnya ia mengundurkan diri kantornya dan kembali pulang.
Suatu hari Zhongli Quan dan Lu Dongbin bertemu dengannya dan menanyakan apa yang sedang dia lakukan. Dia menjawab bahwa dia sedang belajar Tao.
"Apakah itu dan dimanakah itu?", mereka balik bertanya.
Pertama-tama dia menunjuk ke langit dan kemudian ke hatinya.
4. Zhongli Quan
Zhongli Quan adalah salah satu Dewa yang paling kuno dan menjadi pemimpin dari Delapan Dewa (Beberapa orang menganggap Lu Dongbin menjadi pemimpin). Ia juga dikenal sebagai Zhongli Han (Han Zhongli) karena dia lahir pada masa Dinasti Han.
Lahir di Yantai, Zhongli Quan pada masa hidupnya hanya pernah mengabdi pada masa Dinasti Han.
Menurut legenda, cahaya terang memenuhi ruangan saat dia dilahirkan. Setelah lahir, tujuh hari penuh dia terus-menerus menangis tanpa henti.
Zhongli Quan adalah seorang Jenderal dalam kerajaan pada masa Dinasti Han. Biasa digambarkan sebagai laki-laki gemuk bertelanjang perut dan membawa kipas bulu yang dapat mengendalikan lautan dan dapat menghidupkan orang mati.
Pada hari tuanya dia menjadi petapa dan mendalami ajaran Tao.
5. Han Xiang
Han Xiang atau Xiang Zi, adalah Salah satu dari Delapan Dewa.
Han Xiang lahir pada masa Dinasti Tang, dan memiliki nama kehormatan Qingfu. Dia adalah kemenakan atau cucu dari Han Yu, seorang negarawan terkemuka di Pengadilan Tang. Han Xiang belajar Taoisme di bawah bimbingan Lv Dongbin.
Pada suatu perjamuan dengan Han Yu, Han Xiang membujuk Han Yu untuk melepaskan hidupnya sebagai pejabat dan ikut belajar Tao bersama dia. Tapi Han Yu tetap pada pendiriannya dan sebaliknya mengatakan bahwa Han Xiang harus memberikan hidupnya untuk Taoisme, bukan Konghucu, jadi Han Xiang menunjukkan kemampuan Tao yang dia pelajari dengan menuangkan anggur kedalam cangkir demi cangkir dari labu miliknya tanpa berhenti.
Karena serulingnya dapat memberikan kehidupan, maka Han Xiang juga disebut pemain seruling pemberi perlindungan.
6. Lan Caihe
Dari kedelapan dewa, Lan Caihe adalah dewa yang paling sedikit memiliki informasi. Umur dan jenis kelaminya tidak di ketahui.
Lan biasanya digambarkan dalam pakaian yang tidak jelas, tetapi sering ditampilkan sebagai pemuda atau gadis membawa keranjang bunga yang terbuat dari bambu.
Diceritakan perilaku Lan sering aneh dan eksentrik. Beberapa sumber mengatakan gaun Lan Caihe menggunakan gaun biru lusuh, dan dikenal sebagai dewa pelindung para pujangga. Dalam tradisi lain, Lan adalah penyanyi wanita dan memiliki lirik lagu yang dapat memprediksi kejadian masa depan secara akurat.
Dia terbang meninggalkan dunia dengan angsa langit atau burung bangau pergi ke langit. Diceritakan pernah suatu hari ketika berada di sebuah kedai, ia diduga bangun dan pergi ke kamar mandi. Tapi sebelum berangkat pergi dia melepaskan pakaiannya dan terbang dengan burung bangau atau angsa pergi ke langit.
7. He Xian Gu
He Xian Gu adalah satu-satunya dewa perempuan di antara Delapan Dewa.
Ada sumber yang mengatakan He Xian Gu berasal dari daerah Prefektur Yong (hari ini disebut Linglin County, Hunan) pada masa Dinasti Tang, atau dari keluarga kaya dan dermawan di daaerah Zengcheng, Guangdong.
Saat lahir He Xian Gu memiliki enam rambut panjang di kepalanya. Saat berusia 14 atau 15 tahun, seorang dewa muncul dalam mimpinya dan memberi petunjuk kepada dia untuk makan bubuk mika, agar tubuhnya bisa menjadi sangat ringan dan abadi. Jadi, ia memakannya, dan juga bersumpah untuk tetap menjaga keperawananya.
Saat mendaki bukit dan menuruni lembah He Xian Gu dapat melintasinya dengan sangat cepat, rasanya melayang seperti makhluk bersayap. Setiap hari saat fajar dia pergi dan kembali di sore hari dengan membawa buah gunung yang dia kumpulkan untuk ibunya. Kemudian lambat laun dia menyerah mengambil makanan biasa. Ratu Wu mengirim utusan untuk memanggil dia datang ke istana, tetapi di jalan, ia menghilang.
Suatu hari pada periode Long Jing (sekitar 707 CE), He Xiangu terbang ke langit di siang hari bolong, dan menjadi Dewa Tao.
8. Lu Dong Bin
Lu Dongbin pernah dalam satu kali berjanji pada Han Zhongli untuk menyelamatkan semua makhluk hidup. Namun dia belum juga menyelamatkan satu orang pun, kemudian dia melakukan sebuah perjalanan menuju daerah Yue Yang. Dia berada di sana dua tiga kali sebelum mencoba untuk mencapai masyarakat umum. Yue Yang sekarang adalah sebuah wilayah administrasi di Provinsi Hunan, Tiongkok, di tepi danau Dong Ting.
Lu Dongbin menyamar menjadi seorang lelaki tua yang menjual minyak untuk memasak. Dengan cara menjual minyak sebagai dalih untuk bertemu dan memilih orang yang diprospeknya, lalu bila seorang pelanggan terlihat tidak tamak, tidak meminta lebih banyak minyak daripada yang dibayarnya, maka dia akan menolongnya.
Jadi, selama bertahun-tahun dia berkeliling untuk menjual minyak, selama itu para pelanggan yang ditemui semuanya tamak meminta terlalu banyak, kecuali seorang perempuan tua. Bagaimanapun si perempuan tua, hanya mengambil sesuai dengan yang dibayarnya, bahkan tidak lebih satu tetes pun.
Mengejutkan, Lu Dongbin berpikir akhirnya dia menemukan seseorang yang layak diselamatkan. Dia bertanya pada perempuan itu, “Semua yang datang membeli minyak selalu ingin mendapatkan lebih kecuali Anda. Kenapa tidak meminta lebih?”
Si perempuan menjawab, “Saya cukup puas dengan sebuah botol minyak, selain itu sangatlah tidak mudah bagi Anda untuk mencari nafkah dengan menjual minyak. Bagaimana saya boleh meminta lebih?” Kemudian dia menawarkan Lu Dongbin minuman arak untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.
Lu Dongbin merasa dia adalah seorang prospek yang baik dan bermaksud memberikan penyelamatan kepadanya. Saat dia menemukan ada sebuah sumur di ladangnya, dia menaburkan beberapa biji padi ke dalamnya. Dia berkata pada perempuan itu, “Anda bisa mendapatkan keberuntungan dengan menjual air dalam sumur ini.” Lalu dia beranjak pergi.
Perempuan tua itu berbalik dan menemukan air dalam sumur tersebut telah berubah menjadi arak. Seperti saran Lu Dongbin, perempuan tua itu menjual arak dalam sumur itu dan meraih keberuntungan selama setahun.
Pada suatu hari Lu Dongbin datang kembali ke tempat perempuan tua itu. Si perempuan tua tidak berada di rumah, hanya anak lelakinya yang ada di dalam. Lu Dongbin bertanya padanya, “Bagaimana hasil dari usaha menjual arak?”
“Usahanya berjalan sangat baik, tetapi tidak ada penyulingan biji–biji padi untuk memberikan makanan pada babi-babi.” jawab si anak lelaki. Mendengar perkataannya, Lu Dongbin mendesah. “Ketamakan manusia telah mencapai pada tingkat separah ini.” Maka dia mengambil kembali biji-biji beras dalam sumur tersebut dan berlalu pergi.
Tidak lama kemudian, perempuan tua itu kembali. Anak lelakinya menceritakan apa yang telah terjadi. Dia pergi ke sumur dan melihat ke dalam. Arak di dalamnya telah berubah kembali menjadi air. Si perempuan tua itu bergegas ke pintu, namun Lu Dongbin telah menghilang.
Lu Dongbin meninggalkan Yue Yang menuju Danau Dong Ting dan meninggalkan sebuah puisi yang meratapi sifat manusia, “Tiga kali ke Yue Yang namun belum menemukannya, menyenandungkan sajak saat melintasi Danau Dong Ting.”
salam ceria...
0 komentar:
Posting Komentar